Apa Aku Salah

1525 Kata
Setelah pencarian melelahkan yang dilakukan kemarin tak membuahkan hasil, hari ini nampaknya Nancy harus beristirahat terlebih dahulu. Walaupun kini ia mendapatkan alamat rumah itu, tetapi, ia tak langsung begitu terburu-buru. Karena jaraknya dekat, jadi mungkin lain kali ia akan menuju alamat itu untuk memastikan. Terlihat Nancy kini sedang duduk sembari menyantap sepotong roti yang berada di meja makan. Dan kini terlihat ibunya sedang memasak makanan di depan meja makan itu. "Jadi, tuan Andrew dan keluarganya sudah tidak tinggal di sana?" tanya Margareth ibunya Nancy. Kebetulan meja makan di rumah Nancy itu bersebelahan dengan dapur, sehingga jaraknya hanya beberapa meter saja. "Hmmm, iya ibu. Sepertinya mereka telah berpindah ke Cambridge," ucap Nancy meminum s**u putih yang telah disiapkan. Margareth menaruh sup kacang merah di atas meja makan yang ditempati Nancy. "Wah sup kacang merah." Nancy nampak bahagia melihat sup kacang merah buatan ibunya. Margareth mengambil segelas air putih setelah menaruh mangkuk di meja makan, kemudian ia kembali ke meja makan. "Jadi sekarang mereka ada di Cambridge? Kenapa kau bisa tahu alamat mereka yang sekarang? Kenapa tidak langsung ke sana saja?" tanya nyonya Margareth yang kini ikut duduk di kursi meja makan itu menghadap Nancy. "Ya, karena aku baru mendapatkan alamat mereka kemarin dari pemilik rumah yang baru," ucap Nancy yang kini meminum lagi segelas s**u segarnya yang sebelumnya ia minum. "Yasudah kalau begitu, untuk pekerjaanmu bagaimana? Apa sudah mendapatkannya?" tanya nyonya Margareth menatap wajah Nancy. "Aku sudah mendapatkannya, tapi aku menolak, karena itu tak sesuai denganku," ucap Nancy tersenyum. "Lagi-lagi menolak pekerjaan, dasar anak ini, yasudah terserah kau saja. Asalkan kau masih baik-baik saja," ucap ibunya yang kini meninggalkan Nancy dan melemparkan senyum manis padanya. Nancy memang dikenal sebagai orang yang memilah milih pekerjaan, ia telah banyak menolak pekerjaan karena tak ada pekerjaan yang cocok. Nancy memiliki keinginan untuk bekerja sebagai pemandu travel. Namun, untuk tahun ini sepertinya pekerjaan itu sedang kosong. Walaupun seperti itu baik ayah ataupun ibunya, mereka sangat menyayangi Nancy. Mereka tak pernah memarahi anaknya itu. Bagi mereka seseorang yang telah dewasa bebas menentukan bagaimana kehidupannya dan tak pernah menuntut apapun, karena itu adalah hak setiap orang apalagi karena memang Nancy jarang sekali membuat kesalahan. Setelah hari itu, dua minggu kemudian tepatnya di hari minggu. Nancy memutuskan untuk mendatangi alamat itu. Alamat yang tertera di sana mengarahkan ia pada satu komplek perumahan yang ada di Cambridge. "Aku yakin ini pasti alamat yang benar," ucap Nancy yang kini menggunakan dresscode berwarna putih. Sesampainya di depan pintu rumah itu, Nancy langsung mengetuknya, berharap yang membuka itu adalah sosok pria yang ia cari. "Iya, tunggu sebentar," teriak seorang pria dari dalam rumah itu. Nancy membetulkan rambutnya dan sesekali menata pakaiannya yang ia kenakan agar terlihat rapi. Nancy pun nampak terlihat gugup sedikit walaupun sebenarnya alamat itu belum pasti dihuni oleh Adam. Pintu rumah itu terbuka dan ia di sambut oleh sosok pria yang sepertinya memiliki usia sama dengannya. Pria itu memiliki tinggi sekitar 10 centimeter di atas Nancy. Pria berambut hitam dan memiliki mata biru itu lalu menyambut Nancy. "Iya, ada apa? Apa ada yang bisa saya bantu?" ucap pria berbadan kekar yang saat ini memakai kemeja kotak-kotak itu. Pipi Nancy memerah, sepertinya ia merasa sedikit malu harus berbicara dengan pria itu. "Adam? Apakah dia Adam? Dia tampan sekali sekarang, apa dia masih mengenaliku?" Ucap Nancy di dalam hatinya. "Maaf, apa ada yang bisa saya bantu?" Sekali lagi pria itu bertanya pada Nancy, karena Nancy tak menjawab pertanyaan pria itu sebelumnya. Nancy yang sedari tadi memfokuskan matanya pada wajah pria yang saat ini menatapnya kemudian tersadar dari lamunannya. "Oh iya, maaf. Maaf ya, apa benar ini adalah alamat rumah ini?" tanya Nancy pada pria itu, ia menunjukkan alamat yang tertera pada secarik kertas lalu ia arahkan pada pria itu. Pria itu nampak memperhatikan alamat yang tertera di sana dengan seksama. "Oh iya, benar-benar, bagaimana kau bisa tahu alamat ini? Padahal kami tak membuka praktek di sini," ucapnya seakan ada sesuatu yang sedang ia tutupi dari muka umum. Ucapan pria itu membuat Nancy bingung. "Praktek? Apa yang dia maksud?" gumam Nancy dalam hatinya. Pria itu kemudian mempersilakan Nancy masuk ke rumahnya. Di sana nampak seorang wanita yang memiliki usia yang hampir sama dengan ibunya Nancy. Wanita itu nampak sedang menonton acara televisi. "Ibu, ada yang mencari alamat ini, apakah ayah membuka praktek di sini?" Tanya pria itu. "Hah? Benarkah? Ibu tidak tahu, yasudah persilakan dia duduk terlebih dahulu, mungkin masalahnya begitu berat sampai-sampai harus mendatangi alamat ini," ucap seorang wanita berbaju merah yang kini nampak bergegas meninggalkan ruangan tamu menuju dapur. Nancy tak mengenal sosok wanita yang saat ini pergi dari sana, menurutnya wanita itu bukanlah ibunya Adam. Namun, baru saja pria itu menyebutnya dengan sebutan ibu. Apakah karena Adam selalu seperti itu. Bukankah sejak kecil pun ia memanggil kedua orang tua Nancy dengan sebutan ayah dan ibu. Hal itu tak terlalu Nancy pikirkan, namun, satu hal yang ia pikirkan adalah perkataan pria itu tentang praktek, apa yang di maksud dengan praktek. Sejak kapan orang tua Adam membuka praktek. Apakah praktek yang di maksud adalah sebuah bisnis keluarga. Karena yang Nancy tahu kedua orang tua Adam adalah seorang yang memiliki bisnis di bidang makanan. Ini sangat berbeda dengan keadaannya sekarang. "Silakan duduk di sana, aku akan menghubungi ayahku dahulu," ucap pria itu. Nancy duduk di sofa ruang tengah rumah itu. Ruangan itu cukup luas, sehingga siapapun yang ada di sana takkan kehabisan oksigen. "Apa yang dia maksud praktek? Sejak kapan keluarga ini melakukan praktek," ucap Nancy. Seorang perempuan yang tadi pergi ke dapur, menghampirinya kembali dengan membawa segelas air putih dan beberapa cemilan. "Wah aku jadi merepotkan kalian, maaf ya," ucap Nancy pada perempuan itu. "Tidak apa-apa ini adalah hal biasa," ucap wanita itu tersenyum kemudian duduk di sofa. Nancy terus memperhatikan setiap sudut wanita itu, dari atas sampai bawah. Wanita yang memiliki rambut berwarna hitam di atas bahu, hidungnya yang mancung serta bola matanya yang hitam membuat Nancy yakin jika itu bukan ibunya Adam. Ia kemudian meminum air yang telah di siapkan oleh wanita itu. Setelah tak berapa lama, pria yang tadi menelpon ayahnya itu kembali dan memberitahu pada Nancy jika ayahnya tak bisa menemui pasien di rumah karena sibuk. "Maafkan aku, ayahku tak bisa pulang," ucap pria itu. Sebenarnya yang ingin ditemui Nancy adalah Adam tetapi, kenapa mereka malah bertingkah aneh dan seakan-akan Nancy adalah pasien praktek ayahnya. "Eh, iya tak apa-apa, aku ke sini bukan untuk mengunjungi ayahmu ataupun menjadi pasien praktek ayahmu," ucap Nancy. Kedua orang itupun kebingungan, karena mereka tak mengenal Nancy. Selama ini orang yang datang ke sana adalah pasien praktek ayahnya yang mendapatkan alamat rumah dari sang ayah. Itulah sebabnya mereka mengira Nancy adalah pasien praktek ayahnya "Jadi, kau tidak ingin bermaksud berkonsultasi dengan ayahku? Lalu kau mencari siapa? Dan alamat yang kau miliki itu, bukankah ayahku yang memberikannya?" tanya pria itu yang kini ikut duduk di samping ibunya. Nancy mulai menjelaskan apa yang terjadi, soal alamat yang ia pegang sekarang. Itu adalah pemberian orang yang kini menempati rumah mereka di Dunster. "Beberapa hari yang lalu aku pergi mengunjungi Dunster, di sana pemandangannya masih sama seperti saat aku meninggalkannya bahkan harus padang rumput di sana masih bisa aku kenali walaupun pada akhirnya aku tak menemukan apa yang aku cari," ucap Nancy mengingat kejadian saat itu. "Jadi, kau datang ke sana? Aku masih belum mengerti dengan perkataan yang kau katakan," jawab pria itu menatap lekat mata Nancy. "Oh maaf, aku tidak bermaksud banyak bicara, sesampainya di sana aku langsung menuju salah satu rumah yang aku cari dan ternyata rumah itu sudah berpindah kepemilikan, aku pikir orang itu masih tinggal di sana," lanjut Nancy. "Oh maaf aku bertanya soal alamat yang kau dapatkan hehehe," ucap pria kekar itu dengan sedikit rasa canggung. "Ya ampun apa aku terlihat aneh sekarang? Kalian bertanya alamat tapi aku bercerita kemana-mana hehehe," ucap Nancy tersenyum malu. "Hahaha tidak apa-apa, setiap orang yang kemari memang selalu seperti itu, entah apa yang mereka pikirkan," ucap pria itu menggaruk kepalanya yang tak gatal kemudian ibunya menegur. "Heh, apa yang kau katakan? Tidak baik berkata seperti itu pada seorang wanita," ucap ibunya dengan tatapan serius pada pria itu. "Hahaha tidak apa-apa nyonya, mungkin ini kesan pertama yang ia rasakan saat mendengar ku berkata aneh," jawab Nancy tertawa. "Jadi, bagaimana bisa kau mendapatkan alamat rumah ini?" tanya ibu pria itu. "Mengenai itu, aku mendapatkannya dari pemilik rumah sebelumnya, mereka memberikan alamat itu padaku karena ia mengatakan jika ada seseorang yang mencari alamat rumah pemilik sebelumnya, maka ia kan memberikannya," ucap Nancy menjelaskan secara rinci dan membuat kedua orang itu cukup terkejut. Nancy bercerita pada mereka jika ia sebelumnya telah mengunjungi tempat mereka di Dunster. Dan tujuan Nancy mendatangi alamat yang sekarang adalah untuk menemui teman masa kecilnya yaitu Adam. "Aku kesana untuk menemui teman masa kecilku. Adam." Mereka cukup terkejut mendengar semua cerita yang keluar dari mulut Nancy. Sampai akhirnya ketika Nancy menyindir nama Adam, mereka nampak kebingungan. "Apakah sekarang kau mengingatku?" Tanya Nancy pada pria itu yang nampak malah kebingungan. "Nancy?" ucap pria itu. Ia nampak mengingat-ingat dan memutar memorinya. "Kau pasti ingat aku, kecuali kau lupa ingatan," ucap Nancy pada pria itu. Namun, tetap saja pria itu seperti tak pernah mengenal Nancy dan tak pernah bertemu dengannya selama di Dunster.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN