Agensi bertindak cepat menangani situasi Han Junjie. Dokter memeriksanya secara menyeluruh dan disarankan tidak menyanyi dulu selama 1 bulan. Selama itu, ia harus bicara seminimal mungkin. Hanya boleh bicara jika terdesak saja. Dokter juga memberinya suntikan vitamin untuk memulihkan kondisi setelah kelelahan main game.
Berita hilangnya suara Han Junjie dirilis agensi dan langsung direspons fans serta media massa. Postingan itu banjir dukungan dan doa untuk Han Junjie.
Han Junjie semringah melihat kesetiaan fan base-nya sehingga menikmati waktu istirahat dengan santai.
Dari klinik, Han Junjie dan manajernya mampir ke kantor agensi TM Entertainment untuk mengatur ulang jadwal tampilnya.
CEO agensi tahu soal payahnya prestasi Han Junjie dalam game The 7 karena itu mereka sepakat merahasiakan peran serta Han Junjie dalam game tersebut. Karena Han Junjie tidak ingin berhenti main, maka mereka membiarkannya saja daripada Han Junjie marah atau uring-uringan jika dikatakan ia gagal dalam proyek itu. Lagi pula, sumber uang Han Junjie masih banyak yang menguntungkan.
Han Junjie menulis di ponselnya. [Jika performance dance saja, aku bisa melakukannya karena aku tidak perlu bicara.]
"Hanya ada satu acara yang membutuhkanmu tampil menari, yaitu sebagai tamu misteri di kompetisi Dancing With The Star. Masih 3 minggu lagi. Kau bisa tetap latihan untuk acara itu," ujar CEO Koh.
Han Junjie mengangguk. CEO Koh melanjutkan, "Nah, karena kau akan punya banyak waktu luang, bagaimana kalau kau latihan main game The 7 bersama tutor. Kami sudah menemukan salah satu orang yang menguji beta game itu dan dia juga pakar permainan game MMORPG. Ia bersedia memandumu supaya kau naik ranking dan mendapat reputasi lebih baik di dunia The 7."
Muka Han Junjie meringis. Ia paling benci diremehkan kejeniusannya. Game cuma permainan anak kecil. Cuma perlu klik-klik. Apa yang perlu dipelajari?
Manajer He menasihati, "Kau berbakat alami menari dan menyanyi, Junjie, tetapi itu pun butuh pelatihan dan pemahaman teknik untuk jadi profesional. Begitu juga main game, jika kau serius ingin jadi pro-gamer. Ikutilah saran CEO Koh. Kita coba dulu dan lihat perkembangannya. Jika tidak ada perbaikan, mungkin tutor itu tidak sehebat yang dikatakannya."
Han Junjie mangut-mangut dan berpikir tidak ada salahnya mengikuti arahan CEO Koh. Dengan begitu, akan terbukti bahwa rankingnya yang buruk bukan karena nasib sial. Ah, ya, gadis itu harus melihat kehebatanku. Han Junjie membuka mulut ingin mengatakan sesuatu, akan tetapi ia terdiam dan urung memberitahu manajer serta CEO-nya.
"Kenapa, Junjie? Apa kau setuju dengan yang kami paparkan tadi?" tanya CEO Koh.
Han Junjie tersenyum sambil mengangguk tanda persetujuan. Setelah pertemuan itu usai, Han Junjie pun meninggalkan ruang CEO bersama manajernya.
Mereka hendak langsung meninggalkan kantor agensi, akan tetapi Han Junjie teringat gadis dalam game itu sehingga memutuskan ingin menengok ruang latihan trainee dahulu sebelum pulang. Para juniornya di sana berteriak kegirangan melihat kehadirannya.
"Kakak Junjie, suatu keberuntungan hari ini bisa berjumpa Kakak!" pungkas para gadis dan pemuda trainee. Juga terlihat artis lain yang sedang latihan, ikut menyapanya meskipun dengan sikap yang lebih merendah.
Junjie senyum-senyum saja karena ingin irit bicara.
"Kami dengar berita kesehatanmu, Kakak. Kami doakan semoga lekas sembuh."
Junjie menundukkan kepala sebagai ungkapan rasa terima kasihnya.
Kaili yang baru datang ke studio, terkejut melihat keramaian itu sehingga bersembunyi di selasar dan mengintip. Ia jadi tahu siapa yang menjadi biang kerok riuh riang para trainee. "Han Junjie?" gumamnya. Kaili jadi gigit jari berpikir keras. Buat apa orang gila itu di sini? Apa ia mengecek keberadaanku? Apa ia ingin menindasku karena kejadian dalam game? Ah, sial!
Kaili berbalik tidak jadi masuk studio. Ia masuk ke toilet dan bersembunyi di sana sampai Han Junjie dan manajernya pergi.
Xujia dan teman-teman grupnya berdempetan berbisik-bisik. "Wuaah, aura bintang memang beda. Melihat dari jarak sedekat ini saja membuat jantungku berdebar-debar tak karuan. Kakak Junjie memang benar-benar tampan, lebih dari yang terlihat di televisi."
"Oooh, kapan ya kita bisa bersanding dengan Kakak Junjie? Jangankan mendampinginya, sepanggung dengannya saja rasanya sudah luar biasa."
"Eh, dalam rangka apa ya Kakak Junjie menjenguk kita di sini? Apa ingin melihat juniornya yang akan segera debut?"
"Waah, jangan-jangan mau melihat kita! Kakak Jia, ayo kita ke depan dan menyapa Kakak Junjie!"
"Ah, aku malu," desah Xujia tersipu-sipu. Gadis lain mendorong-dorongnya agar ia maju walaupun ia tidak mau. Xujia berada di depan Han Junjie lalu jadi salah tingkah. Dari belakangnya, tiba-tiba ada yang mendorong lebih keras sehingga Xujia terseruduk ke da.da Han Junjie.
"Auh! Ah, maaf, Kakak Junjie. Saya tidak sengaja," resah Xujia. Ia tertunduk dalam sembari merapikan rambut ke belakang telinga. "Salam, Kakak Junjie. Saya Xujia, calon debutan. Hormat saya, Kakak. Mohon bimbingannya."
Han Junjie melotot gusar, karena tidak suka disentuh trainee yang dianggapnya orang level rendahan. Hanya karena ingat suaranya sedang bermasalah, ia diam saja.
Manajer He tahu ketidaksukaan Han Junjie, buru-buru menyela gadis itu dan menyuruh mereka mundur. "Kakak Junjie hanya mampir sebentar untuk memberi kalian semangat. Ia sedang tidak sehat dan mau buru-buru pulang. Kalian jangan merepotkan senior kalian ya."
"Ya, Manajer He," sahut mereka.
Han Junjie tidak melihat sosok gadis yang dicarinya, tersenyum tipis. Gadis itu tidak ada. Heh, dia pasti sedang bersebunyi di suatu tempat. Perempuan berengsek! Untung moodku sedang bagus. Jika tidak, akan kuseret kau ke sini dan menjilat sepatuku!
"Semoga lekas sembuh, Kakak Junjie ...," ucap para trainee.
Han Junjie berbalik dan beranjak dari tempat itu tanpa menggubris mereka. Beberapa orang merasakan aura kesombongannya, tetapi tidak berani protes, sehingga mereka diam saja. Manajer He mengiringi artisnya pergi dari kantor agensi.
Setelah keriuhan itu berlalu, Kaili keluar dari persembunyiannya dan masuk ke studio untuk latihan bersama rekan-rekannya. Terlebih dahulu ia menyapa Coach Min.
Pria itu sibuk membaca-baca notes, pura-pura tidak melihat Kaili, tetapi gadis itu tetap bicara. "Maafkan saya, Coach Min. Saya mengalami insiden aneh di game The 7, jadi saya sangat kelelahan sampai tidak bisa bangun dari tempat tidur."
Coach Min menatapnya dan berujar sinis. "Oh, jadi game itu lebih penting dari kariermu sebagai artis di sini?"
"Bukankah perusahaan juga menyuruh kami berlatih sebagai gamer? Jadi, saya harus main setidaknya log in sehari sekali supaya akun saya tidak diputus."
Coach Min membusungkan da.da mengintimidasi gadis itu. "Kamu berani menggurui aku? Sejak kapan kamu boleh membantah perkataanku? Memangnya kamu siapa? Kamu pikir kamu punya sponsor kuat di sini? Kamu bukan siapa-siapa! Anak orang biasa-biasa saja!"
