Dion memperhatikan Sania dari jauh. Gadis itu tampak bermain dengan gelembung yang ada di tangannya. Ini sudah hari keberapa Dion mengikuto Sania diam-diam. Lalu perusahaan Ayah Sania. Tenang saja. Belum hancur. Cuman lagi diambang kehancuran saja. Tinggal dorong dikit. Sudah. Tamat riwayat.
Dion mengulum senyumnya ketika melihat cantik Sania yang sedang memainkan gelembung. Bagaimana kalau Sania memainkan bagian bawah tubuhnya. Sialan. Ini otak Dion tidak beres, kemarin ada kesempatan dalam banyak luangan. Kenapa dia tidak perkosa Sania langsung saja.
Dion menatap pada ponselnya. Rencananya sudah berhasil sepertinya, ketika ayah Sania sekarang sudah menghubungi dirinya. Memohon minta bantuan untuk perusahaannya. Tinggal satu langkah lagi. Sania akan ada dalam genggaman Dion. Nikah. Dion tidak perlu memeluk kutang Sania lagi tiap malamnya.
Dion menghidupkan mesin mobilnya, lalu melajukan mobilnya menuju tempat yang telah diatur oleh sekretarisnya dengan ayah Sania. Dion enggan sebenarnya harus meninggalkan Sania di sini sendirian. Dia masih mau melihat wajah cantik Sania. Wajah cantik Sania yang menyejukkan relung hati sekalian menyejukkan bagian bawahnya.
Sial.
Lagi dan lagi Dion memikirkan bagian bawah tubuhnya.
***
Sania menatap pada mobil hitam yang lewat. Sania mengusap tengkuk, merasa merinding. Seperti ada beban hidup yang berat datang menghampiri dirinya, lalu meminta dia untuk menjadi istri pengganti. Dalam n****+ itu.
Sania kembali memainkan gelembung di tangannya, meniupkan bagai anak kecil yang tidak pernah merasakan yang namanya masa kecil yang bahagia. Sania melihat Airin yang dari tadi sibuk foto. Padahal Sania ajak Airin ke sini, mau mengurangi beban pikirannya yang masih memikirkan, gimana kalau dia beneran hamil?
“Rin, kalau gue hamil gimana?”
Airin menatap tajam pada Sania. “Hamil sama siapa lo?! Bilang sama gue? Siapa yang hamilin lo hah?!” tanya Airin, menatap pada Sania, lalu matanya menatap pada perut Sania, yang masih rata.
“Ada anaknya ini? Lo beneran hamil? Jangan gila Sania! Si b*****t itu udah nikah. Udah jadi suami orang. Lo mau jadi istri kedua?” tanya Airin.
Sania memukul lengan Airin. “Nggak mau. Gue cuman nanya, bukan berarti gue hamil beneran. Ini kalau gue hamil nanti. Terus nggak mungkin juga hamil sama si b******n itu, gue nggak pernah lakuin itu sama dia. Maksudnya kalau gue nikah nanti, gue hamil nggak ya?” tanya Sania, menatap pada Airin yang menatapnya dengan tatapan datar dari gadis itu.
“b******n lo! Gue kirain lo beneran hamil begok. Kalau lo hamil sekarang, terus lo mau bilang sama Bokap dan Nyokap lo hah? Mereka pasti kena serangan jantung.” Ucap Airin.
Sania mendengar itu tersenyum tipis. “Ya, maaf. Lagian gue nggak sengaja ya, nanya kayak gini. Gue pengen kawin deh ini.”
“Nikah begok!” Airin memukul lengan Sania gemas.
Dia tahu semenjak Sania diputuskan oleh lelaki b******k itu, otak Sania semakin tidak beres. Bahkan temannya itu sering melamun. Ntah apa yang dilamunkan. Utang? Sania tidak memiliki hutang. Malahan Sania itu termasuk keluarga kaya raya dan punya segalanya.
“Gue mau pulang dulu. Lo nggak mau pulang? Masih mau di sini?” tanya Airin, melihat Sania yang masih asik bermain.
Sania mengangguk. “Gue masih mau di sini.” Jawab Sania.
“Hati-hati nanti diculik sama Om-om m***m!” ucap Airin melambaikan tangannya, berjalan menuju mobilnya dan masuk ke dalam. Airin menatap Sania sekali lagi, oke, sahabatnya itu baik-baik saja. Tidak akan gantung diri, hanya karena diputuskan. Dia bisa pulang sekarang dengan tenang. Namun Airin masih memperhatikan Sania sekali lagi. Takut. Nanti malah Sania bunuh diri.
Baik. Sania baik-baik saja. Jangan takut. Sania tidak akan gantung diri.
***
Dion masuk ke dalam restoran Jepang, matanya menatap lurus ke depan sambil merapihkan pakaiannya. Lalu dia membuka pintu ruang VVIP restoran. Matanya bertemu dengan sosok pria paruh baya yang sudah duduk dengan tenang di dalam sana. Dion tersenyum pada pria yang sebentar lagi akan menjadi calon mertuanya.
Ayah mertua. Bolehkah Dion panggil seperti itu sekarang? Ayah mertua! Lihat, ini calon menantumu yang kaya raya sudah datang menyelamatkanmu dengan satu syarat. Berikan putrimu pada Dion, untuk dibahagiakan oleh Dion.
Dion tersenyum geli di dalam hatinya, karena memikirkan hal seperti itu. Dion berdeham pelan.
“Pak-?”
“Sandi. Pak Dion?” tanya Sandi— ayah Sania yang sudah diketahui namanya oleh Dion, hanya Dion pura-pura tidak tahu saja.
“Iya, silakan duduk. Jadi, Pak Sandi. Ada perlu apa sampai menghubungi saya?” tanya Dion, semakin berbasa basi. Nanti setelah semuanya dibicarakan nanti to the point. Dia akan mengatakan pada lelaki itu untuk menjadikan Sania istrinya sebagai syarat menolong perusahaan lelaki tersebut.
“Saya ingin meminta bantuan pada Pak Dion, untuk membantu perusahaan saya yang dalam masalah. Saya tidak mengerti, kenapa perusahaan saya yang dalam keadaan baik-baik saja. Sekarang dalam keadaan diambang kebangkrutan. Saya tidak mau membuat keluarga saya jatuh miskin dan membuat anak saya menjadi melarat.” Ucap Sandi, memasang tampang penuh penderitaan.
Sandi memang menderita sekarang. Dia menjadi tidak tega, membayangkan Sania yang biasanya dalam hidup serba kecukupan. Nanti anaknya itu harus merasakan yang namanya makan nasi pakai garam.
Dion semakin tertarik mendengarnya. “Saya lihat di sini perusahaan Pak Sandi, mengalami kerugian sampai ratusan milyar. Disayangkan sekali, orang yang Pak Sandi percaya sampai melakukan hal buruk seperti ini. Saya ragu sebenarnya menolong perusahaan Pak Sandi.” Dion mulai bersandiwara menarik perhatian, agar sisi Sandi bisa melakukan apa saja untuk meminta bantuan pada Dion.
Dion harus menjadi sisi tidak mau kalah. Dia menjadi sisi yang harus meraup keuntungan yang banyak. Demi bisa memeluk Sania setiap malam.
“Pak Dion, saya mohon … tolong bantu perusahaan saya. Saya akan melakukan apa saja. Agar Pak Dion mau membantu saya,” ucap Sandi sudah memohon, sambil menangkup tangannya di depan d**a. Memasang wajah memelas mungkin.
Dion menyeringai, berdeham pelan. “Di sini saya sudah mencari tahu tentang keluarga Pak Sandi, saya akan membantu Pak Sandi. Dengan satu syarat,” ucap Dion.
Mata Sandi berbinar dia ada harapan. “Apa syaratnya? Saya akan memenuhi syaratnya.”
Dion tertawa kecil mendengarnya. “Nikahkan saya dengan anak gadis anda.” Ucap Dion.
Sandi mendengar ucapan Dion barusan terkejut. Syaratnya Sania harus menikah dengan lelaki itu? Apa yang harus dilakukan oleh Sandi sekarang?