“Sinta buka pintunya!” Suara Aldo seakan menjadi bom dalam puncak kegelisahan Sinta.
“ Aduh, mas Aldo sudah datang, bagaimana ini? Iya sebentar, Mas.”
Sinta membuka hendel pintu dengan tangan gemetaran.
“Lama banget sih?” protes Aldo setelah pintu terbuka.
“Maaf, Mas, Sinta tadi lagi bersiap.”
“Mau berangkat sekarang, Mas?” tanya Sinta kian merasa cemas. Kehancuran telah di depan mata.
“Iya ayo, kita periksa ke Klinik Rina Alona sekarang. Nanti keburu banyak antrean.”
Mendengar nama Klinik Rina Alona, Sinta sedikit merasa lega, walaupun kecemasan dan rasa takut lebih dominan. Nyalinya kian menciut. Tak ia sangka kebohongan yang ia buat sejak awal akan menjadi bumerang.
“Iya Mas.”
Sinta mengekori suaminya.
“Mama, mau ke mana?” tanya Aldo keheranan melihat mamanya juga tampil rapi.
“Mama juga mau ikut Do. Bolehkan Mama ikut?”
“Boleh Mah, kenapa tidak? Lagian dari pada Mama di Rumah sendirian.”
‘Aduh, kenapa juga ini mertua pakai ikut-ikutan segala?’ gerutu Sinta dalam hati.
Sesampainya di klinik, mata Sinta menyapu pandangan ke segala arah. Namun orang yang sedari ia cari tidak menampakkan diri.
‘Duh mana lagi si Rina ini? Sudah tahu sahabatnya lagi butuh pertolongan, malah tidak ada kelihatan batang hidungnya,’ gumamnya dalam hati.
“Ada yang bisa saya bantu, Bu?” seorang wanita muda dengan rumahnya melayani mereka.
“Mau periksa kandungan istri saya kak,” jawab Aldo.
Baik silahkan isi data terlebih dahulu, sembari menunggu Bidan Rina datang! Beliau sedang ada keperluan sebentar di luar.”
“Baik kak terima kasih.”
Beberapa menit kemudian Rina datang bersama dengan Anisa.
“Bu Rina, ini menantu saya mau periksa kandungan,” sapa Bu Ati, saat Rina dan Anisa mendekati mereka.
“Mari ke ruang periksa!” ajak Rina sopan.
Anisa dan perawat yang lain membawakan data Rina.
“Sudah berapa bulan kandungan kamu, Sin?” tanya Rina sembari tersenyum ramah.
“Sudah enam bulan Rin,” sahut Sinta cemas. Ia berharap Rina benar-benar membantunya kali ini.”
Rina mulai mengikuti permainan licik Sinta.
“Kita akan cek detak jantung yang ya Rin! Kalau untuk USG tunggu Dokter Hera kemari, mungkin minggu depan.”
“Biasanya periksa ke mana, Rin? Di sini tidak ada data kamu sebelumnya.”
‘Duh si Rina ini sengaja mau buka aib aku atau bagaimana sih? Bukanya isi pesanku sudah dia baca? Kok malah banyak bertanya begini? Pasti dia dendam, karena Aldo lebih memilih aku daripada dia,’ Sinta menggerutu kesal dalam hati.
“Aldo, Ibu, biasanya Sinta periksa ke mana?” Rina mengulang pertanyaan yang kini di tunjukkan pada Aldo dan juga bu Ati, karena Sinta tak kunjung menjawab pertanyaannya.
“Wah, saya tidak tahu Bu. Sinta kemarin-kemarin periksa sendiri Bu, entah ke mana periksanya?” sahut bu Ati terus terang.
“Ini perut kamu kok kecil banget sih Sin? Usia enam bulan seharusnya sudah besar Sin.”
“Kan kamu tahu Rin, aku langsing. Makanya belum kelihatan besar,” kilahnya berbohong.
“Oke buka perut kamu! Kita periksa detak jantung anak kamu,” perintah Rina pada Sinta.
Sinta tampak terkejut, rupanya riwayatnya akan benar-benar tamat hari ini.
“Nis, tolong ambilkan gel dalam almari itu!” titah Rina pada Anisa perawat yang selalu siap sedia membantunya.
Buka sekarang Sinta! Kita oleskan gel, dan kita periksa detak jantung anak kamu. Sepertinya ada yang tidak beres Sin. Soalnya sejak tadi aku rasa perut kamu tidak ada gerakan sama sekali,” ungkap Rina.
“Ada apa dengan kandungan istri saya Bu?” tanya Aldo panik.
“Sebentar, saya akan periksa detak jantungnya terlebih dahulu.”
Gel sudah dioleskan, alat pendeteksi detak jantung pun sudah digulirkan ke sana kemari, namun nihil tidak ditemukan apa pun. Rina tersenyum datar pada Sinta yang menatapnya tajam.
“Maaf ya Sin, kamu ini sebenarnya hamil atau tidak? Tidak ada aku temukan apa pun di dalam sana. Detak jantungnya juga tidak ada.” pertanyaan Rina sontak membuat bu Ati dan Aldo terkejut. Mereka saling pandang satu sama lain.
“Jangan mengada-ngada kamu Rin! Jelas-jelas aku hamil kok. Bisanya kamu bertanya begitu? Kamu sengaja mau buat rumah tanggaku hancur, ya? Kamu dendam sama aku, karena aku sudah merebut Aldo?” tanya Sinta dengan nada emosi.
“Apa Bu, maksud Ibu Sinta berpura-pura hamil?,” tanya Aldo sembari menatap sinis pada istrinya.
“Keterlaluan kamu Sin! Jadi selama ini kamu sudah membohongi kami semua? Dari awal Ibu sudah curiga sama kamu, bodohnya Ibu, tidak menyuruhmu cek kehamilan sebelum kalian menikah.”
“Ibu, Maafkan Sinta Bu! Ampun, Bu,” Sinta mencoba memegang tangan ibu mertuanya, namun tangannya ditepis dengan kasar.
Tidak ingin dipandang buruk oleh orang, dan tidak ingin terjadi keributan, yang memancing banyak orang untuk menonton, dengan terpaksa Rina menyuruh mereka pulang.
“Sebaiknya selesaikan masalah kalian di rumah! Masih banyak antrean di luar sana. Kasihan mereka lama menunggu. Ibu dan Aldo yang sabar ya atas ujian ini!”
“Baik Bu, terima kasih Bu, kami permisi. Maaf sudah membuat keributan di sini,” pamit Aldo pada Rina.
Mereka gegas pulang. Sepanjang jalan, Sinta hanya bisa menangis. Sementara Aldo dan bu Ati yang merasa ditipu oleh Sinta hanya diam tak lagi peduli pada Sinta yang terus menangis dan memohon ampun.
“Tolong jelaskan sama Ibu dan Aldo, apa mau kamu Sinta? Tega-teganya kamu membuat kebohongan demi menikah dengan anakku. Asal kamu tahu sejak awal aku sudah ingin menjodohkan Aldo dengan Santi, tapi kamu tiba-tiba mengaku hamil, dan membuat harapanku hancur berantakan.”
“Maafkan Sinta Bu! Sinta mencintai mas Aldo. Sinta tidak ingin mas Aldo dimiliki siapa pun termasuk Bidan Rina dan Santi menantu yang ibu idamkan itu. Sinta mohon ampun Bu!”
“Ibu kecewa sama kamu Sinta. Ibu sudah mulai menyayangi kamu, tapi ini balasannya kamu untuk kami?”
“Ini pakaian kamu, ayo akan aku kembalikan kamu pada orang tuamu. Kesalahan kamu sudah tidak bisa dimaafkan,” sentak Aldo dengan menarik tangan Sinta hingga wanita licik itu mengaduh sakit.
“Bu aku mohon cegah mas Aldo Bu! Aku tidak ingin pulang. Aku ingin tetap di sini bersama mas Aldo Bu, Aku cinta sama mas Aldo Bu,” rengeknya yang tak dihiraukan lagi oleh bu Ati.
Wanita paruh baya itu terlihat sangat terluka. Saat ia mulai menyayangi menantunya yang keras kepala, dan pemalas itu, kini justru ia mengetahui sebuah kebohongan besar. Cucu yang dinantinya ternyata hanya bagian dari karangan cerita bohong menantunya yang licik itu.
“Mama sudah tidak peduli lagi sama kamu. Tega kamu berbuat senekat ini. Tega kamu membohongi kami semua, hanya demi sebuah pernikahan yang kamu impikan.”
“Jadi foto-foto saat aku tak berpakaian sedang tertidur itu, itu ulah kamu? Jadi waktu itu pun aku juga tidak menodaimu? Kamu kejam Sinta.”
“Maafkan Aku Mas! Aku mohon jangan pulangkan aku! Aku sangat mencintaimu Mas. Itu semua aku lakukan agar aku bisa memilikimu.”
“Aku tidak bisa lagi Sinta. Caramu sungguh licik. Dan bodohnya aku percaya saja sama kamu waktu itu.”
“Ayo cepat jalan! Jangan membuat aku bertindak lebih kasar lagi sama kamu. Ayo Mah, kita antar wanita ini kembali ke keluarganya! Tidak ada lagi maaf dariku untuknya, Mah.”
“Sinta Aurora, mulai saat ini aku talak kamu!” Aldo mengucapkan kalimat talak pada Sinta di depan mamanya dengan lantangnya.
Wajah Sinta semakin pias menerima kalimat talak yang tak ia sangka, keluar dari mulut suami yang sangat dicintainya.
“Mas. Tega kamu Mas! Semuanya masih bisa diperbaiki. Kamu mengambil jalan pintas secepat ini!”
“Maaf Sinta, kamu sudah berbuat terlalu jauh. Aku tidak suka berbelit-belit. Terimalah semua yang sudah terjadi! Mungkin memang sampai di sini saja pernikahan kita. Semua yang diawali kebohongan akan hancur pada waktunya.”
“Ayo masuk! Aku akan mengembalikan kamu pada ayahmu.”
Tatapan Aldo begitu berbeda sekarang. Sinta merasa sangat hancur oleh permainan yang ia ciptakan sendiri. Ia pikir suaminya akan memaafkan dirinya, karena ini hanya masalah sepele. Namun ternyata suami dan mertuanya begitu murka hingga talak jatuh padanya saat itu juga.
Sepanjang perjalanan tidak ada lagi kata yang terucap. Semua diam dalam pikiran masing-masing. Karena Aldo tak fokus menyetir, tiba-tiba mobil yang dikemudikannya melaju semakin kencang, oleng dan menabrak mobil tangki dari arah yang berlawanan. Kedua kendaraan tersebut sama-sama melaju dengan kecepatan tinggi, tabrakan mengakibatkan mobil mengalami kerusakan parah.