Kaili tidak bisa berdiam diri diperlakukan seperti itu. Ia menyahut, "Coach, apa hubungannya dengan latar belakang keluarga saya? Jika memang saya salah, hukum saja saya. Tidak perlu mengungkit-ungkit soal orang tua saya."
"Kalau begitu, kamu tahu kesalahanmu?"
"Saya mangkir latihan dua kali, tapi saya punya alasan. Saya bertemu ...." Kaili kelu seketika, ragu untuk mengucapkan nama Han Junjie. Ia pikir ini tidak sepatutnya dihubungkan dengan Han Junjie karena sebenarnya ia terjebak di kampung Grizzly karena ulah Xujia yang menyuruhnya menunggu di sebuah pondok, tetapi Xujia tidak kunjung datang.
Xujia dan teman-temannya mendelik ke arahnya dari belakang Coach Min. Dari raut wajah mereka, Kaili langsung tahu bahwa para gadis itu satu pemikiran dengan Xujia. Mereka tidak prihatin sama sekali padanya.
"Bertemu siapa? Tidak usah mengarang kisah yang fantastis untuk berkelit dari kesalahanmu. Faktanya kau sudah tahu jadwal rutin, tetapi kau sengaja mengabaikannya. Trainee yang tidak disiplin seperti kamu ini yang akan merusak trainee lainnya!"
Coach Min lalu memperlihatkan sepucuk surat di depan wajah Kaili. "Ini! Lihat ini! Surat resmi pengeluaranmu dari agensi ini. Wang Kaili, kau dikeluarkan dari TM Entertainment! Kemasi barang-barangmu dan pergi dari tempat ini!"
Kaili terperangah. Ia mengerjap-ngerjapkan mata berusaha mempertahankan kewarasannya. Rasa tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.
Coach Min melambaikan surat itu di depan wajahnya lalu menjejalkannya ke tangannya. Kaili dibuat tak berkutik. Coach Min mengibas-ngibas. "Pergi, pergi, pergi! Kau sudah tak dibutuhkan lagi di sini!"
Xujia dan teman-temannya terkikik yang disembunyikan dengan menutupi mulut mereka.
Kekalutan berkecamuk dalam pikiran Kaili. Apakah ini ulah Xujia ataukah Han Junjie yang ingin menghancurkan kariernya di TM Entertainment? Orang tuanya akan sangat kecewa jika mengetahui hal ini. Haruskah ia berlutut memohon pada Coach Min agar tidak diberhentikan? Tapi bagaimana kalau itu sia-sia saja? Xujia dan teman-temannya akan menertawakannya. Kemalangannya adalah hiburan bagi mereka. Kaili tidak akan membiarkan dirinya dijadikan bahan lelucon atau orang-orang itu bersenang-senang di atas penderitaannya.
Kaili menarik napas dalam-dalam dan memicingkan matanya. Ia rebut surat di tangan Coach Min lalu menggumpalnya dan ia robek-robek di depan wajah Coach Min. "Kalian tidak perlu mengeluarkan saya. Saya yang berhenti dari agensi ini!" ujarnya tegas lalu berbalik gaya keren dan berjalan dengan dagu terangkat, keluar dari studio. Bekas suratnya berceceran di lantai. Semua orang yang melihatnya menganga dan mata tak berkedip. Mungkin tak menyangka seorang Kaili bisa sesombong itu setelah dikeluarkan.
Kaili mengumpulkan barang-barang dalam lokernya diiringi desas-desus gunjingan orang-orang lalu pembicaraan itu tidak berlangsung lama karena kejadian trainee dikeluarkan bukan hal langka. Bisa saja keesokan harinya giliran mereka yang dikelurkan. Kaili menahan tangisnya sekuat tenaga. Ia tidak ingin ketahuan sakit hati atas kejadian hari itu. Ia harus keluar dengan penuh percaya diri.
Dan ia berhasil. Kaili bisa meninggalkan gedung TM Entertainment tanpa meneteskan air mata secuil pun. Tak lupa ia mampir membeli egg waffle yang dijual di toko seberang gedung agensi. Ia minta egg waffle itu diberi topping selai buah nenas agar rasa manis menyegarkan membuat perasaannya lebih baik. Pokoknya ia harus terlihat bahagia meninggalkan agensi itu.
Sambil menenteng kardus barangnya dan mengunyah egg waffle, Kaili berjalan sepanjang jalan raya. Ia tampak baik-baik saja, tetapi sesungguhnya ia tidak tahu apa yang harus dilakukan. Tidak ingin lekas tiba di asrama karena khawatir ada yang memergokinya menangis di sana. Kaili pergi ke sebuah taman yang sepi, berjongkok di balik rimbun tanaman lalu menangis sesenggukan. Egg waffle bahkan tak sanggup dikunyahnya lagi.
"Ayah ... Ibu ... maafkan aku .... Aku gagal debut... Maafkan aku, Ayah, Ibu .... Aku buang-buang uang kalian .... Hu hu huuuu...."
Kaili membenamkan tangisnya di lutut. Namun, tiba-tiba saja ia menghentikan tangisnya. Ia teringat senior mantan dancer TM Entertainment yang sekampung dengannya, bekerja di sebuah book cafetaria. Mungkin di sana ada lowongan pekerjaan. Ia bisa tetap tinggal di Hongkong sambil mengumpulkan uang untuk mengganti tabungan orang tuanya sehingga mereka tidak perlu tahu bahwa ia sudah tidak jadi trainee lagi.
Kaili mengeluarkan ponselnya dan menghubungi nomor kakak itu.
"Kakak Zhuo, ini Lili. Wang Kaili."
"Lili? Apa kabar? Apa yang terjadi? Suaramu terdengar agak sengau. Apa kau baru saja menangis?"
Kakak Zhuo memang lelaki yang sangat sensitif terhadap keadaan orang lain. Kaili merasa terhibur oleh perhatian kecilnya. Ia berujar malu-malu. "Bisakah aku datang ke tempatmu sekarang?"
"Tentu, Lili Kecil. Dengan senang hati. Datanglah ke kafeku."
Kaili berdiri penuh semangat. Ia lalu pergi ke kafe Kakak Zhuo naik bus kota.
Kafe sekaligus perpustakaan itu bernama Lilac Cafe. Kesannya nama kafe itu terinspirasi dari bunga lili, tetapi kata Kakak Zhuo bukan. Itu karena ia suka warna ungu, makanya kafe tersebut dipenuhi nuansa warna gradasi ungu, keunguan, merah ungu atau biru ungu. Beberapa pot lavender menghiasi etalase. Aromanya dan nuansa kafe itu, berpadu dengan buku-buku yang tertata estetik, memberikan suasana yang relaksasi dan nostalgia.
Kakak Zhuo berusia 26 tahun, 6 tahun lebih tua daripada Kaili. Pernah jadi trainee, tetapi kariernya hanya sampai jadi dancer pengiring artis lain. Kakak Zhuo lebih berbakat di bidang kuliner. Ia menyuguhkan puding sutra ungu untuk Kaili dan gadis itu jadi ceria setelah memakannya.
"Izinkan aku bekerja di sini, Kakak Zhuo. Aku bisa membantumu dengan pekerjaan apa pun. Aku cepat belajar," pinta Kaili setelah menceritakan apa yang terjadi di agensi.
"Baiklah. Kau bisa mulai di bagian cuci piring. Ada kamar kosong di atas. Kau bisa tinggal di situ sekalian menjaga kafe ini," kata Zhuo.
"Wuaah, kebetulan sekali. Tepat di saat aku memerlukannya. Agaknya keberuntungan memang selalu mengiringiku. Aku selalu mendapatkan penyelesaian dari permasalahanku."
Zhuo tersenyum tipis. Ia tepuk-tepuk puncak kepala Kaili. "Kalau kau selalu berpikiran positif, hal-hal baik juga akan datang mengiringimu."
"Kau benar, Kakak Zhuo. Aku sangat berterima kasih padamu. Tolong ajari aku dengan sabar, Kakak."
"Sama-sama, Lili Kecil. Kita saling tolong menolong. Kebetulan aku memang perlu anak buah. Tidak ada yang betah bekerja di sini. Gajinya tidak seberapa sehingga banyak yang memilih resign setelah mendapat pekerjaan yang lebih baik."
"Jangan khawatir, Kakak Zhuo. Aku termasuk orang yang betah bekerja karena suasananya, bukan karena gajinya," ucap Kaili sambil menepuk da.da.
Zhuo tertawa kecil. "Oh ya? Berarti sebagai bos, aku harus memperlakukanmu dengan istimewa agar kau betah."
Kaili jadi segan. "Bukan begitu, Kakak Zhuo. Kau orang yang sangat baik, tidak perlu dibuat-buat pun, aku sudah menyukai pembawaanmu. Kau seperti ayah bagiku. Sangat mengayomi dan melindungi."
Zhuo jadi cemberut. "Ayah? Ya ampun! Apa aku tampak setua itu? Kaili, aku sakit hati mendengarnya."
Zhuo serius jika menyebutnya dengan nama resmi. Kaili jadi salah tingkah. Buru-buru ia memelas, "Ah? Eh, maksudku bukan begitu, Kakak Zhuo. Kau seperti kerabat, sahabat, kakak, saudara, teman, semuanya. Kau salah satu orang terpenting bagiku setelah ayah dan ibuku."
Zhuo hanya bercanda. Ia terhibur dengan bujukan Kaili. "Ooh, baiklah," gumamnya. "Sekarang, kapan kau bisa mulai bekerja?"
"Secepatnya, Kakak Zhuo. Kau mau aku mulai sekarang? Oke, baiklah! Berikan celemekku!" seru Kaili penuh semangat.
Zhuo memberikan celemek dan sarung tangan karet untuknya memulai pekerjaan sebagai pencuci piring. Setengah hari saja karena sebagai pelatihan pegawai baru. Setelahnya, Kaili bisa pulang ke asrama untuk mengambil barang-barang pribadinya.
Saat berkemas, Kaili menyempatkan menengok mesin VR-nya. Ia merasa berat meninggalkan mesin itu, karena melalui VR ia bisa berpetualang sejenak, lepas dari kehidupan nyata yang terkadang menyesakkan. Karena mesin itu properti agensi, Kaili tidak bisa membawanya pindah. Ia pun mengucapkan selamat tinggal pada mesin itu dan kamar yang telah menjadi tempatnya tinggal selama satu tahun.
Kaili pergi ke tempat baru yang lebih kecil dan sederhana, tetapi setidaknya ia bebas dari tekanan siapa pun.
Sementara di apartemen mewahnya, Han Junjie bersiap masuk ke game. Ia menyiapkan peralatan sambil semringah. Gadis trainee itu belum ada online sehingga Junjie yakin mereka masih berada di tempat yang sama. Saat itu jamnya para trainee main game. Junjie masuk ke game-nya dengan harapan bertemu gadis itu lagi.
Namun, alih-alih menemukan gadis itu online, Han Junjie malah mendapati benda aneh berada satu ruangan dengannya.
Ia terbangun dalam sebuah gua dalam keadaan optimal 100% baik energi hidup (HP/Health Point) maupun tenaga dalamnya (MP/Manna Point), meskipun masih terjebak dalam gua, tanpa senjata, tanpa topeng beruang serta tanpa armor baju sehingga ia bertelanjang seutuhnya. Seingatnya, terakhir kali gua itu gelap gulita dan tubuh gadis itu juga terkapar bersamanya. Namun, sekarang ruang itu terang benderang oleh cahaya yang berasal dari bunga berbentuk kuncup berwarna kuning yang muncul di pucuk daun-daun merambat. Dedaunan tanaman itu kasar oleh duri halus, menimbulkan rasa gatal jika bersentuhan dengan kulit.
Dari bentuk bunga dan dedaunan merambat, Junjie mengenalinya sebagai tanaman labu. Tanaman itu tumbuh memenuhi lantai dan dinding gua. Bunga-bunganya yang bercahaya tidak membuat Junjie keheranan. Yang membuatnya tercengang adalah terdapat satu-satunya bunga kuncup kuning yang sangat besar menyala berdenyut-denyut dan di dalamnya ... tampak siluet tubuh perempuan meringkuk bak bayi dalam janin.
Mata Han Junjie terpicing mengamati fenomena itu. Jadi, apakah gadis yang terakhir bersamaku malam itu ... ternyata dimakan bunga labu raksasa?
Dunia game ajaib memang.
***
Bersambung....