11- Bunda Iqbal

972 Kata
    ~♥~♥~♥~♥~ “Tell me when you like me Very very very much Call me when I come up in your mind Very very very often” – Very Very Very (I.O.I)     ~♥~   "GUE BENER-BENER GAK PERCAYA!" "MASIH GAK PERCAYA!" "Sumpah demi apa kalian berdua itu tunangan?!"   Azel terkekeh menyaksikan kedua sahabatnya yang juga tengah menatapnya, lewat sambungan video call di layar tabletnya. Ekspresi keduanya lah yang membuat Azel gemas. Apalagi saat keduanya sama-sama mendelik sebal dengan tangan terkepal dan raut tidak ikhlas mereka. Dalam hal ini, Azel merasa senang karena secara tidak langsung membuat kedua sahabatnya itu iri terhadapnya. Azel menggeleng sekali lagi sebelum berucap, "Kalian nggak perlu segitunya kalik." Irma menggeleng dramatis di sebrang sana, dan kemudian layar beralih dan menampakkan raut yang sama dari Ica. Azel tertawa girang.   "Gue nggak mau tau, lo harus ceritain semuanya, titik!" "Kapan-kapan ya. Enggak janji gue." Azel memeletkan lidahnya. Irma mendelik dan Ica memasang raut herannya. "HARUSS!!!!" Teriak keduanya dari sana, dan Azel lagi-lagi tertawa riang.   Cklek   "Kak, dipanggil Mama di bawah. Buruan, GPL!"   Brak   Azel mendengus menyaksikan tingkah kurang ajar adiknya. Danang ini benar-benar bertingkah seenaknya padanya. Azel jadi kasihan melihat pintu kamarnya yang sering jadi bulan-bulanan Danang, entah itu ketika adiknya menggedor-gedor pintu itu, atau saat Danang menggebrak bahkan membantingnya.   "Eh, Zel, lo udah ngebuktiin kalo kalian itu tunangan, tapi gue masih penasaran tentang Iqbal. Fotoin Iqbal pas lagi tidur, dong... "   Azel bersumpah, bahwa itu adalah ucapan teralay dari Ica yang pernah didengarnya.   ~♥~♥~♥~   Ketika Azel menuruni tangga, Azel bisa melihat Mamanya tengah mengobrol dengan Iqbal dan seorang wanita sebaya Mamanya. Azel menebak bahwa wanita itu adalah Bundanya Iqbal. Jadi sebelum benar-benar menapakkan kakinya di tangga terakhir, Azel merapikan rambut dan blousenya yang kusut, dan dengan reflek mengusap wajahnya yang sedikit berminyak. Meskipun Azel tidak menyukai pertunangannya dengan Iqbal, tapi apa salahnya bila Azel berlaku baik dan tampil cantik di depan Bundanya Iqbal yang baru sekilas dilihatnya itu. Iqbal menengadahkan kepalanya begitu menyadari keberadaan seseorang di samping sofanya. Pemuda itu tersenyum manis sekali hingga menular pada Azel yang melihatnya. "Sini, kak. Duduk di sebelahku." Iqbal menepuk-nepuk sofa di sebelahnya, dan hal itu secara langsung menjadi pusat perhatian dua wanita di sana. "Iya," balas Azel sambil tersenyum. Gadis itu mengangguk kecil saat bersitatap dengan Bundanya Iqbal. "Tante," sapanya. Wanita itu tersenyum. Azel dapat melihat bulan sabit yang tercetak di mata Bundanya Iqbal sama persis seperti milik Iqbal. Dan Azel akui, Bunda Iqbal benar-benar cantik. Nggak heran jika Iqbal seganteng itu. Azel akhirnya duduk di sebelah Iqbal karena sofa di sebelah Mamanya sudah diisi Bunda Iqbal. Apalagi Danang yang datang tiba-tiba dan menyerobot sofa incarannya. Azel harap Iqbal nggak akan ambil kesempatan dalam kesempitan saat mereka duduk bersebelahan seperti ini. "Jangan panggil Tante, panggil Bunda aja, Azel," kata Bundanya Iqbal begitu Azel tepat mendaratkan bokongnya di samping Iqbal. Azel tersenyum canggung. Ia menyelipkan rambut panjangnya dan melirik Iqbal yang saat itu juga tengah menatapnya dengan tatapan tidak menyangka. Azel memberikan death glarenya pada Iqbal, tapi malah ditanggapi dengan kerlingan dari Iqbal. "Iqbal pasti ngerepotin kamu ya, selama ini?" tanya Bundanya Iqbal. Ada jeda sebentar sebelum wanita itu melanjutkan. "Maaf ya atas sikap Iqbal yang agak manja dan nyebelin itu. Pasti Iqbal manja ke kamu sama Mama kamu, kan?" Azel meringis. Rasanya ingin sekali mengiyakan, dan berteriak keras-keras pada Bundanya Iqbal bahwa ia menyetujui semua perkataan Bundanya Iqbal, tapi masa Azel mau bilang begitu? Kesannya nggak sopan. Jadi Azel hanya meringis kecil dan menjawab, "Nggak kok, Tan-eh, Bunda. Iqbal baik. Nggak ngerepotin."   Semua yang ada disana tertawa menanggapi ucapan Azel. Tidak terkecuali Iqbal.   "Bunda, aku nggak ngerepotin siapa-siapa kok. Termasuk Kak Azel." Diam-diam tangan Iqbal merayap naik ke pundak Azel dan hinggap disana. Iqbal melirik Azel ketika mengucap 'Kak Azel'. Azel mendengus sebal. Ditatapnya Iqbal yang masih santai merangkul pundaknya. Azel mendelik, tapi Iqbal tetap tidak peka. Jadi gadis itu memutuskan untuk memberikan pelajaran untuk Iqbal. Sedikit injakan di kaki tidak apa-apa kali, ya?   "Bunda mau ke luar Jawa lagi ya? Bunda betah banget sih disana, padahal nggak ada hal bagus yang bisa disawang disana, contohnya aku," canda Iqbal tiba-tiba. Azel yang semula ingin merealisasikan apa yang ada di pikirannya, jadi terhenti. Ditatapnya wajah Iqbal yang dalam canda tersirat tatapan sedih di sana. Entah itu benar-benar tatapan sedih atau bukan, yang jelas, rangkulan Iqbal di pundak Azel ikut turun seiring dengan perubahan raut wajah Iqbal yang berubah. "Iya, sayang. Bunda mau balik lagi ke sana, karena Ayah kamu masih belum ijinin Bunda balik ke Jakarta. Jadi Bunda harus nyusul Ayah kamu besok pagi." Azel mendengarkan dengan khitmad percakapan ibu dan anak itu. Namun percakapan keduanya terhenti ketika wanita cantik yang dipanggil ‘Bunda’ itu tiba-tiba menatapnya kemudian berkata dengan lembut. “Azel, setelah ini, bisa kita bicara berdua saja?” Azel tertegun di tempatnya. ~♥~   Azel memandang wanita di depannya yang meskipun sudah berkepala empat namun masih tampak cantik. Ia tersenyum canggung. Jarinya memilin pelan ujung blousenya untuk menetralisir rasa gugupnya. “Bunda tau pertunangan ini begitu memberatkan kamu. Harus bertunangan dengan pemuda asing yang bahkan usianya di bawahmu. Bunda yakin itu membuat kamu nggak nyaman, bukan begitu?” Azel diam tak bergeming. Gadis itu masih menanti kelanjutan perkataan dari Bunda Iqbal. Wanita di depannya itu menarik napasnya sebelum berkata lirih, “Maaf karena membuat kamu nggak nyaman dengan keadaan ini, ya.” Ia tersenyum, membuat Azel ikut tersenyum. “Tapi kamu bisa jamin omongan Bunda kok. Iqbal itu pemuda baik-baik, dan kelihatannya dia itu sangat suka sama kamu. Buktinya, dia nggak menolak sewaktu tau kalau kamu yang akan ditunangkan dengannya.” “Lagi pula, usia itu bukan jaminan kan? Bisa saja kalian itu sama-sama dewasa. Toh usia kalian hanya terpaut satu tahun. Bukan terpaut yang jauh,” lanjutnya. Azel mengangguk mengiyakan. Ia tersenyum kecil. Diam-diam sejak tadi ia mengamati bagaimana wanita di depannya berbicara. Dan entah mengapa, tiba-tiba timbul perasaan hangat yang menyeruak masuk ke hatinya. Sedikit memunculkan harapan bahwa memang Iqbal adalah pemuda baik seperti yang dikatakan bundanya. Eh tunggu dulu! Apa tadi Bunda bilang kalau Iqbal juga sangat menyukainya? Masa sih?   “Iya, Bunda.” Singkat. Jujur ia bingung pada apa yang pantas diucapkan saat ini.   Kemudian hening. Bunda Iqbal tersenyum lagi dan kembali berujar, “Bunda bisa minta tolong ke kamu, Zel?” Azel menatapnya penasaran. “Apa Bunda?”   “Bisa tolong jaga Iqbal?”   ~♥~  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN