Bab 7. (Varel, Kang Makan)

1134 Kata
Zacky dan Varel tampak sibuk membersihkan gudang di bagian belakang rumah Varel, sedari pagi tadi. Hingga terlihat mereka berdua kelelahan. Namun mereka berdua memaksakan diri untuk tetap membersihkan gudang itu hingga selesai. Demi kepentingan mereka, untuk melakukan ritual gaib malam nanti. Gudang itu sebenarnya kosong sama sekali. Hanya karena gudang itu tak pernah dibersihkan sama sekali selama ini. Maka gudang itu menjadi kotor sekali. Dipenuhi oleh debu-debu yang bertebaran di setiap inci bagian dari dalam gudang itu. Yang menambah kesan horor pada gudang itu. Yang akan dipakai untuk melakukan ritual gaib, nanti malam. "Hadeh!!! Debunya banyak amat sih" keluh Varel terhadap gudang rumahnya itu. "Makanya, rajin dibersihin. Kerjaannya makan melulu sih," sahut Zacky,yang menggunakan vacuum cleaner untuk menyedot debu-debu di gudang itu. "Makanya bantuin, kerjaannya jangan molor melulu," balas Varel, tak mau kalah dengan perkataan dari Zacky. "Gue sedot lo, pake vacuum cleaner biar kurus," canda Zacky sambil mengarahkan vacuum cleaner yang ia pegang kepada Varel yang sedang memegang sapu. "Mau dong kurus ...," timpal Varel, sambil mengarahkan perut buncitnya ke arah Zacky, yang malah tertawa melihat tingkah sahabatnya itu. "Gampang kalau mau kurus mah," kata Zacky, tetap melanjutkan aktifitasnya itu. "Apa tuh?" tanya Varel dengan penuh penasarannya. "Jangan makan seminggu!" jawab Zacky dengan nada yang keras terhadap Varel. "Janu saja, yang doyan makan. Tetap saja kurus," kata Varel, dengan membayangkan Janu yang tinggi kurus sebagai teman kampusnya. "Udah keturunannya kurus kali. Tapi gue heran sama lo, loh. Bokap-Nyokap lo langsing. Tapi kenapa badan lo bisa kayak gini?" tanya Zacky dengan penuh keheranannya. "Gue kena kutukan kali ...," jawab Varel, asal bicara. Lalu tertawa terbahak bersama sahabat sejati, baginya itu. "Dasar gendut, bisa aja. Kasih jawaban yang mengejutkan," ucap Zacky, dengan nada ketus. "Gue bukannya gendut, tapi kelebihan berisi," sergah Varel, lalu tersenyum sendiri. "Terserah lo dah. Asal lo bahagia!" kata Zacky, sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Mereka berdua pun terus melanjutkan aktifitas membersihkan gudang itu, berdua saja. Tanpa bantuan siapa pun. Gudang itu akan digunakan oleh Zacky dan teman-temannya, untuk melakukan ritual gaib yang sesuai dengan tuntunan yang ada di buku Perjanjian Kartu itu. Buku yang didapatkan oleh Zacky di bawah pohon kelapa tua angker yang tak pernah berbuah sepanjang hidupnya. Yang kini telah roboh tak berdaya sama sekali. Akibat diambilnya buku dari dunia gaib itu. "Cape juga yang Rel, ngebersihin gudang ini," kata Zacky, lalu bersandar di tembok gudang itu. Setelah gudang itu benar-benar bersih. Dan siap untuk digunakan nanti malam bersama teman-temannya. "Apalagi gue ..., belum makan apa-apa dari pagi," keluh Varel. Sembari memegang perutnya yang buncit. "Sama Rel, gue juga belum makan," ujar Zacky, dengan memegang perut ratanya. "Lo enak, enggak cepat lapar. Kalau gue, cepat lapar orangnya," protes Varel kepada Zacky. Yang ikut-ikutan merasakan lapar. Padahal wajar Zacky lapar. Karena dirinya sudah bekerja keras membersihkan gudang itu tanpa jeda. Sedangkan Varel, sebentar-bentar minum, makan snack dan gorengan. Mendapat perkataan seperti itu dari Varel. Sifat ketus Zacky pun muncul kembali. "Lo bawel, kalau lapar. Ya udah kita keluar cari makanan. Sambil beli perlengkapan untuk ritual entar malam," Zacky lalu berdiri dan melangkahkan kakinya keluar dari dalam gudang itu. Yang diikuti oleh Varel dari belakang. Zacky terus melangkahkan kakinya hingga menuju halaman rumah itu. Terlihat Varel kesulitan mengikuti langkah kaki Zacky, yang berjalan cepat. "Ky tunggu, kita mau makan apa?" tanya Varel, yang membuat Zacky menghentikan langkah kakinya itu. "Iya, benar juga ya. Kita mau makan apa ya?" kata Zacky, malah menjadi bingung mendapat pertanyaan dari Varel. "Kan bingung mau makan apa?" ledek Varel, saat tiba di hadapan Zacky. "Lo sih pake acara nanya," jawab Zacky menyalahkan Varel. "Enak saja, orang nanya disalahi," bela Varel, lalu cemberut ke arah Zacky yang terlihat malah kebingungan. "Iya, ya. Gue yang salah. Orang nanya disalahi?" sahut Zacky, sambil menggaruk-garukan kepala yang tak gatal itu. "Ya, udah kita makan di warung padang saja. Yang dekat jalan raya," usul Varel, lalu berniat untuk mengambil motornya. Yang segera dicegah oleh Zacky. "Lo, mau ke mana? Ayo cepat!" seru Zacky kepada sahabatnya itu. "Mau ngambil motor, Kang Molor," jawab Varel, dengan menatap ke arah Zacky dengan begitu eratnya. Hingga Zacky pun merasa risih diperlakukan seperti itu. "Lo jangan ngeliatin gue kayak gitu!" ketus Zacky kepada Varel. "Memang kenapa?" tanya Varel dengan entengnya. "Gue risih tahu. Ya udah kita jalan, jangan bawa motor. Cuma 200 meter. Bawa motor malah ribet," sahut Zacky, masih dengan nada ketusnya. "Tapi panas ...," timpal Varel dengan nada yang manja, seperti seorang anak kecil saja. "Ya, udah sono bawa payung," ujar Zacky, dengan bibir yang teguk. Padahal Zacky asal bicara saja, menyuruh Varel itu membawa payung. Akan tetapi Varel malah menganggapnya serius. "Ya, udah gue ambil payung dulu," tanpa menunggu jawaban dan persetujuan dari Zacky. Varel langsung saja masuk ke dalam rumahnya, untuk mengambil payung. "Ya, ampun! Kenapa gue harus menyuruhnya bawa payung?" gerutu Zacky, seakan bicara sendiri Sembari menepuk jidatnya dengan tangan kanannya. Sesaat kemudian Varel pun kembali, dengan membawa payung besar berwarna hitam. Yang langsung ia buka, dengan lebarnya. Yang membuat Zacky terperangah. Bagaimana bisa Varel benar-benar ingin memakai payung sebesar itu, di teriknya siang Jakarta. "Ayo, berangkat ...," kata Varel, berjalan terlebih dahulu. Menuju gerbang rumahnya. "Lo, serius mau jalan. Pakai payung hitam ini?" tanya Zacky, menyusul langkah Zacky. Yang memang berjalan lambat. Hingga Zacky pun dapat menyusulnya, hingga di luar pagar rumah itu. "Ya, iyalah Kang Molor," jawab Varel, sambil menutup pagar rumahnya, dan menguncinya. Yang kuncinya langsung ia taruh di dalam saku celana panjangnya itu. "Lalu kita cari perlengkapan untuk malam, kapan?" tanya Zacky "Nanti sore, yang penting kita makan dulu," jawab Varel, dengan entengnya. Varel lalu menghampiri Zacky, dan berniat jalan berdampingan di bawah satu payung. Yang ditolak oleh Zacky mentah-mentah. "Cukup lo yang pakai payung. Gue engga mau, jalan bareng lo. Pakai payung, nanti dikira kita ini pasangan m**o lagi," kata Zacky, lalu berjalan terlebih dahulu. "Biarin saja Zacky. Kemana-mana kita berdua terus, tidur juga kita bareng," sahut Varel, lalu tertawa di belakang Zacky. "Ogah!" Zacky pun berjalan cepat meninggalkan Varel, yang tetap berjalan santai dengan payung hitam besarnya itu. Walaupun Varel menjadi perhatian orang yang lalu-lalang di jalan itu. Tetapi Varel tak mempedulikan hal itu. Seakan dunia hanya ada dirinya dan Zacky. Sedangkan yang lainnya. Hanyalah ilusi, yang tak dianggap penting bagi dirinya sama sekali. Zacky telah tiba terlebih dahulu di warung nasi padang itu. Dirinya sudah menyantap nasi berisi rendang dan sayur nangka itu. Varel baru datang dengan payung hitamnya, yang segera ia tutup saat memasuki warung padang itu. Pemuda montok itu langsung saya memesan nasi dua porsi, dengan rendang dan ayam goreng beserta teh manis. Seusai pesanannya dilayani, Varel langsung mengambilnya dan duduk di hadapan Zacky, yang sedang menyantap makannya itu. "Pasti komen?" kata Varel, sambil mengambil sendok dan garpu, yang ia bersihkan dengan tisu, sebelum ia gunakan. Zacky tak menjawab pertanyaan itu. Pemuda manis itu, lebih memilih untuk minum air putih setelah menyelesaikan makannya itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN