Bel berbunyi tiga kali menandakan kegiatan belajar mengajar sudah usai. Suasana begitu riuh, ada yang terlihat mengobrol ada juga yang terlihat bercanda. Nampak pula beberapa orang murid melangkah keluar kelas dengan gembira.
Akhirnya pelajaran demi pelajaran yang diterima hari itu usai sudah. Mereka bahagia karena akhirnya mereka terbebas dari rutinitas yang terasa sangat menjemukan. Banyak siswa yang sudah muak menghadapi huruf-huruf dan angka-angka yang tercetak di dalam buku maupun di papan tulis. Rasanya otak mereka juga sudah meleleh karena harus menghafalkan berbagai rumus dan teori-teori yang mereka pelajari.
Begitu juga dengan Dara dan Risa yang saat ini baru saja keluar dari kelasnya dan akan pulang ke rumah. Keduanya bernafas lega, karena pelajaran terakhir adalah pelajaran Matematika. Pelajaran yang menjadi momok bagi sebagian besar murid. Apalagi jika ditambah dengan guru seperti Bu Shanti, guru killer yang mengajar. Semakin membuat anak-anak menganggapnya sebagai momok yang begitu menakutkan.
Kedua gadis itu berjalan beriringan keluar dari kelas. Terkadang mereka tertawa entah karena lelucon apa.
"Ra! Ada Kak Bobby tuh!" tunjuk Risa pada lelaki yang bersandar di tiang dekat kelas Dara, bersama teman-temannya. Lelaki itu terlihat tampan dan kece. Siapa pun yang melihatnya pasti akan jatuh hati. Ia tampan, terkenal dan kaya. Namun hal itu tak mampu membuat seorang Dara Aulia terpesona hingga jatuh cinta.
"Terus, apa hubungannya sama aku?" tanya Dara acuh seperti biasanya.
"Ya elah Ra. Peka dikit napa?" ucap Risa kesal.
"Lihat tuh! Kayaknya Kak Bobby sengaja menunggu kamu pulang deh." Tunjuk gadis manis berambut panjang itu pada sosok tampan pujaan seluruh gadis di sekolah itu.
"Bodo amat! Ada lelaki yang lebih setia kepada diriku melebihi cowok itu. Yang selalu sabar menungguku pulang," ucap Dara tersenyum, membuat Risa bertanya-tanya siapakah gerangan orang itu. Setahunya tak ada satu lelaki pun yang pernah dekat dengan Dara.
"Maksudmu? Siapa?" tanya Risa penasaran. Karena selama ini yang Risa ketahui, Dara tak pernah dekat dengan lelaki mana pun.
"Eng ing eng ... tentu saja Pak Ahmad. Pak Ahmad sudah menungguku di depan. Kamu mau bareng, apa udah dijemput?" tanya Dara.
"Huu ... dasar! Aku kira cogan beneran. Aku nggak bareng. Mama jemput kok. Katanya udah otewe. Kamu duluan aja deh."
"Ya udah bye. Aku mau lewat jalan sebelah sana, malas berurusan dengan makhluk yang namanya lelaki."
"Buat apa sih Ra, harus muter? Kan kejauhan. Kamu bener-bener nggak mau nemuin kak Bobby sebentar saja?" Risa menahan lengan sahabatnya yang hendak pergi.
"Nggak, lain kali aja. Aku lagi males ketemu sama cowok sok cool itu."
"Emang cool dan juga keren kok?" bela Risa.
"Ck ...." Dara berdecak kesal dengan jawaban Risa.
"Oh iya, kalau dia tanya-tanya ke kamu. Jawab aja aku pulang terburu-buru karena harus pergi les." Tanpa menunggu jawaban Risa, gadis itu berlari berlawanan dari pintu utama menuju gerbang. Gadis itu benar-benar enggan bertemu kakak kelasnya yang populer itu.
"Les? Emang kamu pernah ikut les?" Risa menggaruk kepalanya yang tak gatal. Otak Risa yang kadang lemot seperti biasanya, berusaha untuk mencerna kata-kata sahabatnya. Sepersekian detik baru ia sadar jika itu hanya alasan Dara saja.
"Ris!" panggil cowok tampan yang tadi dibicarakannya dengan Dara.
"Sini!" Bobby melambaikan tangan ke arah Risa. Risa terpaksa mendekat ke arah cowok idola di sekolah itu.
"Iya Kak? Ada apa ya, Kak?" tanya Risa dengan gugup. Ia gadis normal yang akan berdegup kencang ketika diajak bicara lelaki yang setampan dan sekeren Bobby.
"Mana Dara?" tanya Bobby langsung pada pokok permasalahan yang membuat ia menunggu di tempat itu.
"Eh, anu ... itu ... dia sudah pulang. Tadi dia pergi dengan terburu-buru Kak. Katanya sih ada les hari ini," jawab Risa kebingungan. Risa tak nyaman, karena kini ia menjadi pusat perhatian dari beberapa murid perempuan. Mereka menatap Risa dengan pandangan tak suka. Mungkin, mereka mengira ada apa-apa di antara dirinya dan lelaki paling populer di sekolah itu.
"Dara sialan, awas saja kalau ketemu besok," umpat Risa dalam hati. Dia yakin besok akan menjadi bahan bulan-bulanan kakak kelas yang tadi salah paham dengan kedekatannya dengan Bobby.
"Les?" Bobby mengernyitkan keningnya.
"Iya, Risa juga nggak tahu. Dia bilang begitu Kak," jawab Risa sembari bergidik ngeri melihat tatapan para kakak kelas yang seakan ingin menerkamnya.
"Kamu kok kayak gelisah gitu? Kamu nggak suka bicara sama Kakak?" tanya Bobby yang merasakan keanehan Risa.
"Aku nggak nyaman Kak. Bisa-bisa aku ditelan hidup-hidup oleh para pengagummu," batin Risa dalam hati.
"Eng-enggak kok Kak. Mungkin karena Mama sudah menungguku di depan. Aku jadi gelisah," sangkal Risa.
"O-oh maaf. Kalau begitu pergilah. Sampaikan salamku untuk Dara ya Ris." Risa mengangguk dan berniat segera meninggalkan tempat itu. Namun, seketika pergelangan tangannya dicekal oleh telapak tangan Bobby.
"Em ... tunggu Ris. Besok, kamu ajak Dara ke taman dekat UKS ya. Tapi jangan katakan kalau aku ingin menemuinya di sana. Karena aku tak ingin dia lari lagi. Aku mohon tolong aku Ris," pinta Bobby.
"Kakak tahu sendiri kan? Dara itu keras kepala Kak? Ada banyak cewek cantik di sekolah ini. Kakak tampan dan memiliki segalanya. Lebih baik Kakak lupakan Dara dan cari saja cewek lain."
"Nggak Ris. Aku sudah terlanjur suka sama sahabatmu. Aku mohon, tolong aku sekali ini saja," pinta Bobby mengatupkan kedua tangannya.
"Aduhh ... gimana ini? Risa jadi bingung."
"Kali ini saja, bantu Kakak ya? Kakak akan sangat berhutang budi jika kamu mau membantu. Ya? Hem?" bujuk Bobby tak kenal lelah.
"Ya sudah, okay. Tapi Risa nggak janji ya Kak? Kakak tahu sendiri, Dara itu bagaimana. Yang sering membodohi kan Dara. Bagaimana bisa Risa membodohi Dara yang cerdik nanti?" Risa masih mencari alasan agar terbebas dari tugas yang menurutnya sedikit sulit.
"Kamu cari cara dong Ris. Bilang apa kek biar dia mau. Kalau perlu kamu pura-pura sakit. Agar ia mau mengantarmu ke UKS," ucap Bobby sedikit memaksa membuat Risa sedikit jengah.
Tapi memang bukan salah mereka sepenuhnya, jika mereka tertarik pada Dara yang cantik dan juga cerdas.
"Ya sudah, Risa usahakan." Risa mencoba menepiskan senyumnya. Berharap Bobby segera melepaskannnya. Sebelum ia menjadi mangsa para sekawanan singa betina yang terbakar api cemburu.
"Nice, gitu dong. Ya sudah kamu boleh pergi." Bobby melepaskan cengkeramannya di tangan Risa.
"Bye Kak Bobby." Risa berlari dan melambaikan tangan ke arah Bobby hanya sebagai basa basi belaka.