“23.500.000 rupiah.”
“Genapin 25.000.000 lah, Koh.” Carissa meminta harga yang lebih tinggi kepada lelaki Tiong Hoa pemilik toko emas tempat Carissa menjual seluruh perhiasan emas kawinnya.
“Aih, sudah tidak ada notanya. Susah dapat harga begitu. Ya, sudah 24.000.000 pas.”
“Oke.” Carissa mengalah. “Koh, boleh minta tolong. Lihat cincin saya ini. Emas asli atau bukan?”
Lelaki itu memandang jari manis Carissa yang mengenakan cincin, “Mau dijual juga?”
Carissa segera menggeleng. “Tidak. Ini cincin nikah saya. Suami saya yang belikan. Tapi, saya ingin tau ini asli atau bukan.”
Lelaki Tiong Hoa itu menurunkan sedikit kacamatanya dan menatap Carissa heran. “Anda tidak percaya sama suami sendiri?”
Carissa melepas cincin dari jarinya dan menyerahkan kepada pemilik toko, “Bukan begitu, cuma penasaran saja.”
Sang pemilik toko mengamati cincin yang diberikan Carissa, “Saya cek di dalam dulu ya. Saya mau lihat ini berlian asli atau bukan. Kalau ring-nya sih asli emas.” Lelaki itu menghilang ke dalam sebuah bilik kecil.
“Bagaimana, Koh?” tanya Carissa saat beberapa saat kemudian lelaki Tiong Hoa itu keluar.
“Asli ini.”
“Berlian asli, Koh?”
“Iya, 1 crat.” Lelaki itu menyerahkan kembali cincin kepada Carissa. Carissa menerimanya dengan tatapan tak percaya.
“Harganya berapa kira-kira?”
“Harga berlian berubah-ubah juga seperti emas. Selain itu banyak faktor lain yang menentukan,” jelas si pemilik toko.
“Kalau saya jual sama Koh, Koh beli berapa?” Carissa memasangkan kembali cincin itu di jari manisnya.
“Enam puluh juta harga pas.”
“Apa?!” Carissa nyaris terlonjak dari tempatnya berdiri.
“Aih, Anda ini suka sekali menawar. Kalau masig ada suratnya 65 juta lah. Sudah harga pas ya!”
Carissa masih melongo memandangi cincin yang kini telah terpasang di jari manisnya. Mendadak ia merasa bersalah pada Gemma karena sempat mengira itu hanya cincin biasa. Tapi kenapa Gemma harus membelikannya cincin semahal ini?
“Suami Anda pasti jujur dan murah hati.” Perkataan lelaki Tiong Hoa itu mengejutlan lamunan Carissa. Setelah menerima uang hasil penjualan emas kawin Carissa keluar dari toko emas itu dan masuk ke salah satu toko elektronik yang masih berada di jejeran pertokoan Pasar 45, nama kawasan pertokoan tertua yang terletak di jantung kota Manado.
Carissa membeli mesin cuci, setrika, rice cooker dan alat pemanggang roti. Setelah memberikan alamat pengantaran barang, Carissa beranjak dari toko elektronik dan masuk ke toko peralatan rumah tangga. Ia membeli beberapa ember, keranjang dan alat makan serta beberapa alat masak. Ia tidak menemukan piring dan gelas di rumah Gemma. Hanya ada sendok dan cangkir untuk minum kopi atau teh. Gemma tidak punya waktu untuk mengurusi pakaian kotor, ia tentunya tidak punya waktu juga untuk memasak. Tidak punya waktu atau malas sih, sebenarnya!
***
Hari sudah sore ketika Carissa selesai berbelanja. Ia singgah ke panti asuhan untuk menyerahkan sebagian besar hasil penjualan emas tadi pagi.
“Gunakan untuk keperluan anak-anak dan setengahnya untuk menggaji petugas panti. Mungkin ini hanya bisa menutupi satu bulan gaji, bahkan mungkin kurang. Aku minta maaf. Bertahanlah, Bu. Sebentar lagi.” Carissa menyerahkan amplop berisi uang itu pada Nurma.
“Nona Carissa jangan khawatir. Semuanya bisa kami atasi.”
“Kak Ica!” Seorang bocah laki-laki tiba-tiba memasuki ruangan dan menjeda pembicaraan Carissa dan Nurma.
“Halo, Arif.” Carissa memeluk bocah tiga tahun itu dan mendudukkannya di pangkuan.
Arif adalah penghuni panti sejak usianya baru bilangan minggu. Ditemukan di badan sungai dalam kondisi yang memprihatinkan. Carissa menyaksikan sendiri saat pihak puskesmas menyerahkan bayi itu ke panti asuhan karena tidak ada keluarga yang mengakui ataupun mencarinya. Carissa menjadi dekat dengan Arif sejak saat itu. Anak kecil itu tumbuh dalam pengamatan Carissa. Setiap kali mengunjungi panti asuhan, Carissa bisa berjam-jam bermain bersama Arif.
“Nona, saya sekalian mau menyampaikan sesuatu,” ujar Nurma pelan. “Ada keluarga yang akan mengadopsi Arif.”
Carissa, yang awalnya sedang bercanda dengan Arif, tampak begitu terkejut.
“Mereka akan datang besok mengambil Arif. Lalu lusa rencananya akan pindah ke Kalimantan.”
“Pindah ke Kalimantan?” Raut wajah Carissa berubah sendu.
“Mereka tidak punya anak laki-laki, makanya ingin mengadopsi. Suaminya dapat promosi dan akan pindah ke Kalimantan. Tampaknya mereka adalah keluarga yang harmonis. Nona Carissa jangan khawatir.” Nurma memahami kegundahan hati Carissa. Carissa sangat dekat dengan Arif, begitu pun sebaliknya.
Carissa mencium ubun-ubun Arif yang tengah bermain di pangkuannya. Bukankah harusnya ia senang ketika penghuni pantinya berkurang? Penghuni panti yang sudah lulus SMA, kebanyakan keluar dari panti dan mulai mandiri. Carissa sangat bahagia mendapati hal itu. menjadi yatim piatu adalah sebuah kesulitan yang harus setiap anak hadapi. Menyaksikan mereka dapat tumbuh dengan baik dan menjadi mandiri adalah suatu hal yang sangat istimewa.
Sebenarnya Arif juga bukanlah satu-satunya penghuni panti yang diadopsi. Sudah ada puluhan anak-anak dari Panti Asuhan Assalam yang diadopsi oleh keluarga lain, tapi entah kenapa kali ini Carissa merasa sangat sedih.
“Kak Ica akan bobo sama Arif hari ini.” Carissa menatap mata besar Arif. Kedua bola itu berbinar saat mendengarnya.
“Acik, bobo sama Kak Ica.” Arif tampak bahagia demi mendengar kalimat Carissa.
“Nona, tidak perlu menginap. Nanti orang rumah mencari. Nona bisa datang besok pagi. Jam delapan keluarga yang akan mengadopsi itu katanya mau datang ke sini,” ujar Nurma.
“Sejak Opa meninggal, tidak ada lagi yang mencari kalau aku tidak pulang, Bu.” Carissa beranjak sambil menggendong Arif dalam pelukannya. “Ibu lupa kalau aku yatim piatu? Seharusnya sejak awal aku tinggal di sini.”
“Nona….”
“Ayo, Rif. Kita ke kamar kamu.”
Nurma memandangi punggung Carissa yang berjalan menjauh menuju ke kamar Arif. Nurma bisa merasakan kesedihan dan kesepian gadis itu. Ia ingin sekali memeluk Carissa dan memberinya kehangatan seorang ibu yang mungkin sudah tidak Carissa ingat lagi bagaimana rasanya. Apakah Carissa sadar, jika pun ada yang hidupnya paling memprihatinkan di antara mereka, maka itu adalah Carissa. Carissa bukan hanya seorang yatim piatu, tetapi ia juga masih harus memikirkan kondisi penghuni panti lainnya.
Semoga Tuhan senantiasa memberimu banyak kebahagiaan, Nona. []