Awal Pertempuran Panjang

1467 Kata
Hidup itu aneh, selalu ada kejutan tidak terduga di dalamnya. Orang yang tampaknya paling membenciku, ternyata malah menjadi penyelamat hidupku di dalam dunia tidak bersahabat ini. Aku termangu menyaksikan William dan Goliath melawan para makhluk menakutkan itu. Aku tidak pernah melihat orang menggunakan pedang secara langsung sebelumnya, ternyata William sangat mahir dalam hal itu. Tidak terlihat sedikitpun keraguan atau ketakutan di matanya. Makhluk yang tubuhnya ditebas pedang William tidak bisa kembali menyatu ke bentuk semula. Kulihat pedang William mengeluarkan cahaya kebiruan setiap kali mengenai tubuh makhluk itu. Dalam sekejap saja mereka semua sudah menjadi abu. Pertempuran panjang dan melelahkan itu telah berakhir. Dengan pedang masih di tangan, William berjalan ke arahku. "Kau ... tidak apa-apa?" Ternyata seorang laki-laki menyebalkan seperti William juga bisa menunjukkan empati. Sikap itu membuat rasa sakit hatiku padanya sedikit berkurang. "Aku baik-baik saja, terima kasih," ucapku canggung. William tidak menanggapiku lagi, melainkan langsung berbalik badan. Di depan sana Goliath yang masih dalam bentuk kucing besar tampak menunduk padanya. William tiba-tiba mengangkat pedangnya dan berjalan cepat ke arah Goliath. "Penjaga tidak berguna!" Melihat Goliath hanya terdiam di tempatnya, aku langsung berlari menghadang pedang William dengan membabi buta. Ternyata aku terlalu cepat berbaik sangka pada laki-laki itu. Aku tidak akan membiarkan Goliath mati begitu saja setelah menyelamatkanku. "Apa kau sudah gila?" Dia berteriak. Rahangnya mengeras, sekali lagi aku melihat kemarahan di mata William. Pedang William hanya berjarak beberapa centi dari leherku. Sementara Goliath mengaum pelan, suaranya terdengar sangat lemah seperti menunjukkan ketidakberdayaan. "Sudah cukup acara bunuh membunuhnya!" Aku memberanikan diri berbicara dengan nada tinggi. Padahal jika sedikit lagi William menggerakkan pedangnya, maka aku bisa saja mati konyol seperti makhluk mengerikan itu. "Aku berhak membunuhnya." Suara itu terdengar sangat dingin. William tampak bersungguh-sungguh dengan ucapannya. Aku memajukan leherku hingga menyentuh ujung pedang William. Leherku terasa perih, mungkin sudah terluka. "Apa yang kau lakukan?" William langsung menarik pedang itu menjauh. Sudah kuduga, William tidak akan membunuhku semudah itu. "Jika Yang Mulia ingin membunuh seseorang, maka orang itu adalah aku. Goliath tidak membawaku ke hutan ini, tetapi akulah yang masuk sendiri ke sini!" "Tapi dia penjagamu, penjaga yang tidak berguna harus dilenyapkan." Aku tertawa sinis setelah dia mengatakan hal itu. "Jadi kau datang menyelamatkan aku karena aku masih berguna untukmu?" Dia terdiam, tebakanku benar. Beberapa saat sebelumnya aku sempat mengira bahwa William menyelamatkanku karena dia memang peduli. "Lantas apa kau juga akan menyingkirkan semua orang jika mereka sudah tidak berguna untukmu? Apa kau hanya menilai semua orang dari manfaatnya saja? Jika hidup seperti itu yang kau banggakan, pada akhirnya kau akan sendirian." Aku tidak tahu apa yang dipikirkan William setelah mendengar ucapanku, tetapi dia memasukkan kembali pedangnya. Kemudian William meninggalkanku bersama Goliath. Akhirnya aku bisa menarik napas lega. Setelah kepergian William, Goliath berubah ke dalam bentuk manusia. "Kau tidak terluka?" Aku memeriksa seluruh tubuh Goliath, tampaknya tidak ada luka sedikit pun. "Kenapa Yang Mulia menghentikan Raja?" Wajah Goliath tidak terlihat senang sama sekali setelah selamat dari maut. Tanganku terulur menepuk pelan bahu tegapnya. "Aku tidak menghentikannya, Goliath. Dia sendiri yang memutuskan untuk berhenti." "Tetapi makhluk rendahan seperti saya tidak pantas dibela, Yang Mulia." Tatapannya jatuh ke tanah, aku bisa melihat kesedihan di mata Goliath. Aku merangkul lengannya dan mengajaknya keluar dari hutan. "Kata siapa kau makhluk rendahan? Di duniaku bahkan tidak ada makhluk langka seperti kau ini. Mungkin jika kau datang ke duniaku, semua orang akan mengantri dan membayar mahal hanya untuk melihatmu." "Benarkah?" tanya Goliath begitu polos. Aku terkekeh pelan. "Benar. Jika kita bekerjasama membuka bisnis sirkus, pasti cuannya besar." "Bisnis sirkus? Apa itu?" Aku menggaruk hidung, mencoba menahan tawa. "Itu ... suatu pekerjaan yang bisa menghasilkan kekayaan." "Sepertinya menarik," kata Goliath antusias. Maafkan aku, Goliath. Otak bisnisku terkadang bekerja di luar logika. Sepanjang jalan pulang, aku terus mengajak Goliath berbicara untuk membuatnya merasa lebih baik. Punggung William terlihat jauh di depan kami, tetapi sepertinya dia sesekali menengok ke belakang. "Yang tadi itu makhluk apa?" tanyaku pada Goliath. Masih terbayang-bayang jelas wajah mereka yang sangat menyeramkan saat tertawa. "Yang Mulia tidak tahu? Mereka bangsa Troll," kata Goliath. Oh, ternyata seperti itu wujud dari makhluk bernama Troll. Sewaktu kecil aku hanya melihat mereka di film-film fantasi, bentuknya sangat jauh berbeda dari apa yang baru saja kusaksikan dengan mata kepala sendiri. "Saat Drake Belgoat menyerang halaman istana tujuh hari yang lalu, saya langsung merasakan kehadiran Troll di sini. Saya memasuki hutan untuk mencari mereka, tetapi tidak ada yang muncul. Selama beberapa hari saya terus mengawasi pergerakan di hutan ini. Mungkin kehadiran Yang Mulia membuat mereka menampakkan diri." Dia memberikan penjelasan yang membuatku mengangguk paham. Jadi saat Goliath terkena api dari naga, dia berlari ke hutan untuk mengejar Troll. Aku pikir dia ketakutan melihat naga, ternyata kucing besar good looking itu sangat gagah dan pemberani. Langkahku mendadak berhenti mengingat kalimat awal Goliath barusan. "Sebentar, katamu Drake Belgoat? Jadi Drake yang menyerang istana waktu itu dari kerajaanku?" Goliath memandangku dengan kerutan di antara alisnya. "Kerajaan mana lagi yang memiliki Drake putih kalau bukan Belgoat?" Aku terkejut mendengar kata-kata Goliath. "Lalu apa kau tahu kenapa para Troll itu ingin membunuhku?" "Saya tidak punya hak untuk menjawab pertanyaan itu, Yang Mulia. Tetapi yang jelas para Troll itu juga datang dari Belgoat." Dia menundukkan pandangannya ke bawah. Aku tidak menanyakan apa pun lagi pada Goliath. Kepalaku dipenuhi soal-soal yang tidak bisa kupecahkan sendiri. Mungkinkah naga putih itu utusan dari Belgoat untuk menyerang kerajaan William? Berarti berita penobatan Gwen sebagai Selir Agung sudah sampai ke kerajaan Belgoat. Lalu jika para Troll itu juga berasal dari Belgoat, kenapa mereka ingin membunuh Gwen? Mereka juga menyebutkan sesuatu berupa pengkhianatan. Apa yang sebenarnya telah Gwen lakukan di dunia ini? °°°° Pagi-pagi sekali aku sudah dipanggil ke lapangan istana utama. Dari tempat mandi sampai ke halaman istana, berulang kali aku memeriksa leherku yang mengenai pedang William tadi malam. Aku tidak menemukan bekas luka sedikit pun. Keanehan itu mengingatkanku dengan insiden naga api, waktu aku terbangun kemarin juga tidak ada sedikit pun bekas luka di tubuhku. Tidak mungkin orang yang terbakar api sebesar itu tidak terluka sedikit pun. Sepertinya ada sesuatu yang istimewa di tubuh Gwen. Apakah perempuan ini sejenis undead? Huh, otakku mulai berimajinasi lagi. Ternyata bukan hanya aku yang dipanggil ke sana. Selain Raja William, aku juga melihat Ibu Ratu Agung, Ratu Isabelle dan Elleona. Banyak prajurit dan pejabat istana yang berbaris di bawah panggung. Seperti akan ada kenduri besar saja. Atau, apa mereka akan membagikan bansos? Kalau begitu aku siap mengantri paling depan. Maklum, kaum gratisan. Ratu Isabelle yang duduk di samping Raja William tersenyum dan melambaikan tangannya padaku. Tidak, lebih tepatnya itu seperti sebuah isyarat untuk menyuruhku datang padanya. Aku pun berjalan mendekat. "Duduklah di sampingku, Gwen." Dia tersenyum menampakkan giginya. Perintahnya membuatku bingung. Di samping kanannya jelas-jelas tempat Raja William, sedangkan orang yang duduk di samping kirinya adalah Ibu Ratu Agung. Jadi dia memintaku duduk di samping mana? Tidak mungkin aku duduk di pangkuan Ibu Ratu Agung. Kalau duduk di pangkuan William, takutnya ada yang bangun. Atau kalau tidak, pasti kisahku akan langsung berubah ke genre thriller. Aku memberikan senyum canggung pada Ibu Ratu Agung sambil terus celingukan mencari tempat duduk. Wanita tua itu hanya mengangguk dengan senyum lembutnya. Di sebelahnya ada Elleona yang juga tersenyum melihatku. Apakah mereka tidak peka melihatku kesusahan mencari posisi? Perkara tempat duduk saja membuatku bingung setengah mati. Benar-benar kerajaan merepotkan. "Duduk di sampingku, cepat!" Siapa lagi orang yang bicaranya suka ngegas kalau bukan William. Dia menunjuk kursi di sebelah kanannya dengan lirikan mata. Elleona dan Ibu Ratu Agung terus melihat ke arahku dengan tatapan yang tidak bisa aku artikan. Tidak mau lebih lama menjadi pusat perhatian, aku segera mengambil duduk di sebelah William. Aku ingin menanyakan pada William kenapa di tempat itu sangat ramai orang. Akan tetapi, aku mengurungkan niat mengingat betapa manisnya mulut William. Salah satu prajurit meniupkan terompet yang bentuknya seperti gading gajah. Bunyi dari benda itu mengalun di udara untuk beberapa saat. "Duke Edmund sudah tiba!" Suara tersebut berasal dari gerbang yang baru saja terbuka. Memasuki dunia ini hampir sama dengan mendapatkan tur sejarah secara gratis. Seperti sekarang ini contohnya, aku bisa menyaksikan langsung ratusan kesatria berkuda dengan baju zirah besi seperti yang ada di film. Aku tidak sabar menunggu kemunculan orang yang bernama Edmund. Ingin melihat bagaimana tampang laki-laki tukang selingkuh itu. Bagaimana bisa dia masih berselingkuh setelah memiliki istri secantik Elleona? Namun, setelah dilihat Gwen memang sedikit lebih cantik dari Elleona. Bagaimanapun, tetap saja hal itu tidak bisa membenarkan perselingkuhan. Hanya karena seorang istri tidak lagi terlihat menarik di mata suami, bukan berarti harus mencari yang baru, kan? Terkadang aku tidak mengerti dengan perilaku kaum berbatang. Seorang laki-laki muncul dari tengah barisan para ksatria. Dengan kuda hitamnya, dia mengikis jarak. Saat dia turun dari kudanya dan berjalan ke depan panggung, sekujur tubuhku terasa panas dingin. Laki-laki itu ... sangat mirip dengan Dion, suamiku di dunia nyata. Aku tidak salah lihat, bukan?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN