ENAM BELAS

1118 Kata
            Carissa terbangun di hari itu dengan perasaan lelah yang memberondong tubuhnya. Resepsi tadi malam berlangsung hingga pukul 22.00. Ia kelelahan berdiri untuk menyambut tamu undangan. Ia dan Gemma tiba di rumah hampir tengah malam setelah sebelumnya singgah ke butik mengembalikan gaun pernikahan. Saat tiba di rumah Carissa langsung ambruk di tempat tidur tanpa menghapus riasan di wajahnya.             Carissa berjalan ke luar dari kamarnya dan mendapati suasana rumah yang tampak lengang. Tidak ada tanda-tanda keberadaan Gemma di sana. Ini hari Minggu, apakah Gemma masih tidur? Carissa berjalan ke dapur. Mengisi air minum ke dalam gelas, lalu menenggaknya hingga tandas. Carissa membuka kulkas Gemma dan tidak ada perubahan sejak  terakhir kali ia buka. Sepertinya ia harus segera berbelanja bahan makanan sebelum mati kelaparan di rumah Gemma.             Kabinet-kabinet yang tergantung di dinding dapur mengusik rasa penasaran Carissa. Ia membuka satu per satu kabinet itu.             “Kosong. Perlengkapan minum teh. Ah! Astaga…!” Carissa terkejut saat membuka kabinet terakhir dan serentengan kopi saset berjatuhan menimpanya. “Apa ini?” Carissa berjongkok memunguti kopi-kopi saset berbagai merk yang jatuh berhamburan di lantai saat sebuah sosok bayangan tiba-tiba muncul di dekatnya.             “Astaga. Gemma! Kamu bikin aku kaget,” seru Carissa saat menyadari sosok yang tiba-tiba muncul di dekatnya ternyata Gemma.             Gemma menatap Carissa dengan ekspresi datar lalu berujar, “Berhubung ini rumahku, sepertinya kau harus mulai membiasakan diri dengan kehadiranku.”             Carissa mendesis sebal. Ia memperhatikan penampilan Gemma. Pemuda itu tengah mengenakan celana pendek dan kaus tipis yang melekat sempurna pada tubuhnya. Jejak-jejak keringat pada kaus dan sepatu olahraga yang Gemma kenakan mmebuat Carissa yakin pemuda itu habis berolahraga. Tentu saja Gemma rajin berolahraga. Tubuh atletis itu tidak mungkin terbentuk dengan sendirinya.             “Kopi hitam, 3 in 1, kopi s**u, mochaccino, cappuccino.” Carissa membaca satu per satu tulisan yang tertera di masing-masing bungkus kopi saset itu. “Kamu minum semua kopi ini, Gem?”             “Iya.” Gemma menjawab singkat. Ia berdiri dan menjerang air di dalam ceret aluminium. “Kau mau?”             “Wah, kamu mau bikinkan aku kopi?”             “Sekalian bikin,” ujar Gemma. “Itu juga kalau kau suka kopi saset.”             “Oh, aku suka. Di pantry kantor ada kopi sasetan juga. Kadang-kadang Ellena bikin dan aku cicip. Tapi, aku lebih suka kopi-kopi kekinian.”             “Kopi kekinian?”             “Iya, itu loh yang pakai es krim, atau pakai coklat, atau pakai alpukat. Ah, aku paling suka yang pakai boba.”             “Boba?” Gemma memperhatikan Carissa dengan kerut di jidatnya. Ia sama sekali tidak mengerti apa yang tengah Carissa bicarakan. Satu-satunya kopi yang ia suka adalah sesimpel kopi saset. Saat bersama Mikaila di Starbuck, gadis itu juga beberapa kali memesan kopi. Dolce Latte adalah jenis minuman kopi yang selalu Mikaila pesan.             “Ah, susah dijelaskan. Kamu harus coba kapan-kapan. Itu enak sekali.”             “Mau rasa apa?” tanya Gemma. Air di ceret telah mendidih.             “Hm? Rasanya beda-beda kah? Sama seperti punyamu saja.”             Gemma membuka dua bungkus kopi bertuliskan ‘3 in one’ di sana dan menuangkannya di masing-masing cangkir. Ia menyedu bubuk kopi itu dengan air panas dan aromanya seketika menguar di udara. Aroma yang sangat Gemma suka. Aroma yang seolah memberikan kehangatan di hatinya.             “Ini.” Gemma mengangsurkan satu cangkir untuk Carissa. “Hati-hati panas. Lidahmu bisa melepuh.”             Carissa menerima cangkir berisi kopi dari Gemma dan duduk di mini bar yang letaknya bersebelahan dengan dapur. Ia meniup cairan kopi itu sebelum menyeruputnya, “Wah. Aku tidak tau minum kopi panas di pagi hari bisa seenak ini. Apalagi kalau diminum selagi hujan. Pasti enak sekali.”             Gemma terkejut dengan tanggapan Carissa. Ia memperhatikan wajah Carissa yang tampak merona diterpa kepulan asap dari cangkir kopi. Ia tidak pernah mendapati ekspresi serupa itu pada Mikaila. Pertama kali Gemma membuatkan Mikaila secangkir kopi saset gadis itu mengernyit dan mengatakan bahwa kopi saset tidak cocok di lidahnya. Terlalu manis. Gemma menggelengkan kepalanya berusaha mengusir pikiran yang memgganggunya. Ia heran kenapa belakangan ini kerap membanding-bandingkan Carissa dengan Mikaila.             “Kau suka?” tanya Gemma.             Carissa mengangguk. “Opa suka minum kopi hitam tanpa gula setiap pagi. Kadang-kadang aku mencicipinya. Tapi, rasanya pahit.”             Ah, Roni Kalalo. Salah satu konglomerat di kota Manado itu pernah berusaha didekati oleh Gemma untuk menawarkan beberapa produk perbankan seperti produk investasi ataupun financing, namun sudah menjadi rumor yang beredar di antara para bankir, bahwa Roni Kalalo adalah pengusaha yang sulit didekati.  Gemma masih ingat sekali kejadian lima tahun yang lalu saat pemimpinnya menargetkan Gemma untuk dapat meyakinkan Roni Kalalo agar bersedia menempatkan dana di bank mereka. Berbagai upaya telah Gemma lakukan, mulai dari menelepon, mendatangi kantor developer milik Roni, hingga mengintai rumahnya tanpa ada nyali untuk masuk ke dalam. Roni Kalalo benar-benar susah didekati. Ia selalu menutup telepon Gemma bahkan sebelum Gemma menyebutkan dari bank mana ia berasal. Siapa yang menyangka, nama Gemma kemudian ada dalam surat wasiatnya. Apakah Roni Kalalo mengenal Gemma secara pribadi? Seandainya Roni tahu, yang ketika itu meneleponnya meminta bertemu adalah orang yang ingin ia jodohkan dengan cucu satu-satunya, maka apakah segalanya bisa berbeda? Apakah ketika itu jika Roni Kalalo tahu, ia akan menyambut Gemma dengan tangan terbuka? Gemma memandang Carissa dengan lekat. Ia takjub tentang bagaimana takdir mempermainkan hidupnya. Siapa yang akan menyangka bahwa lima tahun kemudian, pewaris tunggal Roni Kalalo berada di dalam rumahnya. Telah dinikahinya. “Oh, aku mau tanya sesuatu,” ujar Carissa mengejutkan lamunan Gemma. “Kamu tidak punya mesin cuci? Aku tidak melihat ada mesin cuci di rumah ini.” Gemma memggeleng. “Lalu, kamu cuci baju pakai tangan?” Gemma mendengus sebal dan melangkah masuk ke kamarnya. “Laundry. Aku tidak punya waktu untuk memikirkan pakaian kotor.” “Laundry? Kalau uang yang kamu keluarkan untuk laundry dikumpulkan, kamu bisa beli rumah lagi, Gem!” Gemma tidak memedulikan ocehan Carissa. Ia masuk ke dalam kamar dan menutup pintunya. Gemma bertanya-tanya apakah Carissa benar adalah cucu Roni Kalalo? Jangan-jangan ia hanya dipungut di suatu tempat. Kenapa perkara uang laundry menjadi hal yang besar baginya? Demi Tuhan, kakeknya adalah pemilik kawasan perumahan terluas dan terlaris di Manado. Ia menjual rumah seperti menjual kacang goreng. “Gem, buka pintunya!” Carissa mengetuk pintu kamar Gemma dengan tergesa-gesa. “Apa lagi, sih?” Gemma membuka pintu dengan kesal. “Kamu bilang aku boleh menjual emas kawinku untuk keperluan panti. Aku akan menjualnya hari ini.” “Ya, untuk keperluan panti atau keperluan pribadimu terserah saja!” Gemma kembali menutup pintu kamarnya. Carissa memberengut kesal dengan sikap Gemma yang sangat cuek. Sebegitu bencinya kah Gemma pada dirinya sehingga tidak pernah bersikap ramah? Carissa hendak berbalik dan mempersiapkan diri untuk pergi ke toko emas ketika pintu kamar Gemma kembali terbuka. “Kecuali cincin itu!” “Hah?” Carissa tak mengerti. “Jangan jual cincin itu!” “Ini?” Carissa mengangkat tangan kirinya yang terpasang cincin di jari manis.  Kenapa tidak boleh dijual? Ah, cincin adalah benda yang sakral dalam pernikahan. Simbol persatuan suami dan istri. Apakah Gemma memikirkan hal itu sehingga meminta Carissa untuk tidak menjualnya? Apakah pernikahan mereka sebenarnya memiliki arti yang spesial bagi Gemma? Carissa merasakan wajahnya menjadi hangat demi memikirkan hal itu. “Nanti orang-orang curiga kalau kau tidak pakai cincin,” sahut Gemma lalu menutup kembali pintu kamarnya. Carissa terkejut dengan ucapan Gemma. “Sialan!” Ia mendesis sebal. []
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN