Dengan dagu yang terangkat tinggi Nepal Belzio berjalan, sikapnya yang angkuh selalu bisa membuat semua orang tunduk saat berpapasan dengannya, bahkan sebagian besar orang memilih jalan lain ketika melihat wajah CEO satu itu. Aura sang CEO memang berbeda, tidak ada seorang pun yang berani menegurnya, mereka hanya akan berbicara untuk hal penting.
Insiden kemarin pagi dengan cepat menjadi buah bibir, hanya saja orang-orang langsung menutup mulut ketika melihat Nepal Belzio. Keangkuhannya yang begitu nyata dan tidak berperasaan sudah terdengar di mana-mana, sehingga akan lebih baik tidak berurusan dengannya daripada ketiban sial seumur hidup. Kabar simpang siur jika Adista, anak magang baru itu hidupnya akan terancam.
Tentunya, setelah berurusan dengan Nepal.
"Mr. Nepal Belzio, ada yang ingin bertemu dengan Anda." Sekretaris kepercayaan Nepal membuka pintu ruangannya setelah dipersilakan, wanita seksi itu memang paling setia dan patuh padanya.
"Siapa?" tanya Nepal dari balik meja kerjanya, dia mendongak sejenak, lalu kembali berkutat pada lembaran kertas.
"Andrew Palio, dia mengatakan sudah membuat janji." Fanza, sekretaris sekaligus mantan kekasihnya Nepal itu berkata lagi.
"Persilakan dia masuk," jawabnya singkat.
Fanza mengangguk patuh, lalu dia kembali ke luar untuk memanggil Andrew Palio.
Wanita berwajah oriental itu memang sangat cantik dengan tubuhnya yang seksi, dia akan bekerja dengan sepenuh hati sebagai tangan kanan dan sekretaris Nepal Belzio. Dia tidak melibatkan perasaan ketika berada di kantor, adakalanya Fanza menjadi posesif, menuntut perasaan cintanya dibalas, tetapi itu semua dia lakukan di luar pekerjaan. Anggota serta bawahan yang berwenang di perusahaan Nepal seluruhnya sudah tahu, sehingga yang jatuh hati padanya lebih memilih mundur.
Aset kecantikan yang Fanza miliki di atas rata-rata, serta kelebihan lainnya dia juga sangat cerdas, dan mantan model terkenal.
"Terima kasih," kata Andrew setelah Fanza membukakan pintu untuknya, bahkan Nepal bisa melihat pria itu mengedipkan sebelah matanya sebelum dia benar-benar masuk.
Nepal menegapkan tubuhnya saat Andrew sudah duduk di hadapannya. Sesuai dengan permintaannya tadi malam dia menuntut hak yang belum Nepal setujui. Tanpa basa-basi CEO perusahaan itu langsung mengiyakan, dan memberikan kontrak pada Andrew Palio. Sebagai bentuk pertemanan mereka berdua Nepal memberi akses pada Andrew tanpa membuatnya kecewa, sekalipun di lain sisi dia juga sudah berkhianat.
"Aku belum melihat Adista di sini." Andrew berkata setelah menandatangani kontrak, lalu menyerahkan berkas itu kepada Nepal.
"Bukan urusanku untuk mengecek anggota yang datang, apalagi dia baru anak magang." Dengan cepat Nepal menjawab, dia mencoba untuk fokus pada laptop di depannya, dan berkata lagi. "Kau bisa ke luar, aku tidak bisa bekerja jika kau terus mengganggu."
"Baiklah, aku pergi." Pria itu bangkit, meski agak tersinggung dia tahu harus bersikap seperti apa di hadapan Nepal.
Keturunan Belzio memang memiliki karakter yang angkuh, dan bisa menjatuhkan lawan bicaranya dengan perkataannya yang pedas. Andrew tidak heran lagi, dia hanya perlu memahami suasana, ketika Nepal Belzio tidak ingin diganggu maka dia harus pergi.
Di tempat duduknya Nepal melirik Andrew sekilas, dia menghela napas saat pria itu sudah beranjak dan menutup pintu dari luar. Entah apa yang akan Andrew lakukan jika tahu Adista bersamanya? Mungkin, dia akan memusuhi Nepal, atau semakin merayunya untuk bekerjasama membunuh Dwi Adista.
"Apa ada tamu lagi?" Nepal bertanya saat pintu ruangannya kembali terbuka, ternyata Fanza. Dengan wajahnya yang bak porselen boneka Barbie dia datang menghampiri.
"Nepal, aku ingin berbicara." Wanita itu berkata serius seraya mendekatkan dirinya pada Nepal, bahkan dia sengaja membusungkan dadanya sehingga terlihat.
"Kau tahu ini masih jam kerja?" Membuang muka Nepal kelihatan tidak nyaman, sudah lama sekali Fanza tidak menyerangnya, tetapi sekarang dia kembali berulah lagi.
"Telpon dan pesanku kau abaikan, bahkan kau memintaku untuk jangan menuntut lagi. Coba katakan padaku, bagaimana aku bisa tenang, Babe? Aku sangat mencintaimu, dan seluruhnya sudah aku berikan padamu." Dengan sedih Fanza memanyunkan bibirnya, tanpa mempedulikan reaksi Nepal dia pun duduk di pangkuan pria itu dengan manja. "Kau tahu semalaman aku tidak bisa tidur karena memikirkanmu, rasanya aku bagaikan sangat terbuang setelah melihat CCTV kemarin siang. Kau dengan lantangnya meminta gadis lugu itu menjadi asistenmu."
Mendengar pernyataan itu sontak Nepal terdiam, dia hampir lupa jika selama ini Fanza terus memata-matainya di perusahaan. Pengunduran dirinya dari Agensi permodelan hanya untuk mengambil perhatian Nepal Belzio lagi, semua itu Fanza lakukan demi cinta. Tidak ada yang berani mendekatinya setelah kabar putus mereka ditayangkan di televisi, apalagi mendengar kabar jika ternyata Fanza masih mengejar Nepal Belzio sampai mengorbankan pekerjaan modelingnya yang tengah naik daun.
Napas Nepal tercekat saat Fanza mulai meraba bagian dadanya dari luar, maka dengan cepat ditepisnya tangan nakal itu, dan dia pun bangkit. Mengusap wajahnya dengan gusar Nepal berjalan ke arah pilar jendela, mengabaikan Fanza yang tengah duduk di kursi kerjanya. Dia tidak mencintai Fanza, karena tuntutan keluarga dan pekerjaan membuat Nepal terpaksa mengencani gadis itu dua tahun terakhir. Berulang kali Nepal sudah menjelaskan tentang perasaannya terhadap Fanza, tetapi dia masih tidak mengerti.
"Kau menyukai gadis itu?" Sebelah alis Fanza yang terukir cantik menukik, dia menatap punggung Nepal yang lebar dan kokoh.
Nepal memperhatikan jalan raya yang padat, tuntutan Fanza semakin membuatnya tidak nyaman, lalu dia pun berkata. "Tidak ada hubungannya dengan Adista, apa kau lupa kita putus sudah sejak lama."
"Ya, aku tidak melupakan itu, tapi kau harus tahu jika aku bisa melakukan apapun kepada wanita yang mencoba merebut kau dariku." Fanza berkata dengan jelas, bulu matanya yang lentik mengerjap beberapa kali saat hendak menangis, lantas dia pun beranjak meninggalkan ruangan.
Mengembuskan napas kesal Nepal berdecih, tidak tahu lagi dengan kehidupannya yang dipenuhi oleh kejahatan. Nepal Belzio ingin ke luar dari zona nyaman, kedua tangannya sudah kotor dengan banyak darah. Dia tidak hanya menjalankan bisnis antara perusahaan satu dengan lainnya, tetapi dia juga ikut bermain pistol bersama mafia. Hanya saja ketika Nepal menghabisi nyawa seseorang namanya akan tetap harum, dan barang bukti selalu lenyap dari intaian polisi.
Kepala Nepal berdenging, wajah manis Adista seakan-akan membayangi pikirannya, dia tidak pernah jatuh cinta, tetapi gadis itu selalu mempengaruhinya sejak pertama kali mereka bertemu. Ada perasaan aneh yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya. Wajah ketakutan dan ekspresi tegangnya Adista membuat Nepal ingin sekali melindungi, dari orang-orang jahat yang terus mengintai.
"Aku tidak mungkin jatuh cinta," tukas Nepal sambil menggeleng keras, berusaha menghalau bayangan wajah Adista yang terus mengisi kepalanya dalam satu waktu.
Bagaimana bisa dia sangat peduli dengan gadis lugu itu?
Pemikiran seperti itu membuatnya bingung sekaligus tidak tenang, terlebih lagi setelah mendapat ancaman dari berbagai arah. Hidup Adista yang awalnya aman seakan terancam setelah berurusan dengan Nepal Belzio. Semua orang dan gadis itu sendiri pasti berpikir demikian, padahal justru dialah yang melindunginya dari segala kecaman.
Adista calling ...
Kening Nepal mengernyit saat membaca nama Adista yang memanggilnya, maka dengan cepat dia pun menjawabnya meski terheran-heran.
"Halo, ada apa?" tanya Nepal dengan jelas.
"Tuan, bisakah aku izin pulang sebentar." Suara tangis Adista terdengar, gadis itu terisak di seberang telepon.
"Ada apa, Adista?" Nepal sangat panik, di luar kesadarannya dia tampak mengkhawatirkan Adista.
"Ayahku meninggal dunia," jawabnya dengan nada yang terputus, Nepal terdiam dan dia sangat syok.
Apakah ini juga bagian dari rencana Andrew?