Bab 60

1162 Kata
Novan baru saja tiba di rumah dan langsung di sambut dengan Mikel. “Abang!” Mikel memeluknya. Novan balas memeluknya dan mencium pipi Mikel. “Abang kok cepat pulangnya?” Tanya Mikel. “Iya, soalnya lagi nggak ada guru. Jadi abang pulang terus,” jawab Novan. Ia menggendong Mikel. “Nggak ada guru?” Tanya seseorang. Novan menoleh. Ibunya berdiri di depan pintu sambil berkacak pinggang. “Atau kamu yang bolos?” Tanya ibunya penuh curiga. “Nggak ada guru, bu. Jadi kami di kasih pulang duluan,” jawab Novan. Ibu Novan mendengus. “Kalau memang bolos, ya bilang aja. Mana ada yang kayak gitu. Awas aja ya kalau sampai kamu ketauan bandel di sekolah!” Ibu Novan melengos masuk ke dalam. “Abang,” panggil Mikel. Ia menatap Novan lamat- lamat. “Bolos itu apa bang?” Tanya Mikel polos. “Bolos itu...” “Mikel! Makan siang dulu!” Panggil ibu Novan dari dalam. “Yuk, kita masuk dulu ya. Makan dulu.” Mikel mengangguk. Mereka masuk ke dalam bersama. Novan menurunkan Mikel di ruang keluarga dan naik ke atas. “Makan dulu,” pinta ibu Novan. “Nanti bu, kenyang,” jawab Novan. “Mikel, ayo kita makan siang yuk!” Ajak ibu Novan ramah. Ia menghampiri Mikel yang asyik menonton kartun di televisi. “Ayo yuk. Buka mulutnya.. Pesawar datang ..” Ibu Novan membujuk Mikel untuk makan. Mikel menggeleng sambil menutup mulutnya. “Nggak, nggak mau! Aku mau di suap sama abang!” Pinta Mikel. Novan berhenti di tengah tangga dan menoleh. Mikel menatapnya dengan penuh harap. “Bentar ya, abang ganti baju dulu. Udah bu, biar aku aja yang suapin, sekalian aku suapin,” ujar Novan. Ia masuk ke kamar dan dengan cepat mengganti seragamnya, setelah itu dia turun ke bawah dengan cepat. Ia menghampiri Mikel dan ibunya di ruang keluarga. “Mikel mau di suapin sama abang?” Tanya Novan. Mikel mengangguk girang. “Nih bang. Kalo abang mau makan juga, abang tambahin aja.” Ibu Novan memberikan piring berisi lauk pada Novan. Ia bangkit dari duduk. “Ya sudah. Ibu mau ke kamar dulu. Mau tidur siang. Van, habis makan siang, itu Mikel di ajak tidur ya.” Novan hanya mengangguk. Ibu Novan merenggangkan badannya dan menepuk pelan pundaknya. “Hah, pegal banget rasanya,” gumam ibu Novan. Ia masuk ke dalam kamar yang tak jauh dari ruang keluarga. “Nah, Mikel. Yuk makan dulu baru nonton. Buka mulutnya ...” Novan menyuapkan sesendok nasi pada Mikel. Mikel menerima suapan itu tanpa mengalihkan sedikit pun dari televisi. “Mikel ... Yang bener makannya loh. Nanti tumpah ini,” pinta Novan. Mikel mengangguk pelan. “Mikel, abang matiin tv nih ya.” Novan mengambil remote TV. “Eh eh, jangan bang!” Mikel mencoba merebut remote TV. “Makanya, kalo abang suapin tuh nengok dulu. Nanti tumpah nasinya ini!” Ujar Novan. Mikel mengangguk. “Udah habis.” Mikel membuka mulutnya. “Suapin lagi bang. Tapi Mikel mau pake ayam aja ya.” “Sayurnya juga dong.” Mikel menggeleng. Ia menutup mulutnya. “Nggak mau. Nggak enak.” “Belum di coba. Yuk coba dulu nih, sedikit aja. Enak kok.” Mikel menggeleng. “Nggak! Mikel nggak mau!” “Yaudah, yaudah. Nih, sama ayam aja kan ya. Nah. Buka mulutnya.” Novan menyuapi Mikel. Mikel mengunyah sambil bersenandung senang. “Enak ya?” Tanya Novan. Mikel mengangguk. “Kan, udah abang bilang. Enak kan sayurnya.” Mikel terbelak dan menatap Novan. “Ini ada sayurnya bang?” Tanya Mikel. Novan mengangguk. Mikel cemberut. “Tapi enak kan?” Mikel mendelikkan matanya, lalu mengangguk. “Yah. Lumayanlah. Enak juga,” jawab Mikel. Seperti sudah besar saja anak ini. “Ya udah. Pakai sayur ini kan?” Tanya Novan. “Tapi nggak pakai sayur lebih enak sih bang, hehe..” Mikel nyengir lebar. “Nggak. Pokoknya kamu harus makan sayur! Ini abang tambahin dikit aja.” Mikel mendengus. “Ya udahlah, nggak apa. Enak juga kok sayurnya.” Novan geleng- geleng. Ia kembali menyuapi Mikel. Mikel mengunyahnya sambil bersenandung. “Nggak apa deh, mau pakai sayur atau enggak. Yang penting makannya di suapin!” Gumam Mikel senang. “Loh? Kan biasanya memang di suapin sama ibu kan?” Tanya Novan. “Nggak ah.” Novan tersentak kaget. Ia mengernyitkan alis. “Mama paling suapin kalau sarapan aja, kalau ada papa atau abang. Kalau nggak, ya aku makan sendiri. Terus mama pasti ngasihnya banyak gitu, kan aku sering nggak habis jadinya. Kalau nggak habis malah di marahi,” gerutu Mikel. Novan mengerjap kaget. Waw, dia tidak menyangka kalau ibunya seperti itu. Padahal selama ini ia mengira kalau ibunya sangat memanjakan Mikel. Ia melirik piring di tangannya. Sepertinya Mikel ada benarnya juga. Ia baru sadar kalau porsi makan siang ini cukup banyak untuk seumur Mikel. “Ini juga banyak kayaknya,” gumam Novan sambil mengaduk makanannya. “Kalau Mikel nggak habis, nggak apa. Sisanya biar abang makan aja. Kalau udah kenyang, Mikel bilang ya.” “Abang nggak bakal bilang ke mama?” Tanya Mikel. Novan menggeleng. “Engga, lagipula ini banyak kan. Mikel nggak sanggup habisinnya.” Mikel tersenyum lebar dan mengangguk. “Bang, Mikel udah kenyang!” “Eh, baru makan 3 suap loh. Nggak. Makan lagi. Sisain abang setengah aja.” “Kalo gitu, 4 suap lagi aja.” “Nggak, masih 10 suap lagi.” “5 suap deh bang,” tawar Mikel. Novan menggeleng. “10 suap.” “7 suap lagi. Gimana?” “Ya udah. Boleh. Nah, makan lagi.” Novan kembali menyuapi Mikel. Mikel menatap sendok lamat- lamat. “Nggak ada sayurnya kan ini bang?” Tanyanya penuh selidik. “Ada, sedikit. Tapi tadi bilang sayurnya enak?” “Em, yaudahlah.” Mikel menerima suapan itu. Ia mengunyah sambil menonton kartun. “Jadi... Tiap hari kamu selalu makan sendiri? Nggak di suapin?” Tanya Novan. Mikel mengangguk tanpa mengalihkan pandangannya. “Hebat dong. Mikel udah besar ternyata!” Mikel tersenyum kecil. “Tapi kan Mikel sesekali pengen di suapin juga gitu ...” Gumam Mikel sedih. “Memang ibu biasanya ngapain? Kok biarin kamu makan sendiri gitu?” Tanya Novan. “Mama iasanya duduk di sofa, main HP. Terus liatin mbak Atik kerja, kalau mbak Atik datang. Terus nanti ke kamar, kadang mama masak juga,” jawab Mikel. Mbak Atik adalah asisten rumah tangga. Beliau tidak tinggal di rumah, hanya kerja setengah hari. “Kadang ibu masak? Memangnya yang biasanya masak siapa?” Tanya Novan. “Mbak Atik. Mbak Atik keren bang! Bisa angkat ember gede isi baju di kamar mama! Angkatnya pake satu tangan lagi! Terus mbak Atik kalau masak enaak banget!” Mikel bercerita penuh semangat. “Tadi yang masak makan siang ini siapa?” “Mbak Atik. Mama tadi pagi pergi arisan, Mikel tinggal sama mbak Atik di rumah.” Novan geleng- geleng kepala mendengarnya. Ah, kukira dia bakal berubah. Ternyata sama saja, malah mungkin lebih parah. “Yuk makan lagi yuk! Pesawat datang!” ****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN