ID 03

1076 Kata
Selama pelajaran Maria tak henti mengumpat dalam hati, terlebih Benz sengaja meliriknya dengan tatapan menggoda namun di mata Maria terkesan menggelikan. Sayangnya dia sangat tampan, dan lihatlah! Para gadis berbisik-bisik membicarakan ketampanan Benz sekarang ini. Beberapa jam kemudian akhirnya pelajaran selesai dan semua orang sudah keluar dari kelasnya. Kecuali Maria, yang malah tertidur menelungkupkan wajahnya di atas meja. Benz merotasi bola matanya, sepanjang pelajaran dia hanya bisa bersabar. Bagaimana tidak bersabar jika semua muridnya hanya fokus dengan kegiatannya sendiri. Tanpa peduli dengan apa yang Benz ucapkan. “Hei, elo nggak mau bangun?” Benz meneol lengan Maria yang sama sekali tak berkutik. Benz mendengus kesal, perlahan ia mendekatkan wajahnya dengan wajah Maria yang separuh tersembunyi di balik lipatan tangannya. “Maria ... bangun sayang ...” Benz meniup wajah Maria. Maria terkesiap dan langsung menegakkan tubuhnya menatap sosok pria di hadapannya yang wajahnya hampir mirip dengan Kento Yamazaki. “Aku di mana?” tanya Maria dengan wajah bodohnya, masih belum menyadari jika dirinya masih ada di dalam fakultas. Benz menyunggingkan sebelah bibirnya. “Kita ada di dalam ruangan sepi tanpa ada siapapun, baby. Kau tahu, apa yang akan dilakukan sepasang manusia berbeda gender di dalam ruangan sepi?” Benz merayapkan jemarinya meraba punggung telapak tangan Maria. Maria membolakan matanya lebar dan reflek. PLAKK!! “Beraninya kau menyentuh ku!” Benz meringis kesakitan karena kepalanya mendapat geplakan keras dari Maria. Tentunya gadis itu menggunakan kekuatan penuh untuk memukul pria di hadapannya. Dengan malas Maria pergi dari ruangan tersebut dan di susul Benz. “Mae ... elu jalan apa lari sih? Cepet amat!” teriak Benz setengah berlari. Maria berhenti sembari menghentakkan satu kakinya lalu membalik badannya cepat dan menatap nyalang sosok pria yang ada di belakangnya. “Elu aja yang jalannya kek keong.” Maria melanjutkan langkahnya lagi. Benz tersenyum geli, entahlah ... melihat Maria marah membuatnya selalu ingin tersenyum. Maria menghentikan langkahnya sejenak. TILULITT TILULITT ... Ponselnya berbunyi dengan cepat Maria mengambil benda tersebut dari dalam tasnya, lalu mengangkat panggilan telpon tersebut. “Halo, Pa.” “ ... “ “Apa?! Papa mau datang ke apartemen ku?” Maria terlihat kaget mendengar apa yang dikatakan sang ayah kepadanya. “Ah, baiklah .. aku menunggu, Papa.” pungkas Maria menutup sambungan telponnya. Maria membalik badannya dan menatap Benz yang terlihat berjalan dengan napas terengah-engah. “Benz, elo harus tinggal di rumah gue. Gue nggak mau tau!” “Kerasukan demit mana sih, lu. Gue punya apartemen sendiri. Lagian .. elu nggak takut kalau gue ngapa-ngapain elu?” Benz nyengir bodoh. “Ck, ini penting Benz. Bokap gue mau dateng ke apart gue. Gimana kalau dia nanyain elu coba?” Benz pura-pura berpikir dengan mengetukkan jari telunjuknya di atas dagu. Membuat Maria semakin kesal pada pemuda itu. “Gimana ya? Gue dapet apa emang kalau gue nurutin mau elu?” “Serah elu.” Maria lelah bercanda dengan pria di dekatnya, merasa jika Benz mungkin tidak akan mau menuruti apa yang ia inginkan. Benz yang merasa kasihan pada Maria tersenyum dan meraih tangan gadis tersebut. “Iya, gue mau bantuin elu ..” Maria tersenyum lebar menatap penuh binar ke arah Benz. “Elu serius? Makasih Benz , tapi ...” Maria memicingkan matanya menatap wajah Benz, merasa nggak percaya dengan ucapan pemuda itu. Masa iya seorang Benz Bamantara Tsugiono nggak minta imbalan? “Apa sih? Tatapan mata elu menggoda jamur ku, Mae.” CTAKK!! Bibir Benz sukses mendapat sentilan manja dari Maria. Maria membalik badan dan kembali berjalan diam-diam dia mengulas senyum tanpa diketahui Benz. “Mae, aku harus ke apartemen ku dulu buat ngambil baju. Kamu mau ikut, nggak?” tawar Benz. Maria yang emang belum pernah melihat tempat tinggal Benz selepas menikah pura-pura mereka akhirnya mengiyakan tawaran pemuda tersebut. Lagipula ... dia nggak ada acara hari itu. Maria membawa mobilnya sendiri mengekor dibelakang mobil Benz. Setelah mereka sampai di depan apartemen Benz. Maria memarkirkan mobilnya di basment lalu mengikuti Benz menuju ke loby. “Benz. Kamu udah pulang?” sapa sosok gadis cantik yang entah siapa itu. Entahlah ... Maria sedikit tak suka dengan gadis tersebut. Padahal dia tidak mengenalnya sama sekali. “Iya,” singkat Benz sembari tersenyum tipis, tak ada ucapan lain yang keluar dari mulut Benz. Apa memang pria itu sedingin ini? Batin Maria namun ia tak ingin ambil pusing. Mereka berdua masuk ke dalam lift setelah Benz menekan angka 20. mereka terdiam di dalam ruangan lift itu. Sesekali Maria melirik ke arah Benz yang hanya sibuk memainkan ponselnya. DUGG!! Tiba-tiba saja lift berhenti dan Maria terkejut, dia sangat takut dengan ruang hampa. Semua itu mengingatkan dirinya akan suatu hal yang pernah terjadi dalam masa lalunya. Maria meluruhkan tubuhnya dan menutup kedua telinganya. “Aku takut ... aku takut.” Maria terisak, Benz begitu terkejut dan langsung menyalakan lampu ponselnya. Mengarahkan benda tersebut ke arah Maria yang kini meringsut di pojokan. “Mae, elu kenapa?” bingung Benz. Maria tak menyahut ia justru berbisik random, keringat dan air mata membanjiri tubuh gadis itu. Dengan cepat Benz memeluk tubuh Maria memberikan ketenangan pada gadis tersebut. Dapat Benz rasakan jik tubuh Maria bergetar hebat. “Sstt .. ada aku di sini, semua akan baik-baik saja.” Tak berapa lama lampu lift kembali menyala, Benz bisa bernapas lega dan kembali melihat ke arah Maria yang ternyata sudah tak sadarkan diri. Benz menyingkap rambut berantakan di wajah Maria dan mengecup kening basah gadis tersebut. “Sebenarnya apa yang terjadi padamu, hm?” Benz menggendong tubuh Maria ala bridal style dan menunggu lift berhenti di lantai 20. Sesampainya di lantai 20. Benz segera keluar dan membawa tubuh Maria yang masih belum sadarkan diri ke dalam kamar pribadinya. Membaringkan tubuh Maria pelan dan menyelimuti tubuh gadis tersebut sedang dirinya bersiap-siap memasukkan baju-bajunya ke dalam koper. Beberapa menit kemudian Maria membuka kedua matanya, mengerjap pelan menelisik ruangan yang kini ia tempati. Sontak ekor matanya tertuju pada Benz di depan sana dengan cepat ia mendudukkan tubuhnya dan membuka selimut yang menutup separuh tubuhnya. “Apa yang kau lakukan padaku?!” teriak Maria. Benz membalikkan badannya dan menarik sudut bibirnya. “Apa kau begitu mudah melupakan semuanya? Padahal tadi itu sangat luar biasa.” Benz seakan membayangkan apa yang baru saja ia lakukan dengan Maria, walau pada nyatanya tak ada hal yang terjadi. Maria terlihat gelisah ia mencoba meraba area tubuhnya yang sayangnya tak merasakan keanehan. “BWAHAHAHA ...” Benz yang melihat ekspresi Maria tertawa terbahak-bahak. Kenapa gadis itu sangat lucu? Berbeda sekali dengan tingkahnya yang terkesan seperti gadis nakal.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN