BAB 21

1130 Kata
Enam tahun berlalu. Anisa memiliki seorang anak perempuan bernama Aqila. Dia tumbuh menjadi anak yang cantik dan ceria. Anisa juga baru melahirkan bayi laki-laki bernama Daniel Nugraha. Anisa tinggal di salah satu perumahan elite, di tengah Kota. Setelah menikah ia berhenti bekerja dan fokus mengurus keluarga. Kebetulan Dimas membuka restoran ala barat, cafe, dan rumah makan yang menjual makanan khas senusantara, yang berdiri di Pusat Kota Jakarta. Hari-hari Dimas mengawasi para pekerja di Rumah makan miliknya. Sementara Restoran ia kerahkan pada adiknya Sinta. Mereka mengelola bersama usaha yang Dimas dirikan. Untuk hasil Dimas 70%dan Sinta 30% sudah dipotong keperluan belanja bahan makanan. “Nenek, letakkan saja adik di kasur! Nenek pasti sudah lelah menjaga adik,” ucap Aqila pada neneknya yang tengah berdiri menggendong Daniel yang tengah tertidur pulas. “Iya Bu, taruh di kasur saja Bu! Anisa tidak enak jika harus merepotkan Ibu.” “Tidak mengapa menantuku sayang. Ibu tidak merasa direpotkan sama sekali. Beristirahatlah Nak! Biar Ibu yang menjaga Daniel.” Bu Lina dengan tulus merawat cucunya. Ia ingin menebus segala penyesalan di masa lalunya dengan memperbaiki segala sikapnya menjadi lebih baik dan lebih berguna. “Iya sudah Bu jika Ibu tidak keberatan, Anisa akan tidur sebentar saja. Kebetulan mengantuk sekali karena semalaman Daniel rewel. Jika Ibu sudah capek, taruh saja di kasur ya, Bu?” “Iya Nak, nanti Ibu taruh di dekatmu, jika Daniel sudah terlelap cukup lama. Kalau ditaruh sekarang takutnya bangun lagi, kamu mesti menyusuinya lagi.” Bu Lina membawa Daniel ke kamarnya. Sementara Anisa terlelap di kamarnya bersama anak sulungnya yang lebih dulu tertidur. ****** “Kerja bagus. Hasilnya selalu meningkat setiap harinya. Tolong pertahankan pencapaian kita!” “Untuk Mbak Aliya, tolong temui saya di ruangan! Ada hal yang mesti kita bicarakan." “Baik Pak.” Wanita yang dipercaya Dimas sebagai bendahara di rumah makan miliknya, menjadi orang paling penting dan disegani oleh para pekerja yang lain. Apalagi Aliya sosok wanita yang baik, sopan, dan bertanggungjawab, sehingga membuat siapa pun kagum terhadapnya. “Maaf Pak. Apa yang akan kita bahas? Soalnya saya masih banyak tugas yang belum selesai.” Dimas menatap lekat wanita di hadapannya. Entah rasa kagum atau apa? Rasanya susah dijelaskan. “Hari Rabu nanti, kita akan mengadakan acara perayaan lima tahun hari jadi rumah makan ini, jadi kita akan mengadakan syukuran sekaligus makan bersama dengan para pegawai, dan silahkan undang keluarga masing-masing! Mengingat perkembangan restoran kita ini sangat pesat, sehingga acara tahun ini akan jauh lebih besar dan meriah. Tentunya ada dorprise untuk para tamu yang datang.” “Baik Pak. Akan kami musyawarahkan bersama para pegawai setelah ini. Terima kasih Pak sudah mempercayakan saya untuk urusan ini.” “Baik, kamu bisa kembali ke ruang kerjamu sekarang!” “Baik Pak, saya permisi.” Aliya meninggalkan ruang khusus milik Dimas Nugraha, sebagai pemilik utama Rumah Makan Nusantara dan pemilik Aqila Cafe, tempat yang paling bergengsi di Kota Jakarta, dan tempatnya juga sangat cocok untuk berswafoto bersama keluarga, atau orang terdekat Anda. “Ya Allah berdosakah aku mengagumi cara kerja Aliya? Dia begitu cerdas dan bertanggung jawab. Semoga hanya sebatas rasa kagum atas cara kerjanya. Sungguh aku hanya mencintai istriku Anisa.” Dimas mulai bermonolog dengan dirinya sendiri. Ia pun memutuskan untuk keluar dari ruangan, dan mengawasi kembali para pekerjanya yang tengah melayani para pelanggan dan pembeli baru di rumah makannya. “Eh Dimas, ya?” Salah satu pengunjung mendekat dan tidak sengaja berpapasan dengan Dimas. “Maaf siapa, ya? Saya lupa,” sahut Dimas karena merasa tak mengenali pengunjung yang baru saja menyapanya. “Aku Maya Dim, yang dulu kamu kejar terus waktu SMA,” sahut wanita itu tanpa malu. Dimas langsung memindai setiap inci dari wanita itu. “Oh kamu May? Itu mah dulu zaman SMA masih labil, jangan diingat lagi!” “Ah, jangan marah dong Dim! Kamu makin ganteng saja Dim. Kalau sekarang mah, aku gak akan menolak kalau kamu tembak. Kebetulan atau memang takdir kita bertemu lagi, setelah aku kuliah ke London, aku tidak pernah tahu kabarmu lagi.” Wanita itu tanpa rasa malu, mengatakan semuanya secara sadar. Ia bar-bar sekali. Sedangkan Dimas hanya menanggapi dengan biasa saja. “Maaf ya Maya! Aku yang sekarang bukanlah aku yang dulu. Aku sudah menikah dan aku sudah tidak memiliki perasaan apa pun terhadapmu. Silahkan menikmati santap siangmu! Aku permisi, masih ada kesibukan lain yang menungguku.” Maya menganga menatap tak percaya akan sikap Dimas yang sekarang. Dulu Dimas sempat menyatakan cintanya pada gadis berhidung mancung itu, namun Maya menolaknya mentah-mentah. Dimas meninggalkan Maya yang hampir serangan jantung karena tak menyangka sikap Dimas padanya sangat berbeda. Ia pikir semua laki-laki akan tetap berlaku sama, setelah mendapat penolakan yang menyakitkan? Tentu saja tidak. Apalagi sekarang sudah ada Anisa yang bergelar seorang istri, dan akan selalu berada dihatinya, tak akan terganti. “Bagaiamana bisa dia berubah? Sejak aku tahu dia sudah kaya dan memiliki rumah makan besar ini, aku sudah siap lahir batin menjadi istrinya. Eh ternyata dia sudah menikah. Dasar laki-laki penghianat. Di tolak itu tandanya harus berjuang, eh sesudah kaya nikahnya sama yang lain,” Maya menggerutu kesal mendapat perlakuan yang sangat berbeda dari laki-laki yang dulu sangat mencintainya. Ia pun tetap melanjutkan makan dengan wajah memerah menahan amarah. Sudah cantik, dan dia merasa sempurna, dikira setelah ini bakal dilamar sama Dimas, eh tahunya menerima kenyataan pahit, Dimas sudah menikah. ****** “Ibu, Rival dapat peringkat satu lho, Bu. Nanti kasih tahu ayah ya, Bu? Ayah pasti bangga kan Bu,” anak laki-laki berusia 9 tahun itu menunjukkan rapor hasil belajarnya pada sang ibu yang tengah menata baju-baju bermerek pada almari Butik Mita Busana, butik terkenal yang Mita dirikan sejak tiga tahun lalu. Jajaran manekin yang berbaris rapi dengan kapan kain terbaik, bukti kesuksesan Mita setelah mengalami keterpurukan dalam hidupnya selama menikah dengan Rangga. Sepeninggalan bapak mertua tiga tahun lalu, meninggalkan banyak warisan untuk ketiga anaknya. Mereka memanfaatkan uang pemberian sang bapak untuk membuka usaha yang mereka tekuni. Berkat uang pemberian sang Bapak, semua memiliki usaha masing-masing. Namun berbeda dengan Sinta, uang pemberian sang bapak ia tabung, karena ia lebih memilih bekerja pada kakaknya. Niatnya setelah memiliki tabungan berlebih, Sinta akan mendirikan sebuah Yayasan untuk anak yatim di Kota Jakarta. “Anak hebat Ibu dan ayah, semoga menjadi anak yang berguna ya, Nak? Terima kasih sudah membuat Ibu dan ayah bangga.” Rival meletakkan kembali rapornya, dan memeluk ibunya yang kini berjongkok di hadapannya. “Sayang kita pulang ke rumah dulu, ya? Makan sama Ibu!” “Wanda, saya mau pulang. Semangat bekerja gajimu akan naik bulan ini. Kinerja sangat baik.” “Wah yang benar nih, Bu? Terima kasih Bu.” Wanda pun menggandeng tangan Rival dan menaiki mobil Terios miliknya yang terparkir di depan butik miliknya. “Dasar majikan bodoh! Tidak tahu saja dia, aku rajin bekerja di butik ini karena mengincar suamimu?”

Baca dengan App

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN