05. Pinjam Dulu Seratus

1100 Kata
Sania duduk di dalam resto yang menyajikan berbagai macam dessert. Banyak pikiran dan patah hati memang paling mantap larinya ke makanan manis. Hidup sudah pahit. Jadi makanan harus yang manis-manis. Kalau Sania mencari makanan yang pahit sekarang, maka hidupnya semakin berat untuk dijalani. Sania sudah menghabiskan lebih dari sepuluh makanan manis. Sudah lebih dari lima gelas minuman. Sebentar lagi Sania jamin, bolak balik ke toilet hanya buang air kecil dan merasakan perutnya yang sakit juga makan makanan manis. Dokter gigi pun merasa bahagia, mendapatkan Sania menjadi pasien setelah ini. Sania mengeluh, menatap pada piring kosong di depannya. Kenapa ada yang namanya jatuh cinta di dunia? Juga kenapa dia patah hati lalu lari ke klub malam dan sekarang dia harus menanggung yang namanya hamil di luar nikah. Sania yakin. Dia hamil anak lelaki yang sudah punya istri, tidak diketahui namanya siapa. Sania juga tidak mau mencarinya. Sania sudah tahu akhir cerita bagaimana. Dia dituduh sebagai pelakor, tidak akan pernah mau lelaki itu bertanggungjawab dengannya. Sania mengusap perutnya dengan lembut. “Anak Mama. Yang baik-baik di dalam perut Mama ya, Nak. Walau Papa kamu tidak tahu kehadiran kamu. Tapi Mama tetap akan menjaga kamu dengan baik. Mama tetap akan membesarkan kamu dan memberikan hidup yang bahagia pada kamu. Sudah cukup Mama melakukan dosa, karena mabuk dan menghadirkan kamu ke dunia ini. Tidak tahu siapa nama ayah kamu.” Ucap Sania berbicara sendirian. “Mama! Mama bicara sama siapa?” Tubuh Sania terlonjak kaget, mendengar bocah yang tiba-tiba saja duduk di sampingnya, lalu memangku dagunya, dengan senyuman yang begitu menawan bak tuan muda yang banyak uang. Lihatlah yang dipakai oleh bocah lelaki di sampingnya ini. Sepatu Dior. Jam tangan CHANEL. Baju LV. Terus celana Dior. Aduh, memang tuan muda kaya raya. Kalau diculik ini pasti Sania bisa kaya raya dan meminta tebusan sebanyak lima juta. Maksudnya lima milyar. Rugi kalau cuman lima juta doang kecuali dalam bentuk dollar. “Saya bukan Mama kamu.” Sania berkata kesal pada bocah kecil, yang dari pesta pernikahan mantan Sania sampai sekarang masih memanggilnya dengan sebutan Mama. Kapan Sania mengandung dan melahirkan bocah kecil ini? Yang terpenting kapan Sania nikah dengan ayah bocah itu. Derren tertawa kecil. “Kenalkan nama aku Derren, Ma. Biar Mama nanti tahu nama anak Mama. Mama ngapain bicara sendirian sambil pegang perut? Mama sakit perut? Kita ke Singapura sekarang Ma!” Derren menarik tangan Sania. Sania terkejut dan menggeleng. “Heh! Bocah! Kenapa ke Singapura?” tanya Sania. Derren menatap Sania. “Ma, kita harus ke Singapura. Mama sedang sakit perut, di sana dokter pribadi Derren berada. Dan Dokter nya memang yang terbaik.” Ucap Derren. Sania meringis. Ini berobat aja harus ke Singapura gitu? Berapa harta kekayaan yang dimiliki oleh Bapaknya Derren. Sania jadi penasaran, bisalah minta uang dulu sebanyak satu milyar biar Sania bisa memikirkan kalau dia diusir dari rumah nanti, ada uang di tangannya untuk menghidupi anak dalam kandungannya. “Nggak usah. Saya nggak butuh ke Singapura. Udah, kamu berisik sekali.” ucap Sania, mencari keberadaan tasnya. Tidak menemukan letak tasnya. Sania mencari ponselnya juga. Tidak menemukan. Mati. Sania baru ingat kalau cuman bawa uang seratus lima puluh ribu di dalam saku dan bayar taksi lima puluh ribu tadi. Dan Sania juga beli beberapa makanan tadi. Sekarang uangnya sisa dua puluh ribu. Sania mau menangis menatap pada uang yang ada di tangannya sekarang. Derren menatap pada uang yang ada di tangan Sania. “Ma, kenapa?” Sania menelan salivanya kasar apakah harus meminjam uang pada Tuan Muda yang ada di depannya ini, yang terus memanggil dirinya dengan sebutan Mama dari tadi. Sania tidak mau jadi tukang cuci piring di sini. Semua makanan yang di makan oleh Sania kalau ditotalkan sampai satu juta. Sania menggeleng. “Nama kamu Derren kan? Pinjam dulu seratus.” Aduh! Malu sekali Sania minta pinjam seratus. Tapi demi dia bisa pulang ke rumah. Sania harus menahan rasa malu. Nanti Sania ganti lagi kalau bertemu dengan Derren lagi. “Mama nggak punya uang? Semua makanan yang Mama makan sudah dibayar sama Pak Hans. Mama nggak perlu takut, terus uang seratus ribunya buat apa?” tanya Derren tersenyum. “Buat pulang.” Jawab Sania sudah menutup wajah karena malu. Derren mendengar apa yang dikatakan oleh Sania keningnya mengerut. “Cukup untuk pulang seratus ribu Ma?” tanya Derren. Derren menatap pada uang yang ada di tangan Sania lalu mengambilnya. “Pak Hans, kasih Mama uang satu juta. Biar Mama bisa pulang dengan selamat dan aman. Tidak boleh Mama kekurangan uang.” Perintah Derren. Sania menggeleng. “Nggak! Seratus ribu aja.” Tolak Sania, tidak mau menerima uang yang terlalu banyak, nanti malah susah gantinya. Walau Sania ini dari keluarga kaya raya. Tetap saja Sania tidak mau berhutang banyak. “Sudah Mama terima saja. Atau Mama mau pulang ke rumah Derren? Ayo, pulang ke rumah Derren aja, Ma. Besok nikah sama Papa.” Ajak Derren, sudah menarik tangan Sania. Sania segera melepaskan tangan Derren darinya. “Eh! Nggak mau. Aku mau pulang. Nggak mau ke rumah kamu. Aku belum siap untuk jadi babu. Udah, ini uangnya cuman seratus ribu ya. Nanti aku ganti kalau udah ketemu. Derren, kamu beneran baik. Makasih udah bayarin makanannya, semoga kamu bisa mendapatkan Mama yang lebih cantik dari aku.” Ucap Sania melambaikan tangannya. Pergi dari dalam resto dengan uang yang seratus ribu di tangannya. Derren melihat kepergian Sania, langsung menelepon Dion—sang ayah yang di seberang sana. Sedang sibuk melihat perkembangan dari orang kepercayaannya membuat perusahaan ayah Sania tergoyah dan Dion bisa menawarkan sebuah pernikahan pada Sania. *** “Bagaimana?” tanya Dion, mengabaikan panggilan telepon dari putranya, Derren bisa tunggu nanti saja. Yang terpenting masa depannya dulu. “Semuanya sudah berjalan sesuatu dengan apa yang Pak Dion harapkan. Perusahaan CLEO COMPANY sedang dalam masalah keuangan yang besar sekarang, bahkan perusahaan mereka akan terancam bangkrut. Pemilik perusahaan itu juga sedang mencari investor.” Jawab orang suruhan Dion. Dion menyeringai dan menatap pada foto Sania yang ada di ponselnya, walau ada ilernya sedikit. Sania tetap cantik. “Kau pantau terus, saya akan bertindak setelah ini. Sania—sayang kamu akan menjadi milik Mas Dion, Dek. Tunggu Mas Dion, akan menjadi superhero untuk perusahaan ayah kamu.” Dion tertawa kecil. Lelaki yang menjadi orang kepercayaan Dion yang masih di sana mengedik ngeri. Atasannya memang sudah gila. Hanya untuk mendapatkan seorang gadis, atasannya ini sampai membuat perusahaan yang dibangun susah payah diambang kebangkrutan. Cinta itu memang buta. Kasihan si Sania itu. Harus terjebak dengan duda yang tidak bisa tidur nyenyak. Lelaki itu keluar dari ruangan Dion, meninggalkan Dion di dalam ruangan itu sendirian, biarkan saja Dion yang terus saja tergelak seperti orang gila.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN