Chapter 26

1039 Kata
happy reading... Tap lovenya jgn lupa ya...  Typo koreksi... ______ Terkadang kita bisa menjadi bodoh dan buta akan semua yang ada di sekitar. Membenarkan sesuatu yang sebenarnya salah, dan begitu pula sebaliknya. Terkadang terlalu percaya pada sesuatu pun bisa sangat mengecewakan jika tidak seperti harapan. Sedih, terluka, kecewa, marah mungkin perasaan yang sering terjadi saat kamu merasa telah menjadi orang terbodoh di dunia. Sherin berada pada tahap demikian. Tidak percaya atas apa yang di ucapkan oleh laki-laki yang pernah dan bahkan masih ada di hatinya. Kebersamaan mereka bukanlah butuh waktu yang singkat. Banyak hal yang telah terlewati bersama. Tapi, mendengar kenyataan jika semua itu hanyalah sebuah kepura-puraan semata membuatnya seperti baru saja terjatuh dari tebing yang curam. Sakit. Duduk sendiri di ruang tamu apartement laki-laki yang baru saja kembali tidur dengannya, membuat dirinya seperti tidak bernyawa. Tatapan kosongnya menatap lurus kedepan memandang pintu kamar yang tertutup rapat. Ia merunduk saat pintu kamar terbuka dan sang penghuni kamar keluar dengan penampilan yang jauh lebih segar dan rapih. Berbeda dengannya. Langkah sosok itu berhenti tepat di depannya keduanya hanya terhalang futniture meja kecil di ruang tamu. "Kamu belum pulang?" Sherin yang mendengar ucapan itu mendongak, menatap laki-laki di depannya dengan perasaan hancur. Mencintai sosok itu rupanya adalah kesalahan. Bagaimana dengan bayi dalam kandungannya. Apa bayi itu juga hanyalah sebuah kesalahan. Sherin tidak melihat tatapan bersalah sosok di depannya. Membuatnya merasa insecure pada diri sendiri. Bisakah ia menjalani semua, sedangkan ia hanya sendiri. Tidak ada yang berada di sisinya. Bahkan cintanya kini menusuk dirinya dari belakang. "Pulanglah. Aku ada pemotretan habis ini." "Gio." Ia menjeda ragu, "Apa kamu tidak menyayangi anak ini. Apa kamu tidak menginginkan anak ini. Apa kamu--" "Tidak." Potong lelaki bernama Gio cepat. "Aku sudah bilang aku belum ingin punya anak. Aku juga sudah bilang untuk gugurin kandungan kamu. Tapi rupanya kamu masih ingin mempertahankannya. Itu kemauan kamu bukan. Apa aku memintanya." "Tapi anak ini. Anak kamu. Aku bahkan rela mencoba mendekati suamiku agar dia mau menjadi ayah anak kita. Tapi aku justru menerima hal yang lain. Aku hanya ingin anak ini tumbuh dengan baik. Apa keinginanku juga salah?" Tanyanya bergetar. Kedua terdiam, berkutat pada pikiran masing-masing. Mencari siapa yang benar dan siapa yang salah. Dan tetap memepertahankan egonya hingga mengabaikan keberadaan janin yang tidak berdosa. "Pulanglah Sherin. Aku benar-benar lelah." Sherin merunduk dengan tubuh yang sudah gemetar, kedua matanya berkaca-kaca menatap lantai apartement dengan perasaan sesak. Gionya sudah berubah. Tidak ada lagi Gionya yang mencintainya dengan tulus. Dengan pelan Sherin memaksakan dirinya bangkit dan berdiri, kepalanya tiba-tiba pusing. "Aku tidak tahu apa kamu akan menyesal atau tidak setelah ini. Tapi Gio. Aku hanya ingin bilang. Aku cinta kamu. Bahkan setelah kamu memperlakukan kami seperti ini perasaan itu susah untuk hilang. Aku harap kamu bahagia bahkan dengan ada atau tidaknya aku dan anak kita nantinya. Selamat tinggal." Tubuh Gio menegang kaku, ia menatap wanita di depannya dengan perasaan aneh. Wajah Sherin sudah berubah datar, melihat wanita itu sudah mengambil tas sling bag nya membuat Gio Abraham tiba-tiba merasa was-was. Hingga pintu apartementnya terbuka dan kembali tertutup perasaan itu masih bergelayut. Gio menatap bilik pintu dengan kerutan dalam di dahinya. Ia memegang dadanya, lalu mendesah dan menggeleng kepala. Mengabaikan dan mencoba melupakan perasaan tidak nyaman barusan. Sherin sampai di lobby hotel dengan tatapan sulit di jelaskan. Menatap lurus ke depan dengan perasaan hampa. Sapaan security apartement Gio pun ia abaikan. Wanita itu terus berjalan keluar lobby menuju jalan raya. Sherin meringis ketika ia sampai di trotoar. Ia meremas pakaiannya kuat, pandangan berkunang-kunang, peluh keringat dingin banjir membasahi pelipis dan keningnya. Ia mendongak menatap jalan raya mengerang ketika serangan nyeri dan ngilu terasa semakin kuat di bawah perutnya. Bruk. Sherin jatuh terduduk, napasnya putus-putus ia merunduk dalam seraya meremas perutnya kencang. "Sakit." Lirihnya meringis. "Shhh, Maafin Mama Nak." Bisiknya parau. Tes. Bulir air mata jatuh membasahi pipinya, wajahnya sudah pucat pasi. Sherin mencoba mencari pasokan udara ketika dadanya terasa sesak sulit bernapas. Pandangannya semakin berkurang, samar-samar ia bisa mendengar langkah derap kaki cepat mendekatinya. Tubuh Sherin oleng sampai akhirnya wanita itu jatuh pingsan di aspal trotoar samping apartement milik pria yang di cintainya. "Sherin." Panggil seseorang dengan wajah terkejut. ____ Pengunjung cafe tampak ramai, pelayan wanita juga tampak sibuk mondar-mandir dari satu meja ke meja yang lainnya. Beberapa kali Adam memanggilnya untuk mengantar pesanan, sedangkan Bella hari ini libur kerja. "Huft. Capek." "Capek Cla. Istirahat dulu aja. Belum ada pesanan baru lagi." Ujar Adam. Wanita itu hanya mengangguk seraya mengusap dahinya pelan dengan sapu tangan dari kantung apron kerjanya. "Bella ada cerita sama kamu masalah dia Cla. Aku sering lihat dia termenung kalau istirahat di taman." "Dia belum cerita lagi sama aku Dam." Balasnya. "Apa dia masih berhubungan sama cowok b******k itu. Siapa namanya?" "Mas Bram." Adam mendengus kesal, "Ah iya dia. Sialan emang itu cowok. Kalau ketemu pengen aku hajar dia. Tega-teganya mainin Bella dan selingkuh di belakang." Clarissa meringis mendengar perkataan Adam. Ia mengatupkan bibirnya. Tidak ingin berbicara hal yang sebenarnya terjadi pada Bella, dirinya dan juga lelaki bernama Bram. Clarisaa masih trauma dan tidak ingin membahas tentang pria itu tapi mengingat Adam yang tidak mengetahui apapun membuat ia hanya bisa pasrah ketika sahabatnya menanyakan masalah Bella kepadanya. "Ada apa ini. Kalian serius banget." Suara tegas tiba-tiba ikut mengintrupsi obrolan dua sahabat itu. Adam mengaruk tengkuknya yang tidak gatal, sedangkan Clarisaa hanya tersenyum tipis menatap kedatangan Andre Wijaya bos sekaligus kekasihnya itu. "Tidak ada apa-apa Bos. Saya kerja lagi Pak Bos." Jawab Adam terburu-buru. Kedua sosok di depannya terkekeh geli. "Kakak mau kemana?" Ucap Clariss bertanya. Jam sudah menunjukan pukul 14.00 dan Andre terlihat seperti sudah ingin keluar cafe. "Aku mau jemput Raka. Bolehkan Love." Deg. Clarissa terdiam sejenak, menatap Andre bingung. Ia meremas apronnya, hal itu membuat lelaki di depannya mendesah. "Apa aku sudah keduluan." Ujarnya seperti sebuah pernyataan. Clarissa mengulas senyum kaku. Ia merasa bersalah kepada Andre. "Maaf Kak. Tapi Kak Arkan sudah bilang mau jemput Raka. Dia mau ajak Raka kerumah keluarganya." Andre mengangguk kecil, sorot matanya meredup menjelaskan jika ia sedang merasa sedih. Karena lagi-lagi Raka bersama ayahnya. Helaan napas terdengar berat, Andre menepuk pucuk kepala wanitanya pelan. "Oke. Tidak apa-apa Love. Kalau begitu aku kerja lagi. Kamu juga ya." Ucap lelaki berparas tampan tersebut. Clarissa mengangguk, lagi-lagi menatap pungging Andre yang berlalu dengan rasa bersalah. Maaf kak, karena waktu Raka sekarang lebih banyak bersama kak Arkan. Maafin Cla. ____ Tbc>>> Oiii sherin pingsan di trotoar? Gak ada yang mau nolongin.... Kasian andre udah niat jemput calon anak eh keduluan bapaknye...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN