The Great Drama Queen
April duduk termenung di balkon kamarnya. Chiken sandwich yang ada di hadapannya sama sekali tidak tersentuh. Padahal, biasanya kalau makanan itu sudah terhidang di hadapannya, belum lima menit, makanan itu sudah berpindah tempat ke perut April.
Entah kenapa, saat ini April tidak suka. Bukan tidak suka dengan chiken sandwich-nya, tapi dengan kejadian kemarin hari. Dia tidak suka melihat Maya dengan Aksa.
Seharian kemarin, mereka jalan bertiga, meskipun lebih banyak waktu Aksa dengan Maya. Aksa yang menggandeng Maya, Aksa yang merangkul Maya, Aksa yang menyuapi Maya. Mereka saling tersenyum satu sama lain. Berbagi keceriaan. Seperti Aksa dan April, dahulu.
“ Maya sayang sama Aksa?” tanya April.
Maya mengedikkan bahu, “ Maya nggak tahu.” Ujarnya.
“ Kok nggak tahu?” tanya April lagi.
“ Maya rasa Mas Aksa nggak sayang sama Maya. Lagi pula, Maya sendiri masih bingung, Maya sebenernya sayang apa enggak sama Mas Aksa.” Jelas Maya.
“ Kok nggak tau?”
“ Maya cuma ngerasa nyaman aja sama Mas Aksa. Waktu pertama kali kenalan, Mas Aksa itu kayak udah tau sifat Maya luar dalam. Mas Aksa bisa bikin Maya tenang.”
Mas Aksa bisa bikin Maya tenang...
Aksa dulu juga selalu membuat April selalu tenang.
April sendiri merasa dirinya egois. Mungkin memang Aksa sudah bukan miliknya lagi. Dan April sendiri sepertinya bukan pilihan Aksa lagi. Meskipun kenyataannya tidak demikian, April tidak mau menyakiti hati Maya. Sekarang Aksa milik Maya. Dan April tidak dapat mengingkari itu.
00000
Aksa duduk termenung di balkon kamarnya. Beef sandwich yang ada di hadapannya sama sekali tidak tersentuh. Padahal, biasanya kalau makanan itu sudah terhidang di hadapannya, belum lima menit, makanan itu sudah berpindah tempat ke perut Aksa.
Entah kenapa, saat ini Aksa tidak suka. Bukan tidak suka dengan beef sandwich-nya, tapi dengan kejadian kemarin hari. Dia tidak suka melihat April acuh tak acuh kepadanya.
Seharian kemarin, mereka jalan bertiga, meskipun lebih banyak waktu April terdiam. Hanya menanggapi lelucon Maya dengan jawaban-jawaban singkat.
Sejujurnya, Aksa tidak bisa membohongi hatinya. Dia masih sayang April,dan dia tau April juga begitu.
Bukan karena dia melihat, April sudah sembuh. Tapi memang karena, rasa sayangnya kepada April tidak pernah luntur sedikitpun.
Tentang isi hati Aksa.
Bukannya dia mengingkari hatinya untuk tidak memilih April dan menyatakan sayangnya kepada Maya. Tapi setiap kali kembaran mantan pacarnya itu lewat di hadapannya, seolah dia melihat April yang dulu. April yang selalu membuat jantungnya berdetak cepat.
Di matanya, April dan Maya sangat berbeda. Meskipun tidak banyak orang yang dapat melihat itu. Tapi bagi Aksa, April-lah yang dahulu maupun sekarang selalu ingin di milikinya.
Tapi, sepertinya Aksa tau apa yang di pikirkan April. April itu peka. Dia tidak mau menyakiti adik kembarnya, meskipun itu artinya dia menyakiti hatinya sendiri.
Tapi setidaknya, mereka masih bisa berteman kan? Tidak harus selalu berjalan beriringan dalam diam. Mereka bisa berjalan beriringan dengan candaan, meskipun harus saling menutup hati masing-masing. Mendiamkan hati, bukan mulut.
Besok, Aksa harus berbicara empat mata dengan April.
00000
I’m better without you, more than you know
I try to be a strong girl and you make that as well as you do
Even it means than you must leave me
I try to make my heart as strong as stone
Rock the world
Without tears and fears
Still be calm even when the wave shake my heart
But there was something that always make me down
You!
But nothing can I do
Thats your live and I can’t change that by myself
Thanks to changes me become a strong person
Thanks for everythink that you gave to me
I will pay it
Sometimes, even the world is end
00000
“ Apaan sih Sa!” bentak April.
Aksa tidak melepaskan cengkeramannya di tangan April. Aksa terus menariknya sampai mereka berdua berada di tempat yang sepi.
“ Aksa, lepasin! Sakit!” Bentak April lagi. Suaranya sedikit parau.
Saat Aksa melonggarkan cengkramannya, April buru-buru menarik tangannya. April mengusap pergelangan tangannya yang memerah, “ Lo kenapa sih?” tanya April sedikit marah.
“ Elo yang kenapa?” Ucap Aksa balik, “ Lo ketemu gue, tapi lo bersikap seolah-olah kita nggak pernah kenal!” bentaknya.
“ Lo pikir lo siapa? Ngapain juga gue harus inget sama elo?” Desis April marah.
Aksa menghela napas. Salah langkah. Seharusnya dia tidak perlu membentak April.
“ Tapi nggak harus begini kan? Kita masih bisa temenan. Nggak harus saling diem.” Ujar Aksa. Suaranya melembut.
April menatap Aksa. Wajah itu tampak sungguh-sungguh memintanya kembali. Meskipun tidak kembali sepenuhnya. Karena sekarang, hati mereka terpisahkan oleh atom yang berada di tengah-tengah. Mendekatkan sekaligus menjauhkan mereka berdua. Dan baik April maupun Aksa tidak tahu bagaimana cara menetralisir atom itu.
“ Please?” pinta Aksa lagi. Suara itu terdengar parau, membuat hati April mau tidak mau, akhirnya luluh juga.
Kali ini April yang menghela napas. Dia tidak mau menolak dan juga tidak bisa menolak. Kehilangan Aksa sudah cukup menyakitkan. Apalagi harus melihat Aksa dengan adiknya sendiri.
Tapi saling membisu memang bukan pilihan terbaik. Mungkin benar kata Aksa, mereka masih bisa berteman. Mungkin Aksa memang bukan untuknya. Dan keikhlasan-nya untuk menerima takdir pahit mungkin tidak seburuk yang ia pikirkan!
April tersenyum lalu meninju pelan d**a Aksa, “ Gue emang nggak bisa nolak! Kalo elo yang minta.” Ujarnya.
Aksa langsung tersenyum sumringah. Dia hendak memeluk April sebelum akhirnya dia sadar, kalau mereka berdua berada di tempat yang tidak aman, dan mengurungkan niatnya. Takut-takut kalau ada yang mengintai. Akhirnya, mereka hanya saling bersalaman ala mereka.
“ Sa! Aksa!”
Kevin, ketua kelas Aksa berlari tunggang langgang dan berhenti di samping Aksa dan April.
“ Maya,... Maya....” ujar Kevin ngos-ngosan.
April dan Aksa sama-sama tersentak mendengar nama Maya di sebut, “ Maya? Maya kenapa?” tanya April tegang.
“ Maya.. Maya kejebak tawuran di kompleks sebelah!” ujar Kevin akhirnya.
Tanpa pikir panjang, Aksa dan April berlari menuju ke TKP, kompleks yang tidak jauh dari SMU mereka. Dan benar saja, saat April dan Aksa sampai di TKP, mereka melihat Maya berada di antara kerumunan siswa-siswa SMA yang tawuran.
Maya tampak menutupi kepalanya dengan tas agar tidak terkena batu yang sekarang sedang berterbangan di atasnya. Sama sekali tak ada celah untuk Maya keluar. Melihat itu, April langsung mencari tameng yang bisa ia gunakan untuk menembus kerumunan remaja dengan berbagai senjata di tangan. Dan satu-satunya tameng yang cukup kuat hanyalah penutup bak sampah yang terbuat dari karet ban yang cukup tebal.
“ Coverin gue.” Ujar April dan mengambil penutup bak sampah itu.
Aksa mengangguk. Dengan posisi back to back, April mulai menerobos kerumunan ganas itu, sementara Aksa melindunginya dari belakang. Posisi punggung saling menempel ini sudah sering mereka lakukan saat terjebak dalam tawuran. Dan memang kedua mantan kekasih ini sudah berpengalaman dalam tawuran.
Beberapa kali April dan Aksa mengaduh saat sebuah tonjokan mendarat di salah satu bagian tubuh mereka. Bahkan saat April sudah mengenakan tameng.
Gotcha! April dapat mencekal tangan Maya dan menariknya menjauh dari kerumunan. Maya yang sedang jongkok ketakutan tersentak kaget. Dia kira salah satu orang yang sedang tawuran akan menculiknya, tapi saat dilihatnya wajah April, Maya merasa lega dan sedikit khawatir.
April langung menarik Maya keluar dari kerumunan. Susah payah dia berusaha melinungi Maya, meskipun akhirnya April sendiri malah terkena hantaman batu.
April dan Maya menghela napas lega saat keduanya sudah terbebas dari tawuran itu.
“ Lo nggak papa?” tanya April sambil mengusap jidatnya yang berdarah karena terkena batu.
Mata Maya berkaca-kaca, “ Maya yang seharusnya tanya gitu sama April.” Ujarnya pelan sambil menahan tangis. Maya merasa bersalah melihat April yang terluka karena menyelamatkannya.
April tersenyum, “ Aku nggak apa-apa kok.” Ujarnya lembut lalu mengacak-acak rambut Maya, “ Lo nggak papa kan Da...” April menghentikan ucapannya saat dilihatnya Aksa tidak ada di belakangnya. “ Anjriiiiitttt!” maki April.
“ Kenapa Jun?” tanya Maya.
“ Aksa! Aksa masih di sana!” ujar April parau, “ Lo tunggu sini! Jangan kemana-mana!” ucap April tegas membuat Maya menurut.
Dan tanpa mengenakan tamengnya, April kembali menerobos kerumunan remaja tawuran itu. Setelah beberapa kali baku hantam dengan orang-orang yang sama sekali tidak di kenalnya, akhirnya April sampai di tempat Aksa yang juga sedang eksebhisi boxing dengan remaja-remaja itu.
Namun, Aksa terlalu lengah. Dan benda tajam itupun terlepas dari pandangan Aksa. Menyayat lengan kekar Aksa tanpa ampun. Dalam sekejap, lengan seragam bewarna putih itu menjadi bewarna merah darah. April memekik kaget melihat Aksa yang mengerang sambil memegangi lengannya yang berdarah.
Namun, mata April tidak terlepas dari pisau yang menyayat lengan Aksa. Pisau itu digenggam seorang remaja bertubuh kurus dan pendek.
Brengsek!
Kalap, April mencengkeram lengan cowok itu. Saat cowok itu akan menusukkan pisaunya ke arah April, dengan sigap, April memiting tangan cowok itu dan mematahkan pergelangan tangannya, dan otomatis, pisau itu jatuh dari ngenggaman cowok itu.
Cowok itu mengerang kesakitan. Dengan geram, April mencengkeram kerah cowok itu hingga kakinya tidak menyentuh tanah. “ b******k! Mau cari mati lo!” bentak April marah.
Cowok pendek, kurus itu menggeleng sambil menahan sakit di tangannya. Wajahnya tampak memelas, seolah meminta April melepasan cengkramannya yang menyakitkan.
“ masih untung nggak gue matiin lo!” geram April. Serta merta April menyentakkan tubuh kecil cowok itu hingga terjembab di tanah, cowok itu mengerang kesakitan, “ kecil-kecil nggak usah ikutan tawuran! Keinjek baru tau rasa lo!”
April meninggalkan cowok kecil itu lalu mengahampiri Aksa. Dibantunya Aksa berdiri. Sementara Aksa menatap wajah April lekat-lekat.
“ Masih bisa fight kan?” tanya April. Aksa hanya mengangguk.