Bab 99

1101 Kata
Karena berangkat lebih pagi, jalanan masih sepi dan mereka tiba di tujuan lebih cepat. Novan menguap lebar. Ia menahan rasa kantuk yang menyerang sejak awal berangkat. Ia tidak bisa tidur di mobil karena mereka tiba lebih cepat. Smartphone Novan berdering. Ia mengeluarkan smartphone dari kantong celana. Efi yang menelponnya. “Nggak di angkat?” Tanya Stevan. Novan menggeleng. Stevan melirik layar smartphone, lalu mangut- mangut. “Cewek?” “Iya,” jawab Novan singkat. “Cewek yang ngejar kamu?” Novan menggeleng. “Teman sekelompok.” “Lah, kalo gitu angkat aja dong. Kali aja penting kan, palingan juga ngebahas soal tugas kalian,” pinta Stevan. “Iya sih, tapi ...” Nada dering di smartphone berhenti. Novan menghela napas lega. “Kan ada yang lain, teman sekelompok yang lain tuh cowok. Kenapa nggak mereka aja yang telpon?” “Ya, kali aja emang si cewek ini yang mau bahas tugasnya samamu.” Novan mendengus. Ia menggeleng. “Nggaklah. Walaupun bahas tugas juga kalau mereka telpon nggak akan aku angkat,” ujar Novan. “Ya ampun anak ini...” Gumam Stevan. “Tuh, bunyi lagi tuh.” Smartphone Novan kembali berdering nyaring. Novan mengambilnya dan melirik layar smartphone sekilas. Toro yang menelpon. “Halo, Toro,” sapa Novan. “Van, kamu dimana? Udah berangkat?” Tanya Toro di ujung sana. “Lagi otw ke sekolah nih. Kenapa?” “Udah dekat belum? Apa masih jauh?” Novan melirik keluar. “Yah, dikit lagi sampai sih. Kenapa memangnya?” Tanya Novan sambil sesekali melirik keluar. Tinggal beberapa ratus meter lagi untuk sampai ke sekolah. “Anu Van, bisa putar balik bentar nggak? Ke fotocopy dekat sekolah juga. Aku lagi ngejilid nih, tapi repot kalau sendirian soalnya agak tebal.” “Oh, bisa, bisa.” Novan mengangguk pelan. “Dimana tuh fotocopy?” “Fotocopy Raina namanya, nggak jauh dari sekolah. Bentar deh, aku share lokasi aja. Bentar.” Toro memutuskan telponnya, berganti dengan mengirimkan titik lokasinya lewat chat. Novan membuka chat dari Toro dan menghubungkan titik yang di kirim dengan GPS. “Van, mutar balik bentar ya. Aku mau ngejilid tugas sama teman,” pinta Novan. Stevan mengangguk. “Oke. Temanmu dimana?” “Katanya di fotocopy Raina. Dia ada share lokasinya.” Novan menyalakan GPS. Stevan melirik GPS dan mangut- mangut. “Oh, aku tahu itu tempat. Kita ke sana dulu nih?” Tanya Stevan memastikan. Novan mengangguk. Stevan mengambil ahli kemudi. Ia memutar balik laju mobil dan berjalan menjauhi sekolah yang sudah tampak di depan mata. **** Mobil berhenti tepat di depan papan bertuliskan “Fotocopy Raina”. Novan keluar dari mobil, sementara Stevan parkir mobil. Meski masih pagi, tapi toko fotocopy ini sudah ramai dengan murid- murid dan mahasiswa yang tampak berkutat dengan layar komputer. “Van!” Toro melambaikan tangannya. Novan menghampirinya. Novan sedikit lega karena Toro menyapanya duluan. Dia tidak tahu Toro, ia masih belum mengenal teman sekelasnya dengan baik. Banyak yang belum ia kenal. “Toro ya?” Tanya Novan. Toro mengangguk. “Jadi gimana tugasnya? Udah di print?” “Udah, tapi belum semuanya. Tinta printernya habis, jadi ini aku lagi print sisanya aja,” jawab Toro. Ia duduk di salah satu kursi komputer yang ada. Novan melirik monitor komputer. “Udah berapa halaman nih?” Tanya Novan sambil melirik printer yang tersambung. “Aku kan udah print setengahnya. Total semua ada 50 halaman, jadi sisa 25 halaman lagi kayaknya yang belum di print,” jawab Toro. Novan tercengang. “Hah? Tugas kalian sampai 50 halaman?!” Timpal Stevan. Toro dan Novan menoleh. Stevan berdiri di belakang Novan, tampak tercengang melihat tumpukan kertas yang keluar dari printer. “Ini tugas kalian nih semua?” Tanya Stevan sambil menunjuk printer. Novan dan Toro mengangguk bersamaan. Stevan geleng- geleng kepala. “Agak edan ya tugas sekolah anak jaman sekarang,” gumam Stevan. “Ya beda zaman dong kita,” tukas Novan. Ia mengambil kertas yang keluar dari printer dan mengumpulkannya. “Heh? Stevan bukan?” Sapa seseorang di belakang Stevan. Ia menoleh. Seorang pria berambut kribo yang berusaha di tutupi dengan topi menghampirinya. “Ingat aku nggak?” Tanya pria itu sambil menunjuk dirinya. “Hei! Bung Kribo!” Sapa Stevan balik. Ia menepuk pelan pria yang ia panggil ‘bung Kribo’ itu. “Hei sob! Udah lama nggak jumpa. Apa kabar bro?” “Baik, baik. Kamu gimana kabarnya sekarang? Sibuk ngapain nih sekarang?” “Baik. Ah, biasalah. Ini lagi jagain fotocopy. Punyaku nih, hasil dari kecil- kecilan.” “Wih, keren bro!” Stevan bertepuk tangan. “Biasalah, usaha kecil- kecilan dulu,” ujar bung Kribo. Ia melirik Novan dan Toro di belakangnya. “Kamu ngapain di sini? Kenal sama mereka?” Tanyanya sambil menunjuk Toro dan Novan. “Oh, ini ponakanku.” Stevan menepuk pelan pundak Novan. “Nah yang itu temannya. Mereka lagi ngeprint tugas.” Stevan menunjuk Toro. “Oalah. Ada yang perlu di bantu nggak? Kalo ada nanti panggil saya aja nggak apa.” “Bentar bang, mau ngeprint dulu. Nanti kami mau jilid,” jawab Toro. “Oh oke. Aku tinggal dulu ya.” Bung Kribo menepuk pundak Stevan. “Bentar ya.” “Oh, oke oke. Lanjut,” balas Stevan. Bung Kribo pergi meninggalkan mereka. “Kamu nggak langsung pergi kerja? Nanti telat,” tanya Novan. “Nggak, masih aman sih. Jam 9 kok masuknya,” jawab Stevan. Ia mencolek Toro. “Kamu kemari naik motor apa naik angkot?” “Naik angkot bang,” jawab Toro. “Oh ya udah, entar sekalian aja naik mobil.” “Gak apa bang?” Tanya Toro. “Nggak apa, nggak usah segan. Lagian lumayan jauh juga nih kalau ke sekolah kalian.” “Makasih bang.” Stevan mangut- mangut. “Udah, kalian selesaikan dulu dah itu.” Mereka kembali sibuk menyelesaikan tugas. Toro mengecek satu persatu agar tidak ada yang salah cetak, sedangkan Novan menyusun kertas yang sudah di cetak. “Udah semua nih. Udah, sisanya di jilid aja sih tinggal,” ujar Toro. Ia bangkit dari sana dan menghampiri bung Kribo yang sedang melayani pelanggan lain. “Bang, ini di minta jilid ya. Jilid spiral kalau bisa,” pinta Toro. “Kalau jilid spiral agak lama sih dek. Mau nunggu?” Tanya bung Kribo. “Nggak apa dah, nunggu aja,” jawab Toro. “Ya udah bentar ya.” Bung Kribo mengambil tumpukan kertas dan membawanya ke belakang, sementara Toro dan Novan menunggu. Mereka duduk di dekat Stevan yang sibuk dengan smartphone. “Udah selesai?” Tanya Stevan. Ia mengantongi smartphone. “Lagi di jilid,” jawab Novan. Stevan mangut- mangut. “Semoga nggak lama ya.” ****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN