~♥~♥~♥~♥~
"Like love that I hope, please don’t let me down
I’m going to show you how I’ve been feeling
I won’t wait any longer" -- Navillera (Gfriend)
~♥~
Azel menyantap sarapannya dengan enggan. Padahal yang sekarang tengah tersaji di hadapannya adalah makanan kesukaannya. Chicken katsu barbeque sauce. Makanan itu masakan Mamanya, dan pasti akan ia lahap habis kalau sekarang ia tidak kehilangan mood makannya.
Ini semua karena Mamanya dengan seenaknya menyuruh Azel untuk menemani Iqbal berkeliling sekolah dan terakhir ia harus menemani Iqbal mengurus kepindahannya yang mendadak ke ruang Kepala sekolah. Jangankan mengantar Iqbal untuk berkeliling sekolahnya, melihat wajahnya yang slengean itu saja malasnya bukan main.
Lagian Bundanya Iqbal ini ada-ada aja sih. Pake pindahin anaknya ke sekolah lain di tengah-tengah semester. Kesannya Iqbal kayak abis ngehamilin anak orang terus langsung dipindah begitu aja dari sekolahnya.
Haish, Azel benar-benar nggak habis pikir dengan pemikiran Bundanya Iqbal itu dan Mamanya.
"Pokoknya, kamu nanti jangan sungkan ya sama Fazlina. Dia itu sebenarnya baik kok—" ujar Reina pada Iqbal yang mengangguk saja. "—cuman JUTEK aja." sambungnya dengan penuh penekanan pada kata jutek.
Azel mencebikkan bibirnya. Ia menatap sinis Iqbal yang sekarang tengah memasang tampang polos dan alimnya.
Cih, apa barusan gue bilang dia polos?
Azel mendesah dan pura-pura merajuk. Ia beranjak dan mengambil tas selempangnya, kemudian melangkah ke arah pintu rumah. "Udah, Ma, Azel udah kenyang," ucapnya.
"Nggak salim?"
Itu perintah deh kayaknya. Dipelototi begitu, mana berani Azel melawan.
Azel berlari kecil ke Mamanya dan mencium tangan dan kedua belah pipi Mamanya. Setelah mengucap 'Assalamualaikum' Azel berlari lagi menuju pintu berniat meninggalkan Iqbal.
Tapi tanpa disangka-sangka, Iqbal menyusulnya dan secara tak terduga pula langsung merangkul pundaknya.
Azel menggerutu dan langsung melepas rangkulan itu. Sejak kecil Azel tidak suka dirangkul sama teman atau seseorang yang lebih tinggi darinya. Kecuali Papanya tentunya.
Pelecehan, namanya. Ya secara tidak langsung itu mengatainya pendek. Azel melotot dan langsung menginjak kaki Iqbal kuat-kuat. Pemuda itu melompat dan meringis kesakitan setelahnya.
Ketika melihat Iqbal meringis kesakitan, Azel tertawa dan berlari meninggalkan pemuda itu.
Tepat saat sepuluh meter ia berlari, ia membalikkan badannya kemudian memeletkan lidahnya ke arah Iqbal. "Rasain!"
Membalikkan badan kembali, Azel berlari sekencang mungkin agar tidak dikejar pemuda itu.
Dalam ringisannya Iqbal menyeringai. "Liat nanti, Fazlina. Lo bakal tergila-gila sama gue."
~♥~
Kelas sudah ramai saat Azel menginjakkan kakinya di sekolah. Tapi yang membuat Azel kebingungan, hampir semua siswi di kelasnya tengah melihat ke luar jendela yang mengarah dengan taman sekolah.
Azel bilang, hampir. Iya, hampir, karena hanya dirinya satu-satunya siswi yang belum ikut menimbrung memenuhi meja di depan jendela itu.
Karena dirundung rasa penasaran yang kuat, dan memang orangnya kepo-an, Azel mendekati jendela. Akhirnya ia ikut melihat apa yang sedari tadi menjadi topik pergunjingan itu.
"Ih, unyu ya?"
"Ya ampun, Justin Bieber aja lewat!"
"Omo! Lebih ganteng dari Vernon!"
"Kelas berapa sih? Murid baru kayaknya."
"Aku padamu, stranger!"
Azel menepuk bahu Irma, teman sebangkunya saat ia sudah benar-benar kepo dengan apa yang sedang mereka tonton. Kayaknya menonton drama korea lebih asik deh, dari nonton beginian.
"Ada apaan, Ir?" tanya Azel setelah bersusah payah membuat Irma berpaling.
Irma buru-buru mengalihkan tatapannya setelah berseru kalimat singkat, "Ada anak baru!"
Alis Azel bertaut.
Anak baru? Oh!
Azel melipat bibirnya.
"Yah, nggak ganteng ah!" seru Azel. Yang anehnya semua siswi serentak menegok ke arahnya dan memberikan pelototan tajam. Mereka bisa janjian gitu nengoknya!
Dan Azel jelas-jelas nggak takut dengan pelototan itu.
Azel bergegas ke mejanya yang tepat di depan meja guru dan lebih memilih menghabiskan waktunya menunggu guru Bahasa Perancisnya dengan menyetel lagu korea kesukaannya. Setelah earphone terpasang di telinganya, ia bergegas mencari lagu keluaran terbaru girlband yang baru-baru ini digemarinya.
"Na nan a Navillera~"
Azel mengangguk-anggukkan kepalanya mengikuti irama musik. Sesekali mengingat gerakan dance dari lagu itu.
Tapi tiba-tiba musiknya berhenti. Ada w******p masuk rupanya.
Ilham Syahreza : Azel?
Ilham Syahreza : Sorry aku ganggu.
Ilham Syahreza : Eh, iya ding. Btw, aku ganggu kamu nggak, ya?
Azel lemas seketika membaca pesan itu.
Kak Ilham ...
Kenapa cowok itu muncul lagi?!
~♥~♥~♥~♥~
"Kamu nggak sama Iqbal, dari tadi? Ya ampun Azel, Iqbal kan minta dianterin ke ruang Kepsek buat ngurusin kepindahannya. Gimana kalo dia ribet, Azel?!"
Azel menjauhkan ponselnya dari telinganya saat mendengar suara keras Mamanya. Setelah mengusap telinganya yang langsung panas seketika, Azel menjawab.
"Maaaa, Iqbal udah gede, lagi. Dia bukan anak kecil. Dia palingan bisa ngurusin dirinya sendiri, kok. Ya ampun Mama, jangan lebay gitu dong," balas Azel dengan napas menderu.
Di ujung sana Mama menghela napasnya gusar. "Mama tunggu kamu di rumah!"
KLIK
Telepon itu diputus sepihak. Azel menggerutu. Mamanya pasti sekarang sedang marah-marah akibat dirinya yang mangkir dari perintah Mamanya untuk menemani Iqbal sepanjang hari di sekolah.
Azel sudah bilang, bukan? Ia sangat malas bertemu dengan Iqbal. Apalagi kepindahan Iqbal ke sekolahnya saja langsung membuat hampir semua siswi di sekolahnya geger. Mulai dari yang seangkatan dengan Iqbal sendiri, hingga kedua tingkat kakak kelasnya, termasuk siswi seangkatan Azel. Semua membicarakan tentang si anak baru yang katanya bak model catwalk itu.
Jika ada yang melihat Azel dekat-dekat dengan Iqbal, bisa-bisa ia dikeroyok massal.
Lagian, Iqbal itu aduan banget orangnya!
Dasar anak Bunda!
Azel mengangkat slingbagnya dan menyampirkannya ke bahunya sebelum mengunci ruang dance. Sekolah sudah mulai sepi. Mungkin hanya siswa yang masih kebagian ekskul atau piket, dan bebarapa orang guru yang belum pulang.
Hampir maghrib dan Azel baru berniat untuk pulang sekarang. Itu karena betapa kucalnya penampilannya sekarang dan bau tubuhnya yang membuatnya tidak tahan bertahan dalam keadaan seperti terus. Bahkan sejak tadi perutnya meraung minta pengisian ulang.
Jika ia masih dalam keadaan layak, mungkin ia bisa bertahan hingga malam hari di sekolahnya.
Azel berjalan sambil mengeratkan jaketnya. Udara senja di Jakarta ini entah kenapa begitu dingin. Mungkin selalu dingin, tapi selama ini Azel tidak pernah memasalahkannya. Namun hari ini sepertinya ia harus melakukan ritual perendaman lagi jika tidak ingin terserang flu.
~♥~
"Baru pulang, kamu?!"
Azel menghentikan langkahnya yang baru berjarak lima senti dari pintu rumahnya. Ia membalikkan tubuhnya dan menelisik ruang tamu, tempat suara itu berasal.
Di sana, Mamanya tengah bersidekap sambil memasang wajah sangarnya. Azel meringis kecil.
Samperin. Nggak. Samperin. Nggak.
Ia berperang batin untuk menghampiri Mamanya atau tidak. Tapi akhirnya ia melangkahkan kakinya menghampiri Mamanya dan berdiri di depannya.
Reina melepaskan kacamata plusnya dan melipatnya. Azel menelan ludahnya dengan susah payah.
Mamanya seperti guru Matematikanya sekarang. Killer.
Azel menundukkan kepalanya. Tangannya bertaut. "Maaf, Ma. Azel tadi ada ekskul."
"Setahu Mama, ekskul dance kamu itu adanya hari Rabu, dan ini hari Senin. Kamu mau boongin Mama, ya?" tuduh Reina.
"Nggak, Mama. Tadi aku latihan dance, dan sekarang tuh emang jadwal aku ekskul dance, ada perubahan jadwal." Azel kesusahan menjelaskan.
"Kenapa nggak bilang Mama kalau jadwalnya berubah?"
Azel menghela napasnya sebelum menjawab, "Kemarin aku mau bilang, tapi Mama sibuk arisan. Terus lupa."
"Terus kenapa kamu nggak nemenin Iqbal seharian ini?!"
Kali ini Azel berani. "Maa, aku nggak mau ah, berurusan sama Iqbal di sekolah. Di rumah aja udah ribet, apalagi di sekolah."
Azel buru-buru melanjutkan sebelum Mamanya ingin menyela. "Lagian, Iqbal itu populer banget di sekolah. Males ah, berurusan sama orang kayak gitu. Bisa-bisa Azel dibenci satu sekolahan."
Mamanya menghela napas. "Kamu banyak alasan, Azel! Pokoknya Mama nggak mau tau, kalian harus berangkat dan pulang bersama. TITIK!"
Sekarang Azel bingung, mana anak kandung Mamanya yang sebenarnya.
Azel ingin memprotes tapi ancaman Mamanya membuatnya bungkam kali ini. "Kalo nggak.... Mama nggak akan ngijinin kamu nonton konser boyband kesukaan kamu, SELAMANYA!"
~♥~
Azel baru saja hendak merebahkan tubuhnya di tempat tidur kesayangannya, saat Danang merecokinya. Cowok itu masuk ke kamarnya dengan lancang, padahal 'kan Azel sudah memasang tulisan di pintunya besar-besar.
Danang duduk di kasurnya dan akhirnya ikut menjatuhkan dirinya di samping Azel.
"Kak, lo tau nggak?--"
"Nggak!"
Danang memutar matanya sebal. "Yaelah, gue belum selese cerita kalik!"
"Oh, kirain itu tadi pertanyaan," sahutnya malas.
"Lo tau, nggak, tadi Kak Ilham main ke rumah kita pas rumah masih sepi. Cuman ada gue di rumah."
Azel langsung terduduk, diguncangnya pundak Danang. "Serius lo? Kak Ilham ke sini?"
Setelah Danang mengangguk, pundak Azel langsung merosot. "Ngapain cowok itu kesini lagi?!"
Danang bangkit dan duduk. Cowok itu mengusap bahu Azel. "Lo belum move on, ya dari dia?" tuduhnya langsung membuat Azel mencebikkan bibirnya.
Azel menjambak rambutnya frustasi. "Ya lo pikir aja, lah! Dia temen masa kecil kita. Gue suka sama dia sejak masih jadi orok, sampe segede ini. Gimana mungkin coba gue lupa sama dia?!"
Danang mengangguk paham.
"Dia bilang apa sama lo?" tanya Azel penasaran.
"Dia cuma nanyain lo ada di rumah atau nggak, pas gue jawab nggak, dia langsung cabut."
Azel menghela napas frustasi.
"Gue nggak bisa ngelupain Kak Ilham! Apa yang mesti gue lakuin, Dan?!" seru Azel mendramatisir suasana. Danang santai menanggapi tingkah lebay kakaknya.
"Ya, lo tinggal—"
“Ilham siapa?"
Suara itu menghentikan ucapan Danang. Kedua kakak beradik itu menatap ke arah pintu serempak. Ada Iqbal disana.
~♥~