"Lo apain Sofia?!"
Suasana di teras rumah Ruby yang tidak biasanya di jejaki oleh James, mendadak memanas. James berdiri dengan tangan kirinya masuk ke dalam saku celana. Tatapannya begitu tajam. Dia sudah tahu, sahabat Sofia itu pasti terkejut dan berpikiran buruk tentangnya saat membawa Sofia ke rumah putih dalam keadaan tidak sadarkan diri.
Rumah putih yang terbilang luas dengan ornamen - ornamen glamor juga terdapat beberapa ukiran di dinding itu adalah rumah milik Ruby. Sang pemilik rumah masih di dalam untuk mengecek keadaan Sofia, sementara dua orang laki - laki justru menjadi biang keributan rumah itu.
Angin dingin yang datang bahkan tidak dipedulikan oleh James dan Marve. Marve terus beropini jika James yang telah membuat Sofia pingsan. Sementara James mencoba menjelaskan dengan detail namun tetap saja tidak dipercaya oleh Marve. Dia tahu akan seperti ini. Tapi ini lebih baik dari pada melihat Sofia yang ingin mengakhiri hidup.
"Denger, gue cuma nolongin dia. Dia pingsan di pinggir lapangan tadi. Karena gue cuma tahu temennya lo berdua, ya gue bawa ke sini. Gue gak ada niat buat nyelakain dia!" bela James atas dirinya.
Marve melontarkan senyuman kecut. Berapa kali pun James akan menjelaskan, dia tetap bersikeras menganggap bahwa James adalah penyebab Sofia tidak sadarkan diri. "Gue gak akan pernah percaya sama lo! Gue udah paham banget akal bulus lo! Dia abis di bully kan sama cewek lo itu si Jenn Jen Ganjen?! Dan lo cuma ngedrama bawa Sofia ke sini biar kita gak curiga? Bodoh!" tukas Marve menyangkal semua menjelaskan James.
"Terserah! Mau gue jelasin pake seribu bahasa bahkan bahasa binatang pun lo gak bakal bisa paham! Intinya sekarang, gue berhasil selamat in Sofia!"
"Eh lo siapa sok sokan bilang selamat in Sofia?! Justru lo yang nyebabin dia kayak gitu! Inget, lo emang sumber rasa suka Sofia, tapi lo juga sumber rasa sakitnya! Jangan sok jadi pahlawan!"
Lagi.
Ingatan James memutar ulang memorinya yang selama ini telah ia lakukan terhadap Sofia. Omongannya yang pedas, sikapnya yang begitu keras, dia mengakui itu semua. Iya, dia mengakui ialah salah satu kontributor pembuat rasa sakit Sofia. Tapi … Dia masih bersyukur. Bersyukur karena ia sempat menghentikan Sofia yang putus tadi. Bersyukur ia tidak meninggalkan Sofia begitu saja dan mengikutinya sampai menemukan gadis yang pingsan di pinggir lapangan itu.
"Kalo lo tau hal sebenarnya, gue yakin lo bakal ngucap terima kasih dama gue, " ucap James.
Marve yang dihantui pikiran buruknya mulai mengepalkan tangan, pikiran rasionalnya benar - benar tertutup untuk menerima dan mencoba memahami penjelasan James. Emosinya yang saat ini sedang menguasai dia.
Bugh!
Tanpa aba - aba, Marve menonjol pipi James dengan sekuat tenaga. Harapannya, dis bisa membalas apa yang telah James perbuat dengan Sofia. Dia tidak terima sahabatnya terus menerus disakiti oleh James baik jiwa dan raganya.