Bab 156

1514 Kata
“WIDYA?! DIMANA KAMU WIDYA?!” Papa membanting semua pintu di lantai bawah. Novan 7memperhatikan papa dari dapur. Papa berdecak kesal dan menggebrak meja ruang tamu. “Widya …” Gumam papa pelan. Papa menatap Novan dengan tatapan tajam dan menghampirinya. Novan buang muka dan lanjut makan. “Kemana perginya ibu kamu?” Tanya papa. “Nggak tahu pa …” Jawab Novan. Papa mengguncang pundak Novan kencang. “Hubungi ibumu, cepat!” “Pa … tapi pa … hp aku kan … sama papa …” Jawab Novan terbata. Papa berhenti mengguncang leher Novan dan berdecak kesal. “s**l!” Papa mengeluarkan smartphone dan menghubungi ibu. Papa menggigit kuku dan menghentakkan kaki berkali- kali, menunggu panggilan tersambung di sana. “Ck, malah nggak bisa lagi! Lah, ini kenapa papa chat kok nggak di baca? Kenapa cuma checklist satu? Apa dia nggak ada kuota ya?” “Foto profilnya ada?” Novan mengintip smartphone papa. Kosong. Tidak ada foto profil di sana, juga last seen. “Nggak ada.” “Em … mungkin … papa di … blokir?” Gumam Novan pelan. Papa melotot dan refleks membanting smartphone ke lantai. “WIDYA!! KETERLALUAN KAMU YA! s****n! PULANG KAMU WIDYA!!” **** “Hah? Papa semarah itu?” Tanya ibu di ujung sana. Novan mengangguk. Saat ini dia sedang video call dengan ibu di kamar mandi, membiarkan papa mengamuk sendirian di bawah sana. “Iya bu. Tadi aku tinggalin papa ngamuk di bawah. Sekarang aku ngunci diri di kamar terus ke kamar mandi, biar nggak ketahuan papa.” “Kamu kenapa nggak temani papa?” “Nggak, cari aman. Aku nggak mau nanti jadi samsak pelepas kemarahan papa. Ibu tahu kan, papa kalau marah banget itu gimana?” Ibu mengangguk. “Yah, benar juga sih kamu.” “Ibu gimana di sana? Udah makan? Mikel mana bu?” “Ibu baik- baik aja kok di sini. Ini teman ibu lagi datang, bawain anaknya main sama Mikel. Ibu udah makan, tadi beli yang di dekat sini. Kamu udah makan kah?” “Udah bu, tadi pesan online aja. Ibu berapa lama di sana? Ibu buka dong blokiran papa, nanti dia makin ngamuk loh.” “Nggak tahu, ibu pesan 2 malam aja di sini. Mungkin ibu pulang, mungkin juga bakalan ke rumah teman. Lihat aja nanti, tergantung papamu pokoknya.” “Papa mah nggak bisa di harapin, kalau udah marah bakal lama baiknya.” Novan berdecak kesal. “Ibu ini, malah tinggalin aku berdua sama papa. Entah bakal jadi apa nanti.” “Yaudah kalau gitu kamu kabur aja kayak ibu. Pergi ke rumah Stevan, atau ke rumah temanmu kek, bilang kamu nginep, kamu chat.” “Mau chat gimana? Kan aku pura- pura nggak ada hp ini!” “Oh, iya juga ya. Ya udahlah, sabar aja dulu. Ibu bakal pulang kok. Secepatnya, kalau bisa.” “Ibu ini! Besok aku sekolah gimana? Tadi mana udah izin. Ibu bilang apa ke sekolah tadi?” “Ibu bilang pergi melayat lihat nenekmu.” “Nenek kan masih ada bu. Ck. Parah nih ibu, minta doain orangtua cepet!” “Heh! Nggak gitu! Maksudnya tu bukan mamaknya ibu, tapi mamaknya papa kamu! Kan memang udah nggak ada toh? Jadi nggak bohong dong?” Novan mangut- mangut. Ya ... “Ya ... Nggak salah juga sih ...” Ibu ini, ternyata idenya ada aja. “Terus besok aku gimana?” “Ya gimana? Pergi sekolah dong. Kayak biasa. Masa mau bolos lagi?” Tanya ibu. Ia menyinggungkan senyum dan menyapa seseorang di balik kamera. “Ini anakku nelpon,” gumam ibu sambil menunjuk layar. “Tapi aku malas kalau harus pergi sama papa ...” Gumam Novan. “Tadi papamu ada nanya nggak soal sekolahmu?” Novan menggeleng. “Ya udah, tandanya tadi dia nggak ada jemput kamu. Kemungkinan sih, besok kalian pergi masing- masing. Papamu mana tahan sih, harus antar jemput gitu di sela jam kantornya yang padat.” “Hah? Masa sih?” Ibu berdecak. “Percaya deh sama ibu. Kamu lihat aja besok.” “Iya deh iya. Mikel mana?” Novan mendongak. Ia mendengar suara Mikel di ujung sana. “Oh, ini dia udah balik. Sini, sini. Abang nih.” Ibu melambaikan tangan pada Mikel di belakang kamera. Mikel berlari menghampiri ibu dan memeluknya. “Alo abang!” Sapa Mikel riang. “Halo Mikel! Mikel kemana sama ibu?” Novan menyinggung senyum kecil. “Mikel sama mama pergi ke tempat yang banyaak banget kamarnya bang! Terus kami tidur di satu kamar, ada kasurnya gedee banget bang! Lebih gede daripada yang di rumah! Liat nih!” Mikel menarik smartphone dan menunjukkan kasur yang besar pada Novan. “Terus kan bang, di luar ada kolam ikan gede! Banyak ikannya! Ikannya belenang! Warna warni, kilau kilau!” “Wah, bisa makan ikan yang banyak dong,” timpal Novan. Mikel menggeleng. “Kata mama, nggak boyeh. Soalnya itu ikannya, ikan apa tadi ya? Oh! Ikan hias! Pelihalaan!” Jawab Mikel semangat. Novan tertawa kecil dan mengacungkan jempolnya. “Iya iya, Mikel bener. Pintar Mikel!” Mikel cengengesan. “Abang sama papa kapan kemali? Nanti kita main bang, sama temen Mikel! Ini dia temen Mikel!” Mikel menarik seorang anak laki- laki sepantarannya. “Elo, liat liat! Ada abang Mikel!” Mikel menunjuk layar dan melambaikan tangan. Novan membalas lambaian tangannya. “Sapa abang dong!” Pinta Mikel pada temannya. “Ai abang! Ini Elo!” Ia memperkenalkan diri. Novan tersenyum kecil. Menggemaskan sekali anak- anak ini. “Nanti abang mau kemali loh, sama papa. Nanti kita main sama abang ya! Main lego! Kita buat lego lobot!” Ujar Mikel. “Lego lobot yang besal?” Elo mengangkat kedua tangannya. Mikel mengangguk penuh semangat. “Iya! Yang besal ... Banget! Lebih besal dali kita!” Mikel ikut mengangkat tangannya tinggi- tinggi. Mata Elo berbinar takjub. “Iya kan bang? Nanti kita buat lego yang gede kan bang? Abang kapan kemali bang? Sama papa kan?” Tanya Mikel antusias. “Itu ..” “Abang nggak kemari,” potong ibu. Mikel dan Elo kecewa. Mereka cemberut. “Kenapa abang gak kemali?” Tanya Mikel kesal. “Abang kan harus sekolah, jadi nggak bisa kemari dong.” “Tapi tadi abang nggak sekolah!” Bantah Mikel. “Iya, tadi abang izin. Tapi abang besok harus sekolah, nggak boleh bolos. Papa juga kan harus kerja,” balas ibu. Mikel semakin cemberut. Ibu mengelus pelan rambut Mikel. “Mikel, kamu liburan berdua aja ya dulu dengan mama? Nanti mama bawa deh Mikel main ke rumah Elo, terus kita jalan- jalan ya?” Wajah cemberut Mikel hilang, berganti dengan senyum sumringah. “Bener ma? Janji ya?” Mikel mengacungkan kelingkingnya. Ibu menautkan kelingking di jari Mikel. “Iya, mama janji.” “Yeaay!” Mikel bersorak riang. Ia loncat kegirangan bersama Elo. “Elo, besok kita main! Besok kita main lagi! Jalan- jalan juga!” “Yeay! Jalan- jalan!” Mereka berdua loncat kegirangan. Novan tersenyum kecil melihatnya. Ah, dasar anak- anak. “Nah, sekarang Elo dan Mikel main dulu ya. Mama masih mau ngomong sama abang,” pinta mama. Mikel mengangguk. “Yuk Elo kita main!” Mikel menarik tangan Elo dan mereka pergi meninggalkan ibu sendirian. “Ya bang, besok abang pokoknya harus pergi sekolah. Tadi gimana kamu di rumah Stevan? Aman? Kamu ada cerita apa ke dia? Terus dia gimana?” Tanya ibu beruntun. “Jadi, iya ada aku ceritain kok. Iya dia agak kaget sih awalnya, tapi yah dia bilang kalau papa memang begitu. Terus dia juga ada bilang soal ibu juga, tapi aku lupa. Ngomong- ngomong ...” Novan menatap ibu. “Ibu ... Kenapa bisa kenal Stevan?” “Ya, kan ibu bilang, nggak mungkin ibu nikah tapi nggak kenal keluarganya ...” Jawab ibu. “Tapi bukan itu bu. Stevan kayak ada sembunyiin sesuatu, tentang ibu, papa, dan juga ... Mama. Dia ada bilang sesuatu, tapi dia nggak mau jelasin. Ibu tahu sesuatu mungkin?” “Tentang mama?” Tanya ibu. Novan mengangguk. “Entahlah, mungkin soal itu ...” “Itu apa bu?” Tanya Novan penasaran. “Ibu nggak tahu pasti sih, tahu secara garis besarnya aja. Mending kamu nanya apa ke Stevan biar nggak lain ceritanya,” jawab ibu. “Tapi Stevan nggak mau kasih tahu bu!” “Emang gimana katanya?” “Katanya dia bakalan kasih tahu nanti, kalau aku udah besar.” “Yaudah, tunggu aja.” Novan hendak membantah, tapi di potong oleh ibu. “Berarti menurut dia kamu belum bisa tahu soal itu. Udahlah, tunggu aja. Nggak bakal bisa lagi di tutupin lama- lama.” “Tentang apa sih? Kok ini pada nggak mau kasih tahu aku hah?!” “Nanti juga bakalan tahu kok, kamu sabar aja dikit lagi.” Ibu mendekatkan wajahnya ke layar. “Eh, udah jam segini bang. Udah, kamu pergi tidur sana. Besok telat pula lagi. Ibu juga mau jemput Mikel dulu, udah jamnya dia tidur. Udah ya bang, nanti ibu chat lagi.” “Eh bu tunggu du..” Klik. Video call di matikan oleh ibu. “Lu ... Yaelah ibuu...” ****

Baca dengan App

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN