47. Pertandingan

1023 Kata
Hana memesan ojek online setengah jam sebelum pertandingan. Ia memperkirakan sampai sana tepat waktu. Nyatanya, ia terjebak macet di jalan. Diduga karena ada perbaikan jalan. Alhasil, Hana terlambat hampir setengah jam. Setelah membayar ongkosnya. Ia segera berlari masuk ke dalam gedung olahraga. Tanpa sadar helm milik abang ojek masih ia pakai. Langkahnya terhenti saat tasnya tertahan dari belakang. "Rabian?" Hana terkejut, tak menyangka kalau lelaki itu ada di sini. "Gue udah terlambat belum sih?" "Lo belum terlambat, tapi lo udah ngambil helm abang ojek." Rabian mengetuk helm yang dipakai Hana. "Anjir, iya, baru sadar gue!" Hana lantas membuka helm itu. Dan kembali keluar. "Maaf, ya, Bang. Panik saya tadi." "Hehe nggak apa-apa, Neng. Mau nonton pacarnya tanding, ya?" "Ha?" "Semoga menang." "Amin. Tapi itu—" Ah, Hana hampir lupa kalau pertandingannya akan dimulai. Ia kemudian kembali berlari masuk ke gedung sekolah. Tanpa menjelaskan lagi kepada tukang ojek itu kalau Tobias bukan pacarnya. *** Hana menengok ke arah layar. 15-16 Ketertinggalan untuk tim Galena. Ini adalah kali pertama Hana menonton pertandingan Tobias. Tingkah cewek itu makin lama makin mirip seperti emak-emak yang menonton pertandingan anaknya. Kerjaan dia teriak-teriak memanggil Tobias atau menyoraki tim lawan jika Tobias gagal menghalau serangan. Bahkan Hana ikut protes saat tim lawan melakukan pelanggaran, tetapi wasit tidak melihatnya. Set pertama akhirnya dimenangkan oleh tim lawan. Tobias terlihat meminum minumannya dengan kesal. Wajahnya sudah dipenuhi keringat. Pelatih tim Galena membentuk lingkaran memberikan pengarahan. Set kedua dimulai. Mata Hana membulat ketika Tobias digantikan oleh pemain lain. Cowok itu berdiri di kotak putih tempat pemain cadangan. Dilihat dari jarak jauh, Tobias menundukan kepalanya. Kalau Hana telepon pun Tobias tidak akan mengangkatnya. Rasanya Hana ingin berlari dan mengomeli cowok itu untuk tidak menyerah. Set ke dua berakhir dengan dimenangkan oleh tim Galena. Tinggal satu set lagi. Galena perlu memenangkan satu set lagi untuk melanjutkan ke final. "TOBIAS!" Hana berteriak. Berharap Tobias dapat mendengarnya. Namun, di sekitarnya pun orang sama berteriak. Alhasil, teriakannya terasa percuma. "Kita pulang aja yuk. Udah males banget gue degdegannya. Gue kira tim Galena bakalan mudah menangin pertandingan ini," celetuk Rabian. Hana menjitak kepala Rabian cukup keras. Sampai membuat cowok itu meringis kesakitan. "Gue ke sini buat Tobias bukan Galena. Lagian lo ngeremehin Galena banget," bela Hana. Ia masih tidak mengerti mengapa Rabian yang memang tidak suka Galena, mau dipindahkan ke Galena. Atensi Hana kembali ke lapangan. Tobias kembali dimainkan dalam set ke tiga. Galena memainkan permainan cepatnya. Serangan yang bertubi dari Galena membuahkan hasil. Kini poin mereka sudah 17-19 keunggulan untuk Galena. Tobias beberapa kali melakukan Decoy. Teknik bermain untuk mengecoh lawan. Seolah dia yang akan memukul, padahal spiker lain. Dan ketika lawan menyangka Tobias akan melakukan Decoy, justru cowok itu memberikan spike yang kencang dan lurus. "Yash! Tobias! Semangat!" Ia menepuk bahu Rabian keras. "Tuh liat temen gue. Yang kayak gitu mau lo tantang tanding voli?" sindir Hana. Rabian tersenyum miring. Tak menjawab ledekan Hana dan kembali larut dalam permainan di depannya. Skor sudah menunjukan 18-22. Butuh dua poin lagi untuk menyelesaikan set ini. Terjadi perputaran. Tobias diganti dengan Kak Farhan. Kak Radit melakukan feint. Teknik tipuan dalam voli. Seakan ia akan melakukan spike keras padahal hanya menyentuhnya sedikit hingga terjatuh di dekat net. Teknik yang pernah Hana lihat saat ia SMP dulu. Pertandingan berakhir dengan kemenangan Galena saat Ricki sang ace melakukan tugas terakhirnya. Bola yang diberikan Fajri terasa pas dengan Quick Spike yang dilakukan Ricki. Quick Spike adalah serangan cepat. Di mana Ricki sudah berlari dan meloncat seakan sudah percaya kalau Fajri akan memberikan bola itu di waktu yang tepat. Nyatanya, Fajri memang setter yang memiliki tingkat kepekaan dan keakuratan yang tajam. Bola yang ia berikan kepada Ricki menjadi bola untuk mengakhiri permainan ini. "Masuk Final! Masuk Final!" Suporter dari Galena menyuarakan itu. Kemudian Hana berlari keluar lapangan untuk melihat papan pengumuman. Ia penasaran siapa lawan Galena di final. Diikuti Rabian dari belakang. "Cakrawala. Udah gue duga." "Lo tau?" tanya Rabian penasaran. "Dia tuh rival setianya Galena. Dari gue SMP gue selalu nonton Galena sama Cakrawala ketemu di final terus." Hana berbalik langkahnya menuju pintu keluar pemain voli. "Lo suka voli juga? Kenapa nggak masuk tim voli putri?" Hana bergeleng. "Siapa bilang? Lo nggak liat tangan gue nih." Hana menjulurkan kedua tangannya. "Nggak ada ototnya sama sekali bukan? Yang kayak gini disuruh mukul bola voli sekeras itu?" Rabian tidak mengerti. Kalau memang Hana tidak suka, tapi kenapa Hana tahu banyak tentang voli bahkan ia tahu tim voli sekolah mana yang bagus. Bahkan saat pertandingan tadi Hana beberapa kali memberikan penjelasan detail tentang permainan voli yang bahkan tidak Rabian tahu. "Lo nggak suka voli tapi kok tau banyak tentang voli?" Rabian menyuarakan isi hatinya. Hana menyenderkan dirinya di tembok samping pintu menunggu Tobias dan tim keluar melalui pintu ini. "Karena Tobias suka voli. Makanya gue tau. Lo kan udah tau gue dari kecil udah bareng terus sama dia." Rabian sedikit merasakan kekecewaan di hatinya. Lo beruntung banget, batin Rabian. "Tobias!" Hana berseru saat tubuh Tobias muncul dari pintu itu. Tobias terlihat terkejut. Ia tidak menyangka Hana akan menontonnya. Pasalnya, sedari malam cewek itu tidak memberi tahunya kalau ia akan datang. Mata Tobias terlihat lebih cerah dari sebelumnya. "Lo dateng ternyata." "Gue juga dateng." Rabian melambaikan tangan di belakang Hana. Binar di mata Tobias hilang seketika saat melihat cowok di depannya. "Lo bareng dia?" tanya Tobias kepada Hana. Hana yang menyadari dia yang dimaksud Tobias, langsung bergeleng. "Gue ke sini bareng abang ojek. Tapi dia nggak ikut nonton dia nganterin gue doang. Sama ngedoain lo menang." "Nontonnya sama gue. Duduk sebelahan di tribun. Lo nggak liat gue sama Hana tadi, ya?" ucap Rabian memanasi. Baru Tobias ingin membalas, Dika memanggilnya. "Gue mau ada pengarahan dulu sama anak voli. Lo pulang duluan aja. Atau nunggu gue?" Hana mendorong tubuh Tobias agar cepat mendatangi kakak kelasnya itu. "Udah nanti gue pulang sendiri. Cepetan itu udah ditunggu Kak Dika." Tobias mengangguk. "Thanks udah dateng," katanya sambil berjalan mundur. "Santai aja kali," balas Hana. "Tenang, Yas. Hana pulang sama gue." Rabian merangkul Hana. Membuat langkah Tobias terhenti. Hana menonjok perut Rabian. "Nggak usah ngomong aneh-aneh!" "Bohong, Yas. Gue pulang sendiri!" teriak Hana sambil mengibaskan tangannya menyuruh Tobias segera menghampiri teman-temannya yang lain.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN