Hari semakin malam, suasana di luar gedung kepolisian semakin ramai. Juru berita sudah mengetahui tentang identitas Valencia, namanya menghiasi setiap judul berita dan sosoknya seakan menjadi pencarian di pelosok negeri kangguru.
Lelah, letih, stres di rasakan oleh Valencia. Ia sudah melihat di kamera cctv saat mobilnya menabrak gadis kecil itu, ia teringat guncangan hebat saat terlelap di dalam mobilnya, Regina keluar dari mobil. Ia sulit untuk mengelak, pakaian yang ia kenakan dengan Regina sama, mereka berdua membeli dress yang sama. Ia dan Regina memakai mini dress berwarna hitam dan rambut mereka juga sama - sama terurai panjang.
"Aku sudah mengatakan yang sebenarnya, bukan aku yang menabrak Angela," ujar Valencia putus asa.
"Maaf nona Agatha, bukti mengatakan hal yang sebaliknya," ucap Sersan Gustav.
"Aku terlalu banyak minum, aku tidur saat kecelakaan itu. Regina yang menyetir, apa kalian sudah memeriksa kamera cctv di parkiran Marquee club. Di sana pasti ada buktinya kalau bukan aku yang menyetir."
"Kami sudah memeriksanya nona Agatha, tapi cctv di Marquee club rusak, ada perbaikan sistem. Kami hanya mendapatkan bukti cctv di Richmond Road di lokasi kejadian."
"Bagaimana bisa club malam sebesar itu perbaikan sistem di tengah malam? Saya merasa ini ada konspirasi," ucap Romeo yang merasa janggal dengan kejadian yang dialami Valencia.
"Seperti itu yang dikatakan pihak Marquee Club dan setelah kami lakukan penyelidikan memang benar adanya. Mereka melakukan perbaikan sistem di tengah malam."
"Wow, hebat sekali club malam itu. Saya yakin ini ada intervensi dari keluarga Alaskar."
"Apa Anda ada bukti kalau pihak keluarga Alaskar ikut campur? Jika memang ada bukti itu bisa meringankan client Anda."
"Saya memang belum ada bukti, tapi saya akan membuktikan kalau semua ada intervensi dari keluarga Alaskar."
Pemeriksaan berjalan semakin larut, Valencia tidak sanggup berkata apapun. Ia lelah, ia ingin segera semuanya selesai dan memeluk ibunya. Ia sangat merindukan pelukan lembut ibunya.
Walau pemeriksaan belum berakhir, tapi pihak kepolisian memilih untuk beristirahat. Valencia diijinkan untuk bertemu kedua orang tuanya walau hanya sesaat.
"Mama." Valencia berlari mendekati ibunya, air mata yang dari tadi ia tahan tumpah ruang dipelukan sang ibu.
"Mama, aku tidak melakukan itu Mama."
"Mama percaya padamu, Nak," ujar Marina lembut.
Valencia melihat ayahnya, pria tua itu menatap putrinya dengan sendu. Guratan - guratan halus terlihat jelas menghiasi wajahnya. Wajah ayahnya tampak berbeda dari biasanya, ia mengerti ayahnya pasti kecewa dengan kelakuan putri semata wayangnya yang sudah memberikan masalah yang sulit untuk dilewati.
"Papa." Valencia memeluk ayahnya.
"Tenanglah Nak. Papa akan melakukan apapun untuk membantumu," ujar Sebastian mencoba memberikan semangat untuk putrinya.
"Papa percaya aku, 'kan? Aku memang nakal, aku memang suka pesta, tapi aku bukan pembunuh Papa."
"Papa percaya padamu, anakku."
Valencia mendengar ada nada kecewa dari suara ayahnya. Itu yang paling ditakutinya, ayahnya dan ibunya kecewa pada kelakuannya.
"Papa, aku ingin pulang. Aku ga mau di sini, Papa bawa aku pulang."
"Maaf sayang, Papa dan Mama tidak punya kuasa untuk melakukan itu."
"Papa kita bukan orang miskin, Papa biasanya menggunakan uang untuk mengatasi semua masalahku. Kali ini aku mohon Papa, sekali ini saja."
"Valen! Kamu pikir semudah itu. Kamu tahu kan siapa yang telah menjadi korban. Cucu keluarga Alaskar, keluarga terkaya di Australia!" bentak Sebastian.
"Tapi, aku tidak bersalah Papa. Regina yang menabrak cucu keluarga Alaskar atau Papa ganti pengacara bukan si Romeo lagi."
Sebastian menutup matanya, ia tak habis pikir dengan apa yang dikatakan Valencia. Hanya Romeo pengacara yang mau membelanya, pengacara yang lain begitu mengetahui kalau yang dihadapi keluarga Alaskar tidak ada yang mau membelanya walau ia rela menghabiskan seluruh harta yang dimilikinya demi putrinya, Jesslyn Valencia Agatha.
"Kamu tenangkan dirimu dulu Valen. Papa dan Mama yang akan mengurus semuanya. Papa akan melakukan apapun untukmu."
"Terima kasih Papa, terima kasih Mama."
Valencia kembali menangis, hanya orang tuanya lah yang mempercayainya. Semua orang menuduh ia lah pelakunya.
Valencia dibawa oleh salah satu polisi masuk ke dalam sel penjara yang ada di kantor polisi. Ia melihat dengan ketakutan keadaan penjara tersebut. Walau penjaranya dalam keadaan bersih, tapi penjara tetaplah penjara sangat berbeda dengan keadaan diluar penjara. Ia sudah mengganti pakaiannya dengan seragam penjara atasan warna kuning dan celana panjang berwarna hitam.
Valencia berdiri di depan pintu sel penjara, ia bingung harus duduk di mana. Ada 4 orang tahanan wanita berada dalam 1 sel penjara. Ia dengan ketakutan memilih duduk di pojok sel tahanan. Meringkukkan lututnya memeluk kakinya dengan erat, secara perlahan ia meneteskan air matanya.
Tanpa terasa waktu terus berjalan, hari pun berganti, sudah 3 bulan pemeriksaan kasus Valencia semua berkas - berkas sudah lengkap dan ia mengalami berbagai macam tekanan baik psikis dan fisik. Ia tak sanggup lagi menahan semua masalah yang ada, walau sudah mengatakan hal yang sebenarnya, tapi tidak ada seorang pun yang mempercayainya ucapannya.
Orang tua Velancia mengalami kemunduran dalam usahanya. Usaha percetakan yang dulunya bekerja sama dengan berbagai perusahaan banyak yang memutuskan hubungan kerja sama perusahaan mereka.
"Pak Sebastian bagaimana ini tidak ada pemasukan, tapi lebih banyak pengeluaran," ujar Liam salah satu karyawan.
"Apakah semua perusahaan itu memutuskan kerja sama dengan kita?" tanya Sebastian gusar.
"Iya Pak. Kasus nona Jessyln sangat mempengaruhi semua faktor usaha kita Pak."
Sebastian terdiam, ia tahu kasus Valencia sudah menjadi bulan - bulanan media. Baik dari media cetak ataupun elektronik. Tabungannya harus terkuras untuk membayar pengacara, gaji karyawan sedangkan pemasukan tidak ada.
"Pak, keuangan perusahaan sudah mengalami fase terberat. Kita tak sanggup lagi membayar karyawan, jika kita memecat semuanya harus ada uang pesangon sesuai dengan Undang Undang ketenagakerjaan."
"Apa yang harus aku lakukan?" Sebastian sudah tak sanggup lagi menahan beban yang dia rasakan.
Sebastian makin pusing lagi harus menghadapi juri berita yang selalu datang ke rumahnya dan perusahaannya. Mengikuti dan mengawasi gerak geriknya, apalagi sekarang banyak karyawan berunjuk rasa di depan kantornya. Ia ingin mengambil pinjaman di bank, tapi berakhir dengan penolakan. Rumah mewah yang selama ia tempati juga akan disita pihak bank, mobilnya sudah ia jual untuk menutupi biaya produksi.
"Pak, unjuk rasa semakin besar di bawah dan banyak sekali wartawan dari berbagai berita di televisi meliputnya," ujar Liam.
"Aku harus menghadapi mereka apapun resikonya," ujar Sebastian sambil berdiri.
"Pak jangan lakukan itu." Liam berusaha mencegah Sebastian.
Tiba - tiba tubuh Sebastian limbung, napasnya tersengal - sengal mengalami sesak napas. Ia memegang d**a sebelah kanan yang terasa nyeri mencengkram jantungnya. Ia lalu menutup matanya, keringat dingin keluar dari dahinya dan wajahnya.
"Pak ... Anda baik - baik saja Pak," ujar Liam khawatir.
"Aku baik - baik saja," ucap Sebastian memaksakan dirinya untuk terus berjalan menggapai pintu keluar dengan terus memegang d**a sebelah kanannya.
Semua terasa gelap, Sebastian terjatuh di lantai dengan kepala menghantam sudut meja. Suara teriakan Liam terdengar memekakkan telinga, ia berusaha menyadarkan Sebastian.
"Pak bangun Pak. Saya akan panggilkan ambulance, saya mohon bertahanlah Pak," ucap Liam dengan panik.
"To–tolong putriku, Li–am. Klaim asuransi jiwa ku untuk Va–valen. A–ku mo–mohon pa–damu," ujar Sebatian dengan napas tersengal - sengal.
Setelah mengucapkan kata terakhirnya, Sebastian menutup matanya untuk selamanya. Liam berteriak histeris, ia tak menyangka kejadian tragis yang dialami atasannya. Perjuangan seorang ayah demi putrinya dan seorang pimpinan perusahaan percetakan yang bertanggung jawab akan berakhir seperti ini.
Kenneth tersenyum dengan puas sudah membuat perusahaan orang tua Valencia mengalami kebangkrutan. Ia yang melakukan intervensi pada semua rekanan bisnis yang melakukan kerja sama dengan perusahaan tersebut. Ia bertujuan agar Valencia tidak mendapatkan bantuan dari pihak manapun dan dari siapapun.
"Jessyln ini baru permulaan. Kamu akan mengalami lebih dari pada ini, tunggu saja giliranmu sebentar lagi," ucap Kenneth dengan dendam.