Aku sempat melakukan kesalahan, yaitu menginginkanmu dalam diam, dan kali ini aku takkan melakukan kesalahan itu lagi untuk ke dua kalinya.
***
Bernyanyi memang salah satu hal yang Kanaya suka, kali ini setelah ia nyekar di makam Ibu dan saudaranya, Kanaya terlihat lebih baik, senyum perempuan itu kembali mengembang dengan sempurna, membuat jantung Keral kembali berdebar tak karuan.
Bukannya ini yang menjadi keinginan Keral, mengajak perempuan itu pergi dan mengembangkan bunga di hatinya dengan senyuman yang diberikan oleh Kanaya?
“Mau ke mana sih?” tanya kanaya setelah lagu dari Shila on seven yang menjadi kegemarannya selesai lalu melantunkan lagu dari Raisa dengan judul kali ke dua.
“Mau cari inspirasi buat ngegambar,” jawab Keral jujur dia sama sekali tidak mengada-ngada, laki-laki itu memang membutuhkan inspirasi untuk melanjutkan gambarannya, padahal proyeknya kali ini sama saja dengan proyek yang sebelum-sebelumnya, hanya membangun perumahan yang rencananya pembangunannya akan dimulai tahun depan, tapi untuk type klasik Keral masih belum menemukan ide yang pas, yang beda dari yang biasanya.
Laki-laki itu tentu sudah mencari beberapa referensi dari buku, internet juga meminta pendapat dari Nayla, tapi entah kenapa setelah mencoba ulang pekerjaannya, hasil yang ada malah membuat Keral tak puas dan membuat dirinya kesal sendiri.
“Aku mau bangun rumah masa,” kata Kanaya yang tak membiarkan mobil itu sepi yang hanya diisi dengan lagu yang berasak dari radio di mobil Keral.
Tentu, siapa yang tak mau membangun rumah, Kanaya menjadi salah satu orang yang ingin mendesaign gaya rumahnya sendiri, dia ingin membuat rumahnya nyaman, membuat rumahnya dari pikirannya sendiri, yang tentu ingin ia tinggal selama hidupnya hingga akhir hayat.
“Mimpi yang bagus,” komentar Keral saat mendengar cita-cita yang barusan Kanaya katakan.
Menjadi arisitek juga membuat sesekali Keral bermimpi begitu, ia juga bermimpi akan membangun rumahnya sendiri, sebelumnya tentu ia akan bertukar pikiran dengan Nayla dengan design yang akan ia buat, iya sementara dengan Nayla, dan semoga hanya dengan Nayla pada akhrinya jalan ceritanya.
Dua jam menjadi waktu yang bisa Keral tempuh untuk menuju ke tempat yang ingin ia tuju, perjalanan yang jauh dan sialnya jalanan yang macet membuat jalanan yang harusnya bisa ia tempun sekitar lima puluh lima menit menjadi seratus dua puluh menit.
Waktu masih menunjukan pukul tiga lewat dua puluh empat sore, matahari masih memamerkan sinarnya yang membuat Keral mengembuskan napas, seharusnya ia mengajak Kanaya nanti saja ya, sekitaran jam lima sore, biar nunggu matahari terbenamnya tidak terlalu lama.
Keral menghentikan laju mobilnya disekitaran jalanan yang sudah tak lagi beraspal, sejak masuk daerah sini mata Kanaya mulai disambut oleh pepohonan yang bungannya amat indah, oleh rumput-rumput yang tinggi, tentu udara yang menyambut mereka pun begitu segar, jarang ada polusi yang kadang membuat d**a sesak.
“Kamu, tidak ada pikiran untuk memperkosaku kan, Keral?” tanya Kanaya lagi saat mobil Keral berhenti dua puluh meter sejak masuk dalam jalanan yang berbatu ini, membuat Keral kembali mengembuskan napasnya.
Perasaan dari tadi siang ia tidak berbuat macam-macam kepada Kanaya, maksudnya Keral tak melakukan kontak fisik yang mampu membuat gairah ke duanya terbangun, keral hanya menarik tangan Kanaya untuk masuk ke dalam mobilnya, itu pun sama sekaki tidak membuat Keral tergoda lalu b*******h dan akan membuat hal yang mungkin menyenangkan bersama dengan Kanaya.
“Mungkin suatu saat nanti tapi tidak sekarang,” jawab Keral dengan senyum miring yang seketika membuat Kanaya menyesali apa yang dikatakannya barusan.
Sudah dikatakan, Kanaya cukup malu dengan apa yang ia lakukan kemarin bersama dengan Keral, mengingat saat memeluk laki-laki itu tanpa sadar membuat Kanaya meneguk slaviannya sendiri, sebagai orang yang amat jarang memeluk lawan jenis kecuali keluarganya, entah kenapa ada sebuah perasaan menyentil hatinya, membuat Kanaya merasa aneh, rasa senang bercampur rasa mengerikan hadir mengebu-ngebu di hati Kanaya saat bersama dengan Keral, atau cuman mengingat bagaimana perempuan itu membalas pelukan Keral.
Dan cara satu-satunya Kanaya mengungkapkan hal yang cukup membuatnya resah ini adalah dengan melontarkan lelucon yang ia lemparkan, sebenanrnya itu adalah beberapa kode yang dilemparkan oleh Kanaya kepada Keral artinya ya semoga Keral mengerti ia tidak ingin berkontak fisik lagi dengan laki-laki itu.
Ketukan di jendela membuat Kanaya menoleh dan gelagapan sendiri, ternyata sedari tadi dirinya hanya terdiam sendiri melamun di dalam mobil Keral, dan sekarang kenapa Keral sudah berada di luar?
“Mikirin aku bakal merkosa kamu?” bisik Keral yang membuat Kanaya memutar matanya lalu menatap sinis kepada Keral.
Keral hanya menarik senyumnya saat tatapan Kanaya berubah malas kepada dirinya, lagian Kanaya juga aneh, Keral masih waras, tidak mungkin laki-laki itu memperkosa Kanaya, ya kecuali mereka melakukannya dengan rasa mau sama mau, suka sama suka.
Akhirnya karena tak ingin membiarkan pikiran Kanaya larut kemana-mana, Keral yang memang sengaja menepikan mobilnya di dekat tukang jual es buah pun sudah memesan dua porsi es buah untuk ia dan dirinya sembari menunggu waktu untuk matahari terbenam, dari makan es buah itu Keral jadi mengerti perempuan itu tak suka buah nangka, perempuan itu juga tak menghirup habis kuah es yang ada di mangkok itu.
Keral melanjutkan perjalanannya, tak jauh dari tukang jual es itu ada sebuah pondok yang kebetulan milik temannya semasa remaja dulu. Rendy nama teman waktu Keral masih jaman SMA, laki-laki yang sudah berkeluarga tiga tahun lalu itu memiliki pondok rumah makan, yang viewnya benar-benar menghadap keradah gunung yang di tengahnya akan menjadi tempat matahari terbenam.
Yah, apakah kalian pernah melihat atau menggambar dua gunung dan ada matahari di tengahnya sewaktu kalian masih bersekolah di bangku TK atau pun SD, maka sekarang ini pemandangan seperti itu lah yang akan Keral tatap saat ia tengah kehilangan inspirasinya, tapi kali ini ada yang berbeda, yang biasanya Keral ke sini bersama dengan Nayla, kali ini Keral mengajak seorang perempuan dari masa lalunya yang baru saja ia temui kemarin.
Kanaya Danamik, perempuan dengan rambut panjang itu hanya menatap ke arah depan, rambutnya sedikit berterbangan karena angin yang mulai berembus, membuat Keral sama sekali tak melewatkan pemadangan itu, dia benar-benar mendapatkan sebuah inspirasi hanya karena melihat rabut Kanaya yang berterbangan, beberapa awan tak lagi menjadi pemandangan yang Keral cari, ia hanya menatap perempuan itu, menatapnya tanpa berkedip.
Takut karrena kedapatan memandang Kanaya terlalu lama, Keral akhirnya menjalankan tangannya di atas laptopnya, memulai kembali pekerjaanya, sebelum akhirnya Kanaya mulai bertanya lagi.
“Tempatnya indah, terima kasih sudah mengajak ke sini,” kata Kanaya sambil terus memandang awan dan matahari yang ada di depannya, jujur setelah kehilangan orangtuanya, Kanaya tak pernah jalan terlalu jauh sendirian, setelah belajar di kampus, perempuan itu ya langsung pulang ke rumah, kembali mengulang pelajaran di rumah, atau sesekali Kanaya jalan-jalan di mall saat weekand, tapi seperti apa yang ia katakan tadi, ia tidak pernah jalan sejauh ini, ia tak pernah benar-benar liburan, ia tak pernah benar-benar meninggalkan rumahnya seorang diri atau bersama dengan orang lain.
“Kalau kamu mau, kita bisa sering ke sini,” ajak Keral ringan.
Tentu, Keral dengan tidak keberataan sama sekali kalo Kanaya minta ke sini lagi, ia akan mengajak perempuan itu ke tempat-tempat yang jadi favoritnya, yang mungkin juga akan menjadi tempat favorit Kanaya akhirnya.
Mereka sama-sama diam saat matahari mulai masuk ke sela-sela gunung yang ada di depan mereka, lampu-lampu sebagai pencahayaan pengganti matahari mulai menyala, menyisakan awan yang mulai berubah warna menjadi gelap.
Selama diperjalanan untuk pulang ke rumah, mobil Keral terasa sangat sepi, Kanaya sudah tertidur dengan pulas hingga sampai ke depan rumahnya, sebelum Kanaya benar-benar pulas tidur tadi Keral sudah mencecar berbagai pertanyaan tentang alamat rumah Kanaya, yang ternyata tidak pernah berubah sejak enam tahun lalu, masih sama di tempat terakhir mereka bertemu.
Dulu, seingat Keral rumah Kanaya bertetangga dengan rumah Nada salah satu teman adiknya juga teman almarhum adik Kanaya, tapi tenryata rumah itu sudah dijual, berganti menjadi rumah sepasang suami istri yang baru saja menikah.
Melihat monbil yang berdiam di depan rumah atasannya tak membuat Pak Anang tinggal diam, tentu laki-laki itu segera menghampiri mobil hitam yang terlihat mengkilat itu.
“Rumah Kanaya, Pak?” tanya Keral sebelum dicercar pertanyaan dari Pak Anang.
Pak Anang mengganguk, membuka lebar pagar rumah berwarna putih itu, mempersilahkan Keral masuk dengan menggendong Kanaya di dua tangannya, Keral tentu tidak melewatkan kesempatan yang mungkin tak datang dua kali itu, laki-laki yang kini hanya memakai kemeja itu menggendong Kanaya sampai ke kamarnya, yang tentu diiringi dengan Bi Ijah, istri Pak Anang yang sekaligus bertugas menjadi Asisten rumah tangga di rumah Kanaya.
Saat Bi Ijah ke luar dari kamar utama rumah Kanaya, laki-laki yang kini sudah meletakan Kanaya dengan rapi di atas tempat tidurnya mulai menyelimuti Kanaya dengan selimut tebal di ranjang perempuan itu, tak lupa juga ia melepas sepatu Kanaya juga blazer yang menyisakan kemeja putih membalut tubuh perempuan itu.
Melihat beberapa make up yang ada di meja rias Kanaya, tangan Keral mengambil tisu juga oil pembersih wajah, ia sering melakukan ini dengan Nayla, saat Nayla tertidur bersamanya Keral juga membersihkan wajah Nayla, kata Nayla biar wajahnya tidak kotor dan berjerawat.
Keral menuangkan sedikit oil itu ke kapas, hanya sedikit takut bila banyak-banyak mampu membuat Kanaya merasa lalu ia terbangun.
Melihat wajah perempuan itu dengan dengkuran halus yang keluar dari mulutnya membuat perasaan Keral merasa aneh, lagi-lagi ia mulai membayangkan yang tidak-tidak dengan Kanaya, mata bulat itu tak mengeluarkan air mata hari ini, cuman Keral tahu mata itu memancarkan kesedihan karena Kanaya lagi mengingat almarhum Ibu juga saudaranya, entah kenapa Keral jadi mencium mata itu, berdo’a agar kesedihan tak lagi terpancar dari mata indah itu.
Kanaya juga hari ini tak terlalu banyak tersenyum, terlebih saat mereka makan bersama, membuat rasa di d**a Keral terasa aneh juga, kenapa hal sedih di diri Kanaya menjadi hal yang paling Keral benci, akhirnya tanpa sadar bibir Keral mencium bibir munyil itu sambil berdoa bibir itu selalu tersneyum, tanpa ada lagi yang membuat bibir itu mengembang ke arah bawah, menurun.
Keral menutup matanya sebelum kembali mencium kening Kanaya pelan, laki-laki itu mematikan lampu yang ada di kamar Kanaya dan mengucapkan selamat bermimpi indah kepada Kanaya.
“Tenang Kanaya, aku selalu ada di sini, mulai detik ini,” lirih Keral sebelum ia pergi dari kamar Kanaya.
***