Episode 12 : Ajakan Menikah Dari Zack

1687 Kata
Di sebuah pusat perbelanjaan, di toko buku yang terbilang sangat luas, kedua mata Zack menemukan sosok Arina di sana. Tampak Arina yang tengah mengamati setiap buku di rak jajaran best seller. Beberapa buku tampak Arina ambil, diamati lebih saksama, sebelum dikembalikan ke tempat semula.  Hari ini Arina kembali mengurai rambut bergelombang warna hitamnya dan sesekali akan Arina selipkan ke belakang telinga. Mengenakan dress warna putih dan panjangnya tepat di bawah lutut, model renda pada bagian perut ke bawah, dipadukan dengan kardigan berwarna senada, membuat wanita bertubuh semampai itu tampak sangat anggun. Sedangkan rias natural yang menghiasi wajah, kian mempermanis penampilan Arina yang tetap terlihat elegan dalam kesederhanaan. Seperti informasi yang Zack dapatkan dari orangnya, Arina mengunjungi pusat perbelanjaan sekaligus toko buku seorang diri, tanpa ditemani Alvaro, atau pria yang sudah menjadi tunangan Arina. Sedangkan mengenai Alvaro, Zack ketahui bekerja di salah satu bank swasta yang dipimpin oleh Frans Adiyono selaku papah Zack. Sungguh sebuah kenyataan yang membuat Zack hanya bisa menyesal. Kenapa? Kenapa ia baru mengetahui semua itu, setelah semua keadaan sudah berubah sedangkan Arina juga sampai tidak mau berurusan dengannya? Zack yang awalnya mengamati Arina dari kejauhan dan turut dipantau oleh ke dua ajudan yang hanya jaga-jaga di sekitar sana, berangsur mendekati Arina. Zack menyelinap dan sengaja berada di balik rak buku yang tengah Arina hadapi. Untuk jaga-jaga, pria tampan itu mengambil asal sebuah buku dan menggunakannya untuk menutupi wajah. Dan melalui buku tersebut, Zack mengamati setiap inci wajah Arina dengan diam-diam. Bahkan, rambut bergelombang Arina yang tampak sangat indah juga tak luput dari pengamatannya. Mungkin sekitar lima menit dari kesibukan Zack mengamati Arina, dering ponsel dari tote bag warna hitam yang menghiasi pundak Arina, juga tak luput dari perhatian Zack. Zack dapati, Arina yang buru-buru membuka tasnya, kemudian mengeluarkan ponsel dari sana. “Iya, Mas? Aku ....” Menyadari Arina akan mengamati sekitar, Zack buru-buru menutup rapat wajahnya menggunakan buku ambilannya, seiring ia yang sampai menunduk mengingat tubuhnya jauh lebih tinggi dari Arina, bahkan rak buku di hadapan mereka. “Aku lagi di toko buku, Mas. Lagi cek stok buku. Eh tadi tanya, masih lumayan banyak.” “Hah ...? Mas mau beli semuanya? Hah? Sekalian sama penulisnya? Penulisnya enggak bisa dibeli, Mas. Penulisnya cukup dinikahin!” Arina terkikik geli sembari membenarkan posisi kaitan tote bag di pundak kanannya, yang sedikit melorot.  Melihat Arina yang sebahagia sekarang, Arina yang tersipu di mana ke dua pipi wanita cantik itu sampai bersemu, Zack merasa sangat bahagia seiring pria itu yang juga merasa sangat damai. Andai, kebahagiaan Arina tercipta karenanya, mungkin kedamaian sekaligus kebahagiaan yang Zack rasakan akan benar-benar sempurna. “Nanti malam, Mas mau ke rumah? Hmm, aku mau apa? Mmm, ... makanan? Daripada Mas beli makanan di luar, lebih baik aku belajar masak lagi. Nanti, sepulang dari sini, aku beli beberapa sayur sama keperluan buat masak!” “Oh, tentu! Mas memang harus tambah terpesona ke aku!” Arina kembali nyaris tergelak dan buru-buru menekap mulutnya menggunakan tangannya yang bebas. Zack yang diam-diam masih memperhatikannya juga ikut bahagia. Namun, di tengah senyumnya, pria itu juga kembali merasa sakit dan lagi-lagi menjadi menitikkan air mata. “Mas sudah makan siang, kan?” Arina memutuskan untuk berlalu dari sana setelah sampai mengambil tiga buah buku yang ia dekap, kemudian ia serahkan kepada kasir untuk dibayar. Zack yang ditinggalkan oleh Arina, berangsur memastikan buku yang wanita itu bawa. Buku bersampul kuning dan nyatanya merupakan buku Arina, lantaran di sampul tersebut tertera nama Arina Subekti, sebagai penulisnya. Terlepas dari itu, masih Zack ingat dengan jelas, mengenai keluh kesah Arina beberapa saat lalu, hanya karena buku wanita itu kurang laku. Jadi, demi membahagiakan Arina meski tidak wanita itu ketahui, Zack memutuskan untuk memborong semua buku-buku Arina. Tak hanya di toko buku keberadaannya, melainkan semua toko buku yang menjualnya. Bahkan kini, Zack langsung mengambil tiga buku yang masih tersisa, sebelum pria itu berlalu dari sana. “Meluk bukunya saja sudah membuatku bahagia. Apalagi meluk penulisnya?” pikir Zack yang merasakan getirnya mencintai sendiri. ***  Malam harinya, Zack masih menjadi pengamat yang baik untuk Arina, bahkan di hari-hari berikutnya. Arina yang tampak sangat bahagia di setiap wanita itu bersama Alvaro. Terlebih, di setiap sore menjelang malam, Alvaro nyaris tidak pernah absen mengunjungi Arina, lengkap dengan cindera mata yang tidak pernah absen Alvaro bawa. “Rin, ... boleh ngobrol bentar?” Suara yang cukup asing di telinga Arina tersebut, langsung mengecohkan fokus wanita itu. Arina yang baru saja melepas kepergian Alvaro hingga jalanan depan rumahnya, berangsur balik badan. Ia dapati, Zack yang keluar dari tikungan sebelah dan entah karena apa, pria yang terlihat makin matang tersebut, melangkah dari sana. Namun tentu, Arina kembali menoleh ke kanannya, memastikan Alvaro yang malam ini berkunjung mengenakan mobil, tidak sampai melihat kehadiran Zack. Beruntung, mobil Alvaro benar-benar sudah meninggalkan jalanan depan. Berbeda dari pertemuan sebelumnya, kali ini Zack tak sampai mengenakan mantel hangat. Pria itu hanya mengenakan kemeja lengan panjang warna putih yang dipadukan dengan celana bahan berwarna hitam. Memang tidak sampai mengenakan dasi apalagi jas, tapi itu sudah lebih dari cukup untuk seorang Zack yang memiliki fisik sekaligus ketampanan yang sempurna.  Bagi Arina, Tuhan memang sangat mengistimewakan Zack setelah Tuhan memberi anugerah fisik berikut rupa kepada pria itu dengan sangat sempurna. Namun, Arina sungguh tidak bisa berkomentar lebih jika harus mengingat apa yang terjadi dengan mereka di masa lalu. Apalagi sejauh ini, Arina tipikal yang setia. Diberi Alvaro yang dewasa dan selalu mengayominya sekeluarga saja, sudah lebih dari cukup. Arina sangat bersyukur apalagi mengenai fisik dan rupa, Alvaro yang berusia lebih dewasa dari Zack, tidak begitu kalah. Ketika Arina kembali mengingat, jika melihat penampilan Zack yang kini tampak selalu tertata rapi bahkan terbilang dinas, sepertinya, pria yang beberapa kali terakhir kerap Arina jumpai dalam pertemuan tak terduga dan membuat Arina merasa jika dunianya terlalu sempit, memang sudah memiliki pekerjaan tetap. “Oh, iya ... bukankah tadi, Zack minta izin buat ngobrol?” pikir Arina yang kemudian menepi dari pemikiran sekaligus penilaiannya terhadap Zack. “Aku mau minta maaf,” ucap Zack yang kembali melanjutkan langkahnya mendekati Arina. Arina menatap bingung pria di hadapannya. Meski ia paham maksud pria itu, tapi Arina sungguh tidak mau larut dalam masa lalu. Bukankah tak ada yang lebih penting dari apa yang Arina miliki saat ini dan itu Alvaro, apalagi untuk masa lalu seperti Zack yang belum tentu memberi pengaruh baik untuk kehidupan Arina? “Nikah, yuk?” lanjut Zack. Arina langsung terdiam tak percaya, terlepas dari wanita itu yang merasa jika pendengarannya mendadak bermasalah. Sadar wanita di hadapannya menjadi kebingungan bahkan tampak tidak yakin, Zack kembali mengulang ucapannya dengan suara lebih tegas. “Ayo, kita nikah! Aku sudah menunggu saat-saat seperti ini sejak lama, Rin!”  Arina melihat ketulusan sekaligus keseriusan dari ke dua manik mata Zack. Arina cukup yakin, jika pria di hadapannya dan hanya berjarak sekitar dua meter darinya itu tulus. Hanya saja, apa yang Zack lakukan justru membuat Arina terluka. Tak hanya mengenai masa lalu mereka yang terlanjur membuat Arina kecewa di mana wanita itu juga sempat sampai trauma dalam waktu lama, melainkan, mengenai status Arina sendiri yang sudah bahagia bersama Alvaro. Dan kenapa juga, Zack tiba-tiba hadir setelah Arina berhasil melupakan pria itu, berkat cinta kasih seorang Alvaro yang selalu memberi Arina cinta berlimpah? Tanpa menjawab, Arina memutuskan untuk berlalu dari hadapan Zack. Arina yakin, kepergiannya meninggalkan Zack tanpa harus menjawab, sudah cukup membuat pria itu paham mengenai apa yang Arina rasakan. “Aku tahu aku salah. Aku sudah kelewatan, tapi kamu juga tahu, kalau apa yang aku lakukan dulu, bahkan sekarang, semuanya beralasan. Dulu aku terpaksa bohong karena aku benar-benar cinta kamu!” tegas Zack sambil menahan sebelah tangan Arina dengan erat. “Lepas, Zack!” Arina langsung mencoba mengenyahkan tahanan tangan Arina. “Enggak, Rin. Aku enggak akan lepasin kamu untuk ke dua kalinya. Cukup dulu saja, aku bodoh. Tidak sekarang! Aku enggak mau kehilangan kamu, dan aku butuh kamu! Aku enggak bisa tanpa kamu!” Di antara tangis yang sampai berlinang, Zack benar-benar memohon. “Enggak, Zack! Aku enggak bisa! Aku sudah akan menikah, dan aku sangat mencintai calon suamiku!” Arina langsung menggeleng tegas sambil tetap berusaha mengenyahkan tahanan tangan Zack yang semakin lama, justru semakin kencang. “Kami saling mencintai. Jadi tolong, jangan ganggu kami!” Kali ini, giliran Zack yang menggeleng tegas. “Enggak, Rin ....” “Maaf, Zack. Tapi tolong, lepas. Enggak enak kalau ada yang lihat, apalagi orang-orang sini tahu, kalau aku akan menikah!” Arina benar-benar memohon di tengah air matanya yang sampai mengalir. “Aku enggak peduli. Bahkan meski kamu sudah menikah pun, aku tetap enggak peduli, Rin!” tegas Zack meyakinkan. Arina kian sibuk menggeleng seiring air matanya yang terua berlinang di tengah tatapannya yang menjerat Zack penuh kecewa. Melihat Arina yang sangat memohon dan sampai berlinang air mata, dan lagi-lagi itu karenanya, sangat kontras ketika wanita itu sedang bersama Alvaro, Zack juga merasa jauh lebih sakit dari sebelumnya. Zack bahkan dengan sendirinya mengakhiri genggaan tangannya terhadap Arina, di mana Arina yang tampak ketakutan, juga buru-buru meninggalkannya. Arina langsung memasuki gerbang setinggi dua meter dan menguncinya. Dan kini, Zack bisa memastikan jika Arina tak hanya menghindarinya, melainkan takut kepadanya. “Aku benar-benar akan menunggu. Dan aku akan tetap menunggu di mana kamu benar-benar bisa menerimaku, Rin!” batin Zack yang tak lagi mendapati Arina lantaran wanita itu telah masuk rumah setelah tadi sampai berlari hanya untuk meninggalkannya. ****  Lantaran di ruang keluarga masih ada Pram dan Marwa yang sedang duduk bersanding di sofa panjang sembari menonton televisi, Arina sengaja menjaga dirinya. Ia tak hanya menyeka air matanya, melainkan mengontrol emosinya dan menghiasi wajah cantiknya dengan senyuman. Tak lupa, Arina juga sengaja mendekati keduanya dan basa-basi sebentar agar ke dua orang tuanya tidak curiga. Pun meski pada kenyataannya, ingatannya tidak bisa berhenti memutar kejadian ketika Zack mengajaknya menikah.  Setelah tiba-tiba kembali datang, sebenarnya apa maksud Zack yang sampai mengajak Arina menikah, di mana pria itu juga tidak peduli meski Arina akan menikah dengan pria lain? “Setelah apa yang terjadi, dan setelah lima tahun lamanya terpisah, ... sebenarnya, Zack kenapa? Kenapa dia selalu begitu? Apakah dia pikir, aku bisa dipermainkan begitu saja? Dia benar-benar ingin menghancurkanku?” batin Arina. Sembari berlalu dari kebersamaan orang tuanya, Arina yang kembali berlinang air mata sembari menggigiti bibir bawahnya, sungguh merasa takut. Arina sangat takut, Zack benar-benar nekat dan sampai merusak hubungan Arina dengan Alvaro. “Ya Alloh, ... aku sayang Mas Al ... aku enggak mau pisah dari Mas Al!” isak Arina. Bersambung ....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN