Musibah

1101 Kata
"Daniel, apa kamu mencintai Starla?" selidik Alarie. "Ayolah ini tidak ada hubungannya dengan itu." "Kalau tidak ada hubungannya kenapa kamu tidak suka atas kecelakaan yang hampir menewaskan Starla?" Alarie menatap penuh interogasi. Kadang Alarie sendiri dibuat bingung dengan sifat Daniel. Seolah belum semua tentang dirinya yang Alarie kenal walau kebersamaan mereka sudah lebih dari lima tahun. "Jawab!" "Hah! Aku pikir kamu akan mengerti. Orang itu... dia pasti ingin menggunakan kematian Starla untuk menyerang kita. Mudah membuat cerita untuk diketahui publik. Misalnya mengarang cerita di balik kematian Starla." "Terlebih baru saja kemarin acara pernikahan selesai. Sorotan publik sedang megarah ke kami. Itu akan memudahkan mereka melancarkan rencananya." "Kalau begitu siapa yang rugi?" lanjut Daniel. "Ka-kamu...." "Itu sebabnya, aku harap seberapa bencinya kamu terhadap Starla, jangan sampai membahayakan nyawanya. Dia masih belum boleh mati. Aku akan menyelidiki kasus ini sampai tuntas. Dengan begitu kita gunakan kecelakaan ini untik mendepak orang-orang itu." "Akan ku buat rencana mereka menjadi senjata makan tuan!" gumam Daniel sembari menyorot tajam. Di sisi lain, Starla bersandarkan dinding. Mendengarkan semua. Ia tersenyum masam. Air matanya luruh ketika tahu Papanya menjadi korban keserakahan seseorang. Tidak habis di situ. Bahkan hidupnya pun tak lebih dari batu loncatan mereka. Terlepas dari tidak adanya keterlibatan Daniel dan Alaria terhadap kematian Papa. Tetap saja, tindakan mereka tak kalah b******k seperti binatang rimba. Langkah Starla meninggalkan tempat itu. Menyisahkan sesak d**a bercampur amarah. "Akan ku pastikan suatu saat nanti aku akan jadi kenangan yang menyakiti memori mu. Menjadi seseorang yang tidak dapat kamu sentuh walau aku ada di jarak penglihatan mu. Sesuatu yang tidak dapat kamu temukan di mana pun. Dan satu lagi, aku akan jadi penyesalan terbesar dalam sejarah hidup mu hingga nafas terakhir mu pun tak mampu terucap kata maaf!" **** Lampu penerangan menyorot tepat di mata Adam. Ia mengernyit silau. Kesadaran telah kembali. Ia mengingat-ingat memori terakhir. Bukan berbaring di ranjang empuk. Mengeluarkan peluh hasil aktifitas olahraga malam. Justru ia habiskan malam di brangkar rumah sakit. Sialnya lagi kenapa bukan kamar VIP melainkan kamar umum yang harus ia singgahi? "Ah sh*t! THEOOO!" "THEOO!" "KELUAR KAMU BAJ*GAN!" "KENAPA KAMU MENARUHKU DI BRANGKAR KUMUH INI?!" Oceh Adam tidak terima. Jangan lupakan nada suaranya di volume maksimal. "Ah... aa, tangan ku," pekiknya lirih. Merasakan tangannya ngilu. Sejenak Adam diam. Melotot ke arah tangannya yang terasa kaku. "Hahaha. Tidak mungkin... ah! Ayolah Adam, tidak mungkin tangan mu...." Mau dirasakan berulang kali pun yang ia rasakan hanya ngilu. "THEOO KELUAR KAMU BRE*GSEK!" pekiknya lantang. Jelas mengganggu orang sekitar. "Theo kumohon... tangan ku... kenapa dengan tangan ku?" lirihnya mengalah karena Theo tak kunjung hadir. SREK! "Haaah! Bayangkan jika anda tidak memperkerjakan orang sabar seperti saya. Anda harus bersyukur karena saya mampu bertahan sejauh ini. Setelah ini aku akan menuntut kenaikan gaji. Tiga kali lipat!" ucap Theo. Dia tiba-tiba muncul di balik gorden pembatas. Adam mengangguk cepat. Menatap melas pada Theo, "kamu asisten terbaik seumur hidup. Bahkan selusin wanita ku tidak dapat menggantikan mu," rayu Adam. Kenyataannya si tuan sempurna ini juga punya kekurangan. Salah satunya, sangat bergantung pada Theo. Dari pada pekerja, Theo lebih mirip seperti ibu asuh. "Anda bahkan masih menyebut wanita dalam kondisi ini," keluh Theo frustasi. "Bagaimana kondisi gadis itu?" tanya Adam serius. Walau sering menganggap enteng wanita tapi Adam tidak pernah menganggap remeh sebuah nyawa. "Jangan panggil gadis itu. Bukankah kalian akan menghabiskan malam bersama? Setidaknya Anda tau dulu namanya. Agar Anda tidak salah sebut nama saat menindihnya," sarkas Theo datar. "Yah, gadis itu... maksudku Erin, dia baik-baik saja dan sudah kuantar pulang," sambung Theo. Theo melirik bosnya sekilas. "Apa Anda ingin saya menjemputnya dan melanjutkan hobi Anda di tengah musibah yang hampir menewaskan seperti ini?" ucap Theo melampiaskan kekesalan. "Tck! Jangan bodoh. Tangan ku saja seperti ini. Bagaimana aku akan beraksi? Asal kamu tahu, aku tidak suka di bawah. Aku tipe yang menikmati di atas," beo Adam rancu. "Yah baguslah, setidaknya Anda akan berpuasa selama tiga bulan," dengus Theo, memandang datar ke tangan Adam. "Kenapa selama itu?" tanya Adam masih belum paham. "Karena tangan Anda patah." "P-patah?" "Hum." "Patah? Benar patah?" "Iya. Ceklek! Seperti ini," ucap Theo datar sembari mematahkan pocky yang ia camili selama menunggu Adam sadar. "Hahahaha, jangan bercanda!" "Aku tidak bercanda kok." "ARGHHHH! Bagaimana dengan jadwal bersenang-senang ku? Wanita ku, Hais!padahal aku menemukan tempat bagus!" "Lihatlah orang itu. Di saat seperti ini pun masih memikirkan selangk*ngan!" gumam lirih Theo. "Ah tidak! Sekarang bukan itu yang penting." Syukurlah! Hati Theo berucap seperti itu. Namun, sia-sia saja! Kata yang terlontar setelahnya membuat Theo menarik kata yang bahkan belum terucap. "Kenapa aku di tempatkan di brangkar umum? Aku tidak miskin sampai tidak bisa menyewa kamar VIP. Bahkan sejauh ini kata VIP seolah tertulis di jidat ku. Bagaimana kamu bisa menghancurkan prinsip ku dengan menempatkan ku di kamar umum?!" selidik Adam tidak terima. Sedangkan Theo masih setia dengan tampang datar. Hal ini sudah biasa terjadi. Selain narsis dan hobi tebar pesona, bosnya juga gemar menghamburkan uang. "Kenapa diam?" tuntut Adam. "Maafkan saya Tuan Adamson," sahut seorang wanita. Tidak lain Starla. "Saya penyebab musibah yang menimpa Tuan." Bungkuk Starla di depan brangkar Adam. "Kamu--" "Ah, tidak perlu membungkuk Nona Starla. Ini terjadi karena sudah garis takdir. Justru Tuan kita ini bersyukur tidak terjadi apa-apa pada Nona," seruduk Theo secepat kilat. Kalau tidak begitu Adam pasti sudah murka. "Theo, bisakah kamu keluar?!" Theo menoleh spontan ke sumber suara. Menampakan wajah serius Adam. Gawat! Bosnya benar-benar marah! "Tuan, bukankah Anda menyukai wanita? Orang di depan juga seorang wanita. Tolong jangan terlalu marah," bisik Theo sebelum pergi. "Pergilah." Melihat sorot matanya, Theo segera meninggalkan tempat. Jika tidak begitu instingnya mengatakan bahaya. Theo melangkah terpaksa. Starla masih terlihat membungkuk. Menampakan penyesalan teramat dalam. Mungkin orang awam tidak akan bisa melihat sesuatu yang terpendam rapat. Berbeda dengan Adam. Dengan wanita? Mungkin Adam adalah ahlinya. "Apa membungkuk adalah cara mu menyembunyikan kesedihan?" ucap Adam. Fokus pada wajah Starla. Tidak ada respon. Starla masih membungkuk. Sampai hatinya berkata siap. "Mungkin dengan cara menyembunyikan seorang wanita tidak akan dianggap remeh oleh lelaki," tandas Starla cerdik. Tubuhnya sudah tegak menghadap Adam. Semakin memperkuat dugaan Adam bahwa gadis di depannya sedang tidak baik-baik saja. Dia menyembunyikan sesuatu. Dan anehnya, Adam bisa menebak itu. "Oh... begitu rupanya." Starla terlihat lebih santai. "Sepertinya kita tidak perlu berkenalan lagi. Tapi untuk formalitas dan menghormati nama keluarga mu...." "Perkenalkan saya Starla Faranggis dari keluarga Faranggis. Sekali lagi saya mohon maaf atas kecelakaan yang disebabkan oleh saya pribadi. Sebagai bentuk tanggung jawab. Saya akan menyetujui segala bentuk ganti rugi yang Tuan Adamson inginkan," jelas Starla elegan. Ia tahu sedang berhadapan oleh orang nomor satu yang dicari penguasa bisnis "Hemm. Segalanya?" balas Adam. Alisnya terangkat sebelah. "Ya." Adam menyeringai m***m. "Kalau begitu...."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN