~♥~♥~♥~♥~
"You think you real cool
You think you real cool
That’s just what you think
Boy, You ain’t cooler than me, Nah
You think you real cool
You think you real cool
It’s the end of your illusion
Boy, You ain’t cooler than me, Nah" -- You Think (SNSD)
~♥~
Iqbal tersenyum miris. Ditatapnya wanita di sampingnya yang juga tengah tersenyum ke arahnya itu.
Reina tertawa sumbang sedetik kemudian. "Kenapa muka kamu, Bal?" Ia melirik Iqbal yang sedari tadi mencebikkan bibirnya tanpa sadar. Iqbal sudah mirip seperti orang patah hati saat ini.
Iqbal menggelengkan kepalanya dan memaksakan senyumannya. "Nggak apa-apa kok, Ma."
Reina tersenyum, kemudian merangkul pundak pemuda itu. Ia mengelusnya perlahan dan berkata, "Jangan cemberut gitu, ah. Kamu tau nggak, Mama nggak pernah suka sama si Ilham itu."
Iqbal cepat-cepat menoleh ke Reina. Matanya berbinar sambil berujar antusias, "Oh ya? Mama nggak suka sama dia?" Reina mengangguk. "Kenapa?" tanya Iqbal.
Reina tampak berpikir sejenak seraya mengusap dagunya. Ia menerawang. "Nggak tau. Yang jelas ... Mama nggak suka sama dia, karena suatu hari … Azel pernah nangis pas pulang sekolah, dia ngurung dirinya di kamar semaleman. Mama dan Danang udah ngebujuk dia buat keluar kamarnya karena dia belum makan, tapi dia nggak mau. Azel keukeuh di kamarnya, dan dari luar Mama denger dia masih sesenggukan.
"Padahal sebelumnya Azel seneng banget karena Ilham ngajak dia jalan, Azel antusias dan mungkin menganggap ajakan dari Ilham hari itu seperti date. Mama juga nggak tau kenapa dia nangis pulangnya. Dia nggak mau ngasih tau kami. Dan selang keesokan harinya, Mama dengar kalau Ilham dan keluarganya pindah ke luar kota.
Eh iya, Tapi Danang ngasih tau Mama kalau keluarga itu balik lagi ke komplek sebelah, nggak tau bener atau nggak." Reina menjelaskan.
Iqbal yang menyimaknya tertunduk lesu. "Ilham 'kan teman masa kecil Azel, Ma, dia dulunya tinggal di sekitar sini?"
Reina mengangguk. "Iya, di rumah yang sekarang ditempatin keluarga muda dari Medan di sebelah."
Reina kembali melanjutkan.
"Semenjak itu Mama langsung nggak suka sama Ilham. Dia secara nggak langsung merubah Azelnya Mama, menjadi pendiam dan pemurung. Mama nggak tau apa yang terjadi, tapi yang jelas ... Ilham udah bikin Azel sakit hati, dan Mama nggak suka siapapun yang udah nyakitin hati anak Mama."
Iqbal bergetar di tempatnya. Iqbal sekarang tahu apa yang sebenarnya terjadi. Siapapun Ilham itu, Iqbal meyakinkan dirinya pada satu kesimpulan. Iqbal tidak suka pada cowok itu. Ilham ya namanya.
Ilham atau siapapun yang menyakiti Azel akan berurusan dengannya.
"Kamu mau liat album foto Azel nggak?"
Suara Reina membuat Iqbal tersadar dari lamunannya.
Iqbal tersentak kemudian tersenyum tipis. "Boleh."
"Kamu pasti kaget lihatnya. Jangan kesengsem ya lihat wajah imutnya Azel pas kecil," canda Reina.
Iqbal tersenyum, sejenak melupakan rasa amarahnya. Ia antusias ingin melihat album foto tersebut.
Reina beranjak melangkah ke lemari dan membuka lacinya, ia menoleh ke Iqbal yang tengah menatapnya sambil mengeluarkan album foto berwarna pink berukuran 25x30 cm itu.
"Ini beneran Kak Azel, Ma?" tanya Iqbal takjub saat Reina membuka lembar pertama dalam album tersebut.
Reina tertawa kecil sambil mengangguk riang. "Iya, ini Azel. Mama udah bilang bukan, kalau kamu bakal kaget lihatnya."
Iqbal mengangguk menyetujui. Matanya menatap satu-persatu foto itu.
Berbagai macam pose Azel diabadikan dalam bentuk foto itu. Mulai dari Azel yang masih bayi, sampai menjelang SD semuanya ada di sana.
Iqbal tersenyum saat pose Azel begitu imut di dalam foto itu, kemudian mengernyit saat Azel memasang pose aneh seperti menjungkir balik dirinya dan Reina memfotonya dari bawah, dan Iqbal harus tercengang saat Reina menunjukkan sebuah foto padanya.
Di dalam foto tersebut, Azel dicium oleh seorang bocah lelaki yang tingginya sama dengan Azel. Bocah lelaki itu mencium pipi Azel yang langsung dihadiahi pelototan oleh Azel.
Azel sudah menunjukkan sifat galaknya sejak kecil.
Entah mengapa, Iqbal tak suka melihat foto itu. Ada bagian dari dirinya yang tak rela saat seseorang menyentuh Azel. Meskipun itu ketika Azel kecil sekalipun.
"Ini?" tanya Iqbal yang sudah terlanjur dirundung rasa penasaran. Jika dipikir-pikir, Danang sepertinya tidak akan mencium Azel, karena tadi Reina baru mengatakan kalau sejak kecil Danang dan Azel tidak pernah akur.
"Itu ... Ilham."
Iqbal mengerjapkan matanya. Ia cepat-cepat kembali memperhatikan foto tersebut. Dan benar-benar tak suka saat ternyata bocah lelaki dalam foto itu adalah Ilham.
Bukannya Iqbal ini berlebihan saat tak suka Ilham kecil mencium Azel, tapi bayangkan saja, Ilham ini kan belum juga bertemu dengannya dan sudah membuat Iqbal begitu membencinya. Apalagi nanti ketika mereka bertemu?
"Jangan cemburu begitu, Bal. Itu wajar kan untuk anak kecil seumuran mereka," ledek Reina.
Iqbal cepat-cepat mengubah air mukanya dan mengulas senyumnya dengan terpaksa.
"Enggak kok, Ma. Ngapain Iqbal cemburu?"
"Muka kamu merah gitu."
Iqbal meraba pipinya sendiri dan menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Ada lagi nggak, Ma? Yang Kak Azelnya unyu abis, gitu?"
Reina langsung bersemangat dan membuka lembar terakhir. Iqbal tidak melihat ada foto disana, tapi saat Reina merobek kertas penutupnya dan mengeluarkan sebuah foto dari dalamnya, Iqbal melonjak antusias.
"Ini pas waktu di kolam renang, Azel pose alay begini. Waktu itu Mama suruh dia pose bibir monyong kayak gini buat godain Papanya yang ada di Singapura karena nggak ikut liburan bareng."
Iqbal terkekeh menerima selembar foto itu.
Azel kecil yang mengenakan bikini imut ini begitu menggemaskan di matanya.
"Azel udah nyuruh Mama buat bakar foto yang ini, tapi gimana dong, Bal? Mama 'kan sayang kalo foto ini harus dibakar, jadi Mama umpetin." Reina tertawa kecil di akhir kalimatnya.
Tiba-tiba sebuah ide jahil terlintas di benak Iqbal. Pemuda itu menyeringai.
"Fotonya buat Iqbal ya, Ma?"
~♥~
Pemandangan di depan Azel saat ini benar-benar langka. Azel sampai harus mengucak matanya dan menajamkan penglihatannya berkali-kali.
Azel menyenggol lengan Danang disampingnya berulang kali, dan tanggapan cowok itu juga sama sepertinya. Danang mengedikkan bahunya acuh. Mengisyaratkan jika ia sama herannya.
Padahal pemandangan di depannya ini masih dalam hal wajar. Reina dan Iqbal bercanda tawa dan seolah mengabaikan dua orang di depannya.
Sejak Iqbal bergabung dengan mereka di meja makan 15 menit yang lalu, Reina sudah antusias dan langsung mengambilkan makanan untuk Iqbal yang baru menarik kursinya.
Tapi saat Azel juga minta diambilkan, Reina langsung memelototinya. Menyuruh Azel agar mandiri mengambil makanannya sendiri.
Memangnya yang Iqbal lakukan sekarang itu mandiri namanya?
"Kamu bisa aja, Bal. Masakan Mama itu biasa aja loh, sama masakan Bunda kamu masih enakan masakannya Bunda kamu." Reina tertawa mesem-mesem.
Iqbal di sampingnya tersenyum kecil. "Enak banget ini, Ma. Iqbal nggak boong."
"Tunggu!" Azel yang sudah diberondong pertanyaan sedari tadi, kini mengutarakannya. "Lo panggil Mama gue dengan sebutan 'Mama'?" Azel mengernyit.
Reina meminum airnya sebelum berujar, "Iya. Kenapa? Iqbal 'kan tunangan kamu, jadi Mama pikir nggak apa-apa."
Azel mengerutkan kedua pipinya. Ia menatap tak percaya Mamanya.
Azel memandang Iqbal yang balik menatapnya. Pemuda itu mengerling membuatnya tersedak makanan yang dikunyahnya.
Ini pemandangan yang baru pertama kali ia lihat. Mamanya bercanda tawa pada orang lain yang bukan Papanya. Dan orang itu adalah Iqbal.
Hal yang sulit dipercayanya.
Iqbal pasti melet Mama!
~♥~