Bab 50

1247 Kata
      “Apa? Kamu bilang apa?!” Sarah menggebrak meja kantin. Kini semua mata menatap mereka. Kirana mendengus. Ia mendongakkan badannya.            “Kenapa? Kamu marah? Kalau misalnya kamu marah berarti bener dong?” Kirana menyinggungkan senyum sinis. Sarah melotot menatap Kirana.            “Heh kamu! Kurang ajar banget sih kamu ke Sarah hah? Ngaca dong!” Lili bangkit dan membela Sarah.            “Ngaca apanya?” Tanya Kirana bingung.            “Ngaca, kan kamu itu yang aslinya pick me girl,” timpal Lili. Clarissa mangut- mangut.            “Iya. Tuh lihat aja sekarang, kamu duluan kan pergi ke kantin dengan cowok- cowok ini. Bukannya itu namanya pick me girl?” Tukas Clarissa. Kirana menggenggam tangannya erat- erat. Ia menarik napasnya dalam.            “Hah. Dasar.” Kirana mendengus. Ia melipatkan tangannya di d**a. “Kalian ini memang. Aku kemari tuh cuma ikut aja, karena di ajak. Ya kan Ndi, kamu ajak aku kan ya?” Tanya Kirana. Andi mengangguk pelan.            “Nggak kayak kalian, kalian nyamperin. Terus sok deket. Itu kan namanya pick me girl. Yah atau apa ya kasarnya … oh, gatel. Iya, cewek kegatelan, tebar- tebar pesona.” Kirana mendengus. “Iya deh yang cantik, pengen tebar- tebar.”            Wajah Sarah tampak sedikit memerah. Kirana tersenyum sinis dan kembali duduk. Ia baru saja hendak menyantap pesanannya, tapi hal yang tak terduga terjadi. Sarah yang tidak bisa menahan kesalnya, menyiram Kirana dengan es teh manis. Semua terbelak kaget melihat perlakuan Sarah.            “Ups, sori. Kepleset,” gumam Sarah. Ia menyinggungkan senyum kecil. Ia menaruh kembali gelas itu dan duduk manis di sebelah Novan. Ia semakin dempet ke Novan.            “Maaf ya Van, emang si Kirana ini suka bikin ribut anaknya,” ujar Sarah. Novan tidak peduli. Ia berusaha menghindari Sarah yang terus menempel.            “Sar, jangan ne…” Belum selesai Novan bicara, hal lain terjadi. Sarah di guyur dengan es teh manis dan es jeruk secara bersamaan oleh Kirana. Sarah tersentak kaget saat melihat tubuhnya basah kuyup.            “Ups, maaf. Kepleset.” Kirana meniru perkataan Sarah tadi. Ia tersenyum kecil dan menaruh kembali gelas di meja. “Sori ya. Biar aku ganti minumannya.”            “Hah heh nggak usah …”Tolak Andi.            “Gak apa, sebentar aku pesanin.” Kirana bangkit dan hendak pergi memesan minuman. Sarah ikut bangkit dan mengejar Kirana. Ia menjambak rambut Kirana dengan kencang.            “Kamu ya! Dasar cewek gatel!” Gerutu Sarah. Kirana meringis kesakitan. Ia berontak dan balas menjambak rambut Sarah tak kalah kencang. Sarah teriak kesakitan.            “Sakit anjir! Lepas nggak heh, dasar cewek gatel!!”            “Kau duluan mulai! Mampus lu!” Kirana menjambak rambut Sarah lebih kencang. Sarah meringis kesakitan. Sarah berontak dan tanpa sadar malah menyakar pipi Kirana. Kirana balik membalasnya dengan mengigit tangan Sarah.            Pertengkaran tak bisa di elakkan. Mereka saling jambak, cakar, gigit, segala macam cara mereka lakukan untuk melukai masing- masing.            “Hei hei, Kir! Berhenti Kir!” Karyo menyeruak ke tengah- tengah Sarah dan Kirana. Ia berusaha melerai mereka dan menahan Kirana.            “Sar, Sar! Stop Sar!” Lili dan Clarissa ikut menyeruak dan berusaha menahan Sarah. Tapi Sarah malah semakin memberontak, membuat Lili dan Clarissa kewalahan untuk menahan mereka. Andi membantu Lili dan Clarissa menahan Sarah.            “Woi woi, bu Julia! Bu Julia datang!” Teriak seseorang. Seketika kerumunan yang tadi mengerumuni mereka berdua langsung bubar. Sarah dan Kirana langsung berhenti bertengkar. Karyo membawa Kirana menjauh dari sana, begitu pula Sarah yang di bawa menjauh oleh Lili dan Clarissa.            “Mana bu Julia?” Tanya Andi. Ia celingak- celinguk memperhatikan sekitar.            “Nggak ada,” jawab Novan. “Aku bohong. Biar mereka nggak berantem lagi. Kalau di biarin aja bisa- bisa mati tuh salah satu.” Andi menghela napas.            “Syukurlah. Eh, mereka pada kemana?” Novan mengangkat bahunya. “Ayo, ayo Van! Kita susul mereka!”            “Memangnya mereka kemana?”            “Entahlah. Kayaknya sih, ke UKS.” *****            Setelah menghabiskan makanan agar tidak mubazir, mereka membayar semua makanan sambil meminta maaf karena sudah membuat keributan di kantin. Sedikit bersyukur karena tidak ada property yang rusak, hanya meja mereka lebih berantakan daripada yang lain. Mereka menyusul Karyo dan Kirana ke UKS. Benar saja, mereka berdua sedang di UKS. Kirana duduk di kasur dengan badan yang di tutupi selimut, dengan Karyo duduk di sebelahnya.            “Kir! Kamu nggak apa?” Tanya Andi menghampiri mereka. Kirana mengangguk.            “Ah maaf, minuman kalian malah aku pake buat siram si Sarah. Biar aku ganti ..” Kirana merogoh roknya.            “Eh, nggak usah. Udah aku bayarin semuanya kok,” tolak Novan.            “Maaf ya aku malah bikin ribut .. maaf aku ngerepotin kalian …” Kirana menundukkan kepalanya. Karyo mengusap pelan pundaknya.            “Nggak Kir, nggak apa. Udah nggak apa lagi kok.” Karyo berusaha menenangkan Kirana.            “Kamu ada luka nggak? Atau gimana? Demam nggak? Baju kamu basah semua itu gimana?” Tanya Andi beruntun. Ia hendak memegang tangan Kirana untuk memeriksanya, tapi di cegat oleh Karyo.            “Nggak apa kok. Iya, baju aku emang basah. Makanya ini lagi nunggu seragam cadangan, lagi di ambil sama Ica,” jelas Kirana.            “Heh! Itu pipi kamu luka! Eh darahnya ngucur Kir!” Karyo panik melihat darah yang mengucur di pipi Kirana. Kirana memegang pipinya.            “Oh, ini tadi kayaknya kena cakaran tadi …” Ujar Kirana santai.            “Heh heh, mana bisa gitu! Tissue mana tissue!” Karyo celingak- celinguk mencari tissue. Setelah menemukan tissue, ia mengelap pelan pipi Kirana. “Ini di lap dulu deh pakek air, terus di steril pakek alkohol dikit, baru di olesin betadine.”            “Ah, repot amat. Langsung pakek plester luka ajalah,” tolak Kirana.            “Nggak bisa Kir! Udah sini aku ambil alkohol! Nggak ada kata enggak ya Kir pokoknya!” Karyo bangkit dari duduk dan membuka lemari obat. Andi duduk di sebelah Kirana. Novan memperhatikan Kirana sekilas. Rambutnya masih basah kuyup. Novan celingak- celinguk. Ia mengambil salah satu handuk kecil yang tergantung di kursi dan melemparnya ke kepala Kirana.            “Rambutnya basah,” ujar Novan singkat. Kirana mengelap rambutnya dengan handuk yang ia berikan.            “Nah, nemu nih. Sini Kir, mana yang luka. Biar di obatin dulu,” pinta Karyo.            “Nggak usah di apain pakek alkohol lah. Perih tau!” Gerutu Kirana.            “Nggak Kir, jangan. Ini lukanya nanti bisa infeksi Kir! Sini kamu!” Karyo menarik wajah Kirana tepat menghadapnya. Ia menuangkan sedikit alkohol ke kapas dan menepuk pelan lukanya. Kirana meringis kesakitan. “Tahan dikit. Nggak sakit ini.”            “Nggak sakit palamu! Perih ini tau!” Gerutu Kirana.            “Ya siapa suruh elu berantem sama si Sarah sampai kayak gitu!”            “Dih, Sarah duluan yang nyari ribut! Kok kamu jadi marahin aku sih? Kan dia duluan yang jambak aku!”            “Kalian ini memang! Cewek- cewek berantamnya ganas kayak kucing! Makanya kalau dia gituin tuh diam aja!”            “Ya mana bisa aku diem aja! Harus di lawan lah! Nanti keenakan dia kayak dulu tahu!”            Karyo dan Kirana mulai adu mulut. Meski begitu, Karyo tetap mengobati luka di pipi Kirana. Ia juga memeriksa lengan Kirana, barangkali ada luka juga. Tapi langsung di tepis oleh Kirana.            “Apa sih? Udah, nggak ada luka lagi!”            “Itu ada tadi Kir, itu ada bekas cakar gitu heh. Sini di liat dulu!” Karyo hendak menarik tangan Kirana, tapi langsung di tepis olehnya. Mereka kembali adu mulut. Pertengkaran mereka berhenti saat pintu UKS di ketuk. Seorang anak perempuan yang memakai slayer kuning khas Palang Merah Remaja berdiri di depan pintu.            “Ada yang minta seragam cadangan?” *****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN