Bab 9. Jebakan Halus

1462 Kata
Evander dan Arsenio saling melirik. Terutama Arsenio yang merasa aneh dengan sikap super ramah yang ditunjukkan ayahnya Alex. Alex seperti memiliki kepribadian ganda. Sedangkan Luna tidak curiga sama sekali dengan sikap Alex pada suami mantan kekasihnya. Nora sudah membuang muka tapi matanya lalu menangkap sosok Luna. Keningnya mengernyit. Wanita itu bukan orang yang sudah hamil dari Alex dulu. "Perkenalkan, ini istriku, Fianora," ujar Bram tersenyum pada Alex memperkenalkan istrinya. Alex tersenyum dengan ujung mata menatap tajam lalu mengulurkan sebelah tangannya. Nora terpaksa bersalaman dengan Alex serta ikut tersenyum. “Uhm, ini istriku, Lunardewi.” Giliran Alex balas memperkenalkan Luna pada Bram dan Nora. Nora tersenyum lebih manis pada Luna yang dengan polos dan sangat baik memperkenalkan diri. Luna tampak sangat cantik dengan keimutannya. Dibandingkan dengan Alex yang gagah, dingin serta bertubuh tegap, sesungguhnya ia merupakan pasangan yang serasi. “Ini anak-anakku,” sambung Alex lagi memperkenalkan Arsenio. Evander terpaksa ikut bersalaman meski ia bukan anggota keluarga. “Anak-anakku akan turun sebentar lagi.” Alex dan Bram masih bercengkerama beberapa saat sampai putri kembar Bram dan Nora keluar dari kamar mereka. Sekali lagi Evander dan Arsenio menautkan kedua alis lalu mengernyit bersamaan. Kedua putri kembar, Viona dan Violet datang dengan dandanan yang sama persis sampai sulit untuk dibedakan. “Perkenalkan ini Viona dan Violet,” ujar Bram tersenyum saat memperkenalkan putri kembarnya. Alex sempat ikut takjub lalu tersenyum mengulurkan tangannya. Begitu pula dengan Luna. Yang tidak tersenyum hanya Arsenio. Evander sempat melirik pada Arsenio yang mengenal salah satu gadis kembar itu. “Kok kamu ada di sini?” sahut Violet pada Arsenio dengan nada agak ketus. Arsenio ingin menjawab tapi senyuman Evander membuat rasa kesal Violet jadi hilang. “Lho, kalian sudah saling kenal?” Bram bertanya dengan rasa penasaran. Ia menunjuk bergantian pada Arsenio dan Violet. Violet mengangguk dan Viona ikut tersenyum juga. Arsenio masih diam dengan bibir terkatup tidak suka. “Dia kan anak klub bola, Pi!” Violet menunjuk dengan mengangkat dagunya ke arah Arsenio. “Wah, kalau begitu ini kejutan ya, Alex? Haha ... kita gak usah capek-cepek ngejodohin mereka, haha!” “Kamu benar, haha. Semuanya terjadi tanpa perlu direncanakan,” sahut Alex menimpali. Keduanya malah tertawa bersama sementara Violet dan Viona terperangah tak percaya. Arsenio juga tidak kalah mengernyit heran. Evander hanya menunduk dan sedikit menggaruk ujung tengkuknya karena sikap serba salah. Violet ingin protes tapi tangannya langsung dipegang sang bunda. Nora memberikan kode dengan delikan matanya meminta Violet tidak bicara dulu. Sementara itu, Bram mengajak Alex dengan akrab ke ruang makan. Ia meninggalkan Nora dan anak-anak di belakang. Nora lantas mendekat pada Luna dan anak-anaknya sekalian mengajak mereka ke ruang makan. “Silakan, makan malamnya sudah dihidangkan.” Luna ikut menarik lembut Arsenio dan Evander bersamanya. Ia mengatur sisi tempat duduk Arsenio dan Evander. Arsenio sempat cemberut dan melirik pada Evander. Seperti biasa Evander akan menenangkannya dengan anggukan dan senyuman. Sedangkan Violet tidak lagi mau memasang senyuman pada Arsenio. "Mari kita bersulang untuk makan malam ini. Semoga hubungan ini akan berjalan lama," ucap Bram mengangkat gelasnya dan diikuti oleh seluruh anggota keluarga termasuk Alex. Alex sempat melirik pada Nora yang sangat cantik. Nora tetap memasang sikap yang mesra dan manis bersama suaminya. Bram bahkan sempat mencium bibir istrinya usai melakukan tos. Alex yang melihat hanya bisa mengeraskan rahangnya tetapu, Luna sempat menangkap perubahan sikap Alex. Luna merasa ada yang aneh dan tidak ingin Alex merusak makan malam itu dengan keanehannya tersebut. Maka, Luna yang duduk di sebelah Alex, menyentuh tangannya dengan lembut. Kehangatan tangan Luna membuat Alex menoleh. Alex ingin mengabaikannya seperti biasanya. Tapi malam ini, tiba-tiba, dia merasa berbeda. Kehangatan itu mengalir melalui nadinya hanya dari sentuhan Luna padanya Kedua mata mereka sempat saling menatap. Tanpa berkata apa-apa, Luna menguapkan rasa marah Alex ke udara. Untuk pertama kalinya, Alex tidak memamerkan hubungan palsunya pada publik seperti sebelumnya. Ia hanya diam saja membiarkan sentuhan lembut Luna di tangannya sambil menikmati minuman. Pada saat yang sama, Nora sempat melihat perilaku aneh Alex yang sempat memandang istrinya cukup lama. Tangan Alex bahkan mengait pada Luna di atas meja. Dia merasa tidak nyaman entah bagaimana, tetapi dia tidak mengatakan apa-apa. Matanya kemudian tertuju pada Lunardewi, istri Alex. Wanita itu begitu pendiam sehingga dia tidak mengucapkan sepatah kata pun sejak pertama kali mereka tiba. Luna akhirnya melirik Nora dan tersenyum ramah padanya. Nora juga melakukan hal yang sama membalas senyumannya juga. Luna terlihat sangat rapuh dan sedih. Matanya tidak menunjukkan apa-apa. Tidak ada kilau seperti yang biasanya dimiliki seorang istri untuk suaminya. Tapi Nora yang ikut memperhatikan Luna tidak ingin terlalu banyak terlibat untuk mengomentari kehidupan pribadi. "Kurasa ini saatnya kita makan bukankah begitu, Sayang?" tanya Nora tiba-tiba mengubah topik pembicaraan dengan menghadap pada suaminya. Dia tahu bahwa Alex akan bicara lagi. Mata dan tatapan Alex yang tajam begitu mengganggu Nora. Bram segera menyetujui saran istrinya. Dia meminta Evander dan Arsenio untuk memulai makan. "Silakan kita mulai makan malamnya." Makan malam itu berlangsung cukup damai tanpa banyak percakapan. Hanya terlihat Alex bercakap beberapa kali dengan Bram dan itu hanya soal bisnis. Setelah makan malam, seluruh anggota keluarga diajak ke ruang tengah untuk berbincang lebih santai sambil menikmati penganan kecil. Arsenio dan Evander hanya menyudutkan diri berdua. Mereka tidak mau membaur dengan Violet dan Viona, terutama Arsenio. “Kalo gue tahu bakalan ke rumah dia, gue gak akan mau ke sini!” sungut Arsenio begitu kesal. Evander tersenyum sedikit mendengus. Ia sempat melirik pada Viona yang juga melakukan hal yang sama. “Tapi mereka cantik kok.” Evander membalas dengan senyuman kecil lalu menoleh pada Arsenio yang makin kesal. “Cantik apanya? Mata lo jereng ya?” ejek Arsenio kesal dan meminum lagi soda di gelasnya. Evander hanya mengedikkan bahu dan terkekeh. Dari ujung matanya, Alex bisa melihat jika Nora sedang ke belakang setelah berbicara dengan para pelayan. Ia tidak bisa menahan keinginannya untuk mendekati Nora begitu dia melihatnya pergi. “Sebentar, aku mau ke belakang dulu.” Bram tersenyum dan mengangguk. Alex memisahkan diri dan berjalan ke arah kamar mandi tamu. Untungnya tidak ada orang yang melewatinya di sana, jadi dia bisa menunggunya tanpa gangguan. Setelah memastikan tak ada yang curiga, Alex terus berdiri di sana dan sesekali melihat arlojinya. Sudah hampir jam 21.00, dan acara baru saja dimulai. Segera, pintu kamar mandi terbuka, dan Nora keluar. Dia berjalan sambil mengangkat gaunnya dan sedikit merunduk karena dia ingin memeriksa ujung gaunnya. Dia berjalan tanpa memeriksa sekeliling. Tapi itu tidak berlangsung lama. Nora tersentak di tempatnya ketika Alex yang menyandarkan punggungnya di dinding lantas menegakkan dirinya. "Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Nora dengan nada heran dan cemas. Alex kemudian menegakkan tubuhnya dan berjalan mendekatinya. Nora yang merasa seperti sesuatu yang mencemaskan akan mendekatinya, lalu mundur ke belakang. Setelah beberapa langkah mundur, Nora membuka pintu dan keluar ke arah tamat samping, Alex dengan cepat menyusul dan mencegah Nora menutup pintu dari luar sehingga ia tidak bisa keluar. Alex pun ikut keluar dan tidak peduli jika Nora tak menyukai kehadirannya. "Kamu mau apa, Alex?" Nora makin meninggikan suaranya. "Aku menunggumu. Aku ingin bicara denganmu!" jawab Alex dengan suara yang bariton yang rendah dan tatapan tajam pada mantan kekasihnya. Dia mengintimidasinya seperti biasa untuk membuatnya menyerah. Tetapi Nora bukanlah wanita lemah yang bisa diselingkuhi Alex seperti terakhir kali. Dia tidak ingin menunjukkan kecemasan yang sekarang menyelimuti hatinya. Nora mencoba lolos dengan meninggalkan Alex tanpa memberinya kesempatan untuk berbicara. Tapi tangan Alex menarik lengan Nora lebih cepat dan langsung menutup pintu. Ia menarik Nora ke sisi balkon taman. Dengan cepat, Nora menyentak tangannya dari cengkeraman Alex. "Kamu gak bisa pergi tanpa ijinku, Sayang!" Alex mendesis sinis pada Nora yang akan meninggalkannya. "Aku gak mau bicara denganmu, Alex!" Nora menanggapi dengan kegeraman yang sama. Alex semakin mendekatkan wajahnya, dan matanya tertuju pada bibir Nora yang menggoda. Bibir itu menariknya sejak malam ini ketika dia tiba. Dia semakin dekat seolah ingin menciumnya, tetapi Nora dengan cepat memalingkan wajahnya. "Tolong tinggalkan aku ... atau aku akan berteriak! Aku gak akan ragu melakukannya sama sekali!" Nora pun akhirnya mengancam dengan mendengus rendah dan tidak ingin menoleh pada Alex sama sekali. Alex sedikit mengerutkan kening dan kemudian menyeringai. "Apakah kamu tidak merindukanku lagi?" tanya Alex berusaha menggoda dengan suaranya yang berat dan seksi tetapi tidak bagi Nora. Alex adalah pria berbahaya yang harus ia hindari. "Tidak, tidak sama sekali!" gumam Nora tanpa ragu. Alex menelan ludahnya dan mengangguk pelan. Dia kemudian menjauhkan wajahnya tetapi tidak melepaskan cengkeramannya pada lengannya. "Kamu tidak akan bisa lari dariku, Sayang. Aku akan membawamu kembali!" Alex terdengar lebih seperti sedang mengancam daripada mengungkapkan perasaan yang ia rasakan. Nora yang makin cemas menelan ludahnya dengan gugup lalu berbalik lagi untuk melihat Alex yang berwajah dingin. "Kita berdua sudah menikah dan memiliki keluarga sendiri-sendiri. Kurasa itu bukan ide yang tepat untuk kembali bersama!" sindir Nora dengan keras. Alex lantas mengangkat ujung bibirnya, seraya menyeringai sinis.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN