Seminggu yang lalu.
"Umh. Laper...."
Mata gadis itu mengerjap saat cahaya matahari menarik kesadarannya dari alam mimpi. Hal pertama yang menyambut adalah perut keroncongan. Rasanya ada banyak terompet mendiami perutnya sehingga suara keroncongan itu jelas terdengar.
"Apapun...." Rancaunya. "Apapun yang ada di meja... aku harus makan."
"Kalau nggak... aku bakal mati."
"Aku nggak mau mati...."
"Aku punya garapan n****+ yang harus diselesaiin."
Dengan langkah terseok dan beberapa kali jatuh. Gadis itu berhasil menggapai meja. Di sana tidak ada makanan apapun. Hanya ada buah. Ia memakannya rakus. Mulutnya tak henti mengunyah sampai rasa lapar dalam dirinya terpenuhi.
"Hah, kenyang...." gumamnya. Sekali waktu bersendawa.
"Oh ya! Siapa yang naruh buah di sin...." Ucapannya terhenti. Baru sadar, ternyata ruangan ini sangat berbeda dengan kosan yang biasa ia tinggali. Mana pelapon bocor yang sudah hampir runtuh itu? Oh! dan juga tumpukan baju menggunung. Lalu....
"Astaga!"
"Anak-anak ku! Di mana anak-anak ku?!" Ia menyisir sekitar. Mencari tumpukan buku n****+ yang sudah ia anggap sebagai anak sendiri. Namun nihil.
"Se-sebenernya aku di mana sih? Kok aneh banget tempat ini."
"Oh! Apa aku masih mimpi?"
Dicubitnya pipi kiri tembam itu. Ia meringis sakit. Sadar, ternyata ini bukan mimpi.
"Kalau bukan mimpi terus apa dong?"
"Emh.... masak sih aku masuk dunia n****+?"
"Hahaha, nggak mungkin lah. Mentang-mentang habis baca n****+ transmigrasi langsung berkhayal." Tangan itu terpantau menggaruk tengkuk belakang. Matanya tak habis menulusuri tempat terkesan klasik ini. "Curiga deh! Apa sebenernya aku anak orang kaya yang tertukar?"
"Emh... mungkin aja gini. Waktu aku pingsan di kosan. Orangtua asli ku dateng nyelamatin. Makanya aku dibawa ke tempat asing ini. Hmm, kayaknya sih gitu. Itu sih yang paling logis dari pada ngayal masuk dunia n****+. Hahaha."
"Oke deh. Aku tinggal nunggu orang dateng. Nanti aku minta dia jelasin kronologinya."
Lama menunggu. Tak ada satu pun orang yang menggerakkan pintu besar dengan ukiran rumit di sana. Hell! Padahal ini sudah berjam-jam menunggu!
"Hais! Aku cari sendiri aja deh. Lama banget!" Ia meraih kain panjang putih. Ia sematkan di pundak untuk menutupi belahan d**a. Jujur, pakaiannya ini sedikit vulgar.
"Di mana sih orang-orang. Rumah segeda gaban tapi nggak ada penghuninya."
"Tapi...." Langkahnya melambat. Memperhatikan interior sekitar. "Daebak! Ini mah bukan rumah lagi, tapi kastil. Liat lukisan-lukian itu. Curiga! Kayaknya orangtua gue bos mafia deh. Hihi, Jadi nggak sabar."
Di depan sana ada suara samar wanita. Ia segera menghampirinya dan bertanya. Alih-alih mendapat jawaban, gadis bermata biru ini justru tambah kebingungan dengan obrolan mereka.
"Kau tahu, jika Nyonya Lilyana tidak kunjung sadar. Ku dengar Duke akan mencari penggantinya dalam waktu dekat."
"Nyonya Lilyana? Apa itu nama Ibu kandung ku?" gumam gadis bermata biru yang kini tengah menguping di balik dinding.
"Benarkah? Akhirnya kita bisa terbebas dari wanita jahat itu. Aku sangat bersyukur jika itu benar terjadi."
"Wanita jahat? Apa Ibu ku sejahat itu?"
"Ya, aku juga! Setiap malam aku selalu berdoa semoga Duchsess mati saja. Reputasinya di dunia sosial membuat nama keluarga Trancy tercoreng!"
"Tunggu, tunggu! Duchess? Obrolan macam apa sih ini? Setahu ku Duchess kan istri dari Duke. Kalau nggak salah itu julukan bangsawan. Kok mereka ngomongnya aneh sih. Terus pake bahasa formal lagi."
"Haaa! Jangan-jangan aku anak bangsawan? Terus nanti bakal satu circle sana Princess Eleanor. Gila, gila. Nggak kebayang gue. Untung waktu itu gue nggak jadi mati di kosan."
Memutuskan untuk lanjut nguping. Gadis yang tengah sembunyi diam-diam ini semakin mempertajam pendengarannya.
"Iya, kau benar. Kalau saat itu dia tidak jadi ke kediaman Count. Mungkin dia tidak akan mengalami kecelakaan kereta dan masih di sini menyiksa kita dengan perintahnya."
"Kau tahu? Ada gosip yang mengatakan kecelakaan itu sudah direncanakan oleh Duke Lukas sendiri. Yah, kita yang paling tahu ketidakharmonisan pernikahan Duke dan Duchess kan?"
"Ha? tadi dia bilang apa? Duke Lukas?"
"Eh? Kok kayak familiar ya?"
"Lukas... Lukas... Duke Luk-"
DEG!
Mata gadis itu membelalak seiring ingatannya mengulas satu nama yang paling ia benci. Kakinya reflek mundur ke belakang. Tidak tahu bahwa tepat di belakangnya ada guci. Sadar guci itu akan jatuh. gadis itu hendak menangkap. Nihil! Suara pecahan nyaring terdengar. Menginterupsi atensi dua orang berpakaian pelayan di sana.
"Siapa?!" pekik salah satu dari mereka.
"Ny-Nyonya Liliyana?" sambung mereka saat mendapati gadis yang dipanggil Lilyana ini berdiri canggung. Merasa bersalah sudah memecahkan guci.
"Anu... itu...."
"Maafkan kami Nyonya. Kami pantas dihukum. Tolong jangan pecat kami." Dua wanita itu bersujud di depan orang yang dipanggil Lilyana ini.
Sebenarnya ini agak membingungkan. Kenapa mereka memanggil Lilyana? Tidak-tidak! Yang lebih penting siapa Lilyana itu?
"E-ehem.... Co-coba ulangi perkataan mu tadi."
"Kami pantas dihukum Nyonya."
"Bukan yang itu! Duke Lukas. Tolong sebutkan nama kepanjangan Duke Lukas!"
"Eh? Emh... nama kepanjangan Duke adalah Lukas Trancy dan Nyonya adalah istri Duke, Lilyana Trancy."
DEG!
Sangking terkejutnya gadis yang pada dasarnya berasal dari dunia modern itu terhuyung. Untung saja ada dinding tempatnya bersandar.
"Nggak mungkin. Ma-masak aku beneran masuk ke dunia n****+ sih? Lukas Trancy. Iya! Pantes aja aku familiar. Dia kan si bapak dakjal. Bapaknya si antagonis, Ethan!"
"Anjir! Aku beneran masuk n****+! Hahaha. Mak anak mu masuk n****+ Mak!"
"Eh, tapi siapa Lilyana? Siapa Lilyana bangke?!
"Nyo-Nyonya!" pekik dua pelayan itu. Sebab tubuh itu hampir limbung.
"Don't touch me!"
"Lilyana... Lilyana...."
"Gawat! Diinget berulang kali aku nggak inget. Siapa Lilyan--ugh! Kepala ku!"
"Aku harus ke kamar lag-"
BRUK!
"Nyonyaaa!"
***
"Sepertinya Nyonya mengalami amnesia pasca koma. Semua akan membaik secara berkala."
"Hmm, begitu. Baguslah. Dia harus menjalani tugasnya sebagai Duchess."
"Akan saya resepkan ramuan untuk kesembuhan Nyonya. Tolong minumkan rutin setiap hari."
"Kalau begitu... saya izin pamit Duke. Semoga Nyonya Lilyana segera sembuh."
"Hum...."
Sebenarnya orang yang dipanggil Lilyana ini sudah bangun dari tadi. Ia langsung loncat ke kasur saat suara derap langkah mendekat. Sebelum tabib atau apalah itu kemari, orang yang dipanggil Lilyana ini sempat berasumsi.
Ya, dirinya yang dulu adalah Ziya Morgiana. Mahasiswa tingkat akhir yang tak kunjung selesai dengan skripsinya. Tapi sekarang, ia harus menyandang nama Lilyana Trancy. Awalnya ia juga bingung. Siapa itu Lilyana Trancy. Setahunya tak ada nama Lilyana dalam n****+ The Destiny. Namun setelah diingat-ingat lagi. Nama belakang Ethan adalah Trancy.
Walau scene-nya hanya sedikit, Lukas Trancy. Ayah Ethan yang pada akhirnya meninggoy di tangan anaknya sendiri itu membuat Ziya yakin.
"Lilyana pasti ibu dari Ethan Trancy yang dipenggal karena tuduhan berzina dengan kekasih gelapnya!"
Itu sebabnya, tubuh ini bukan milik Ziya Morgiana lagi. Tapi ibu dari second male lead-Lilyana Trancy.
Satu pergerakan disadari Ziya. Ranjang itu sedikit bergoyang sebab seseorang duduk di tepinya.
"Dari dulu kau selalu bertindak semau mu. Sekarang kau menuai apa yang kau tabur. Semoga kau segera sadar." Setelah mengatakan itu Lukas pergi.
"Waaah! Daebak! Aku bener-benar pingin ninju tuh muka! Bisa-bisanya dia ngomong kayak gitu sama istri yang lagi sakit. Waaah! Nggak bisa sih! Aku nggak akan nahan diri buat nampar bolak balik tuh muka!"
"Untuk sekarang. Nih! Rasain jari tengah gue!" Jari tengah itu menampakkan martabatnya. Mengacung agung ke arah pintu yang mana Lukas keluar tadi. Tanpa diduga pintu itu kembali terbuka. Menampakkan wanita dengan baju pelayan membawa nampan.
"E-eh.... Mu-muncul orang," gumam Ziya kikuk. Jari tengah yang tadinya berdiri tegak seperti keadilan itu perlahan layu.
"A-aku sedang latihan menggerakkan otot motorik ku. Kau tahu? Ini bagian dari penyembuhan juga," alibi Ziya.
Dalam hati, "mampus! Semoga di dunia ini nggak tau arti jari tengah!"
"O-oh begitu ya. Semoga Nyonya lekas membaik," senyum ramah pelayan itu.
Emh... ramah? Sepertinya tidak. Itu senyum yang dipaksakan. Dia juga tampak kikuk dan gemetar.
Apa eksistensi Lilyana itu sangat buruk di kediaman ini. Sebelum pingsan dan bertemu tabib apalah itu Ziya juga mendengar perbincangan dua pelayan yang menginginkan dirinya mati.
Hah, nyusahin aja! biasanya di n****+ transmigrasi kan ada istilah ingatan si pemilik tubuh bakal tersalurkan. Tapi ini? Boro-boro! Yang ia tahu hanya sebatas, Lilyana Trancy adalah istri Duke Lukas yang menjadi Bapaknya si antagonis. Dia dieksekusi karena ketahuan berzina. Berkat itu juga Ethan Trancy mengalami banyak cibiran karena disangka bukan anak kandungnya Lukas. Begitu pun Lukas, ia terhasut rumor dan percaya bahwa Ethan bukan anaknya. Makanya Ethan dibenci.
Hah, gila! miris banget hidup mu Ethan!
"Anu... bisakah kau di sini sebentar?" pinta Ziya sopan.
"Ba-baik nyonya."
Walaupun sudah meminta dengan sopan dia masih tampak ketakutan. Ya gusti, Ziya punya firasat, nih tubuh pasti disumpahi seantero kastil.
"Duduklah di sana," titah Ziya. Tidak enak kan jika membiarkannya berdiri terus. Itu sangat tidak nyaman dilihat. Apalagi dengan tata karma di dunia nyata.
"Ma-maaf Nyonya. Saya tidak bisa."
"Kenapa?"
"Itu adalah tempat Nyonya. Saya hanya pelayan biasa tanpa darah bangsawan. Saya tidak pantas menduduki kursi itu."
"Hah, kuno sekali," gumam Ziya. "Sudahlah, duduk saja. Kan aku sudah memberi mu izin."
Hanya perlu perdebatan kecil untuk pelayan itu duduk di kursi. Sedangkan Ziya masih nangkring di atas ranjang. Dengan selimut tebal tentunya. Karena entah kenapa ia selalu merasa kedinginan.
"Aku ingin bertanya banyak hal. Kau tidak sedang sibuk kan?"
"Tidak Nyonya. Saya adalah pelayan pribadi Nyonya. Jadi apapun yang Nyonya minta akan saya penuhi."
"Hmm... tabib bilang aku amnesia. Jujur aku hanya mengingat sedikit tentang diri ku. Aku ingin kau membantu ku," alibi Ziya. Pada dasarnya ia ingin mengeruk informasi sebanyak mungkin.
"Baik Nyonya."
"Sebelum menikah dengan Duke Trancy. Aku dari keluarga mana?"
"Nyonya adalah wanita terhormat dari Count Easther yang menguasai wilayah selatan."
Banyak pertanyaan yang dilayangkan Ziya. Ini untuk pengetahuan awal saja. Jaga-jaga kalau suatu saat Ziya harus menyebutkan identitas.
"Oke, ini pertanyaan terakhir hari ini. Duke Lukas, apa hubungan ku tidak baik dengannya?"
"Emh... itu.... "
"Jawab saja apa adanya. Aku tidak akan memarahi mu."
"I-iya.... Nyonya dan Duke selalu bertengkar saat kembali dari urusan masing-masing. Terkadang Nyonya dan Duke tidak saling bicara walau ada di meja makan yang sama."
Oke, dari sini Ziya dapat menyimpulkan bahwa posisinya di sini hanya formalitas saja. Tapi bagaimana Ethan bisa lahir kalau hubungannya saja seperti ini?
Apa benar Ethan bukan anak kandung Lukas?