Pagi yang cerah menyapa kamar gadis berparas cantik yang masih terlelap dalam tidurnya. Gadis yang biasa hidup dalam kemewahan, kini hanya tinggal di sebuah apartement kecil setelah sang ayah dan ibu meninggal dalam sebuah kecelakaan.
Rhea termasuk orang yang paling malas berebut. Seluruh harta kedua orang tuanya jatuh pada kakak pertama dan kakak kedua. Rhea hanya mendapatkan sekian ratus juta dan dia belikan apartement yang kini ditempatinya.
Rhea benar-benar menafkahi diri sendiri dengan bekerja disatu perusahaan IT besar di Indonesia sejak dirinya selesai kuliah.
Kriiing...
Terdengar suara alarm jam dari ponselnya berbunyi. Gadis itu menggeliat di atas tempat tidur dengan sebelah tangan meraba ke atas nakas untuk mematikan suara yang sangat mengganggu telinga itu.
Rhea membuka matanya sedikit untuk melihat jam dilayar ponselnya, dan tiba-tiba gadis itu membelalakkan mata saat melihat jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi.
"Mampus! gue telat!" pekiknya seraya bangkit dari tempat tidurnya dan berlari keluar kamar menuju toilet.
Rhea mengikat rambutnya asal, meraih pasta gigi dan sikat gigi disamping kaca toilet dan menggosok giginya dengan cepat. Setelah selesai, Rhea bergegas mencuci wajahnya dan berlari kembali ke dalam kamar.
Rhea membuka lemari pakaiannya, dan mengambil kemeja kuning serta rok span putih diatas lutut lalu memakainya. Gadis itu bercermin sesaat, memastikan dirinya terlihat segar walau tanpa mandi sekalipun.
Dia mengambil jam tangan yang biasa dikenakannya di atas nakas. Namun, pandangannya teralihkan pada sebuah foto yang terbingkai disana, saat Rhea dan sahabat kecilnya masih bersama. Ia ambil foto tersebut, dan seulas senyum terukir diwajah gadis itu
"Semoga, lo baik-baik aja Oris. Gue berharap bisa bertemu lagi sama lo suatu saat nanti," gumamnya seraya menaruh kembali bingkai foto itu diatas nakas.
***
"Astaga!! Kamu dari mana aja Rhea?" pekik Nazzar sang ketua tim IT Support Officer.
Rhea menunduk, bersiap mendengar omelan Nazzar sepanjang hari ini.
"Maaf Pak, saya bangun kesiangan." Mendengar jawaban Rhea, Nazzar berkacak pinggang dan mendengus kesal.
"Kesiangan?? Mimpi apa kamu semalam sampai kamu bangun kesiangan kayak gini?" cecar Nazzar.
"Mimpi nikah dan saya berhenti dari pekerjaan ini," jawab Rhea asal.
Nazzar yang semakin naik pitam hendak berjalan menghampiri Rhea yang kini sudah duduk dibalik kubikelnya, tetapi dihadang Reyhan. Nazzar mendelik sebal pada Rhea.
"Saya bisa-bisa darah tinggi hadapi Rhea," gerutunya seraya berjalan kembali ke ruangannya.
Seluruh karyawan tim IT Support Officer yang mendengar itu tertawa dibalik kubikel mereka masing-masing.
"Lo bener-bener kaya tom and jerry iya sama Pak Nazzar," ujar Ganis, teman sekantor Rhea yang kubikelnya bersebelahan dengannya.
Rhea hanya tersenyum menanggapinya. Terdengar suara pintu ruangan Ketua tim kembali dibuka. Mereka semua mengintip dari balik kubikel. Setengah badan Nazzar keluar dari balik pintu.
"Rhea!! Saya tunggu hari ini laporan hasil help desk analyst kamu." Seketika Rhea menoleh, dan menatap tajam pada Nazzar yang kini sudah kembali kedalam ruangannya.
"Dasar perjaka tua!" maki Rhea.
Ganis dan Zera tertawa kecil mendengar makian Rhea di kubikelnya dan kembali melanjutkan pekerjaannya. Gadis itu menaruh tas di atas meja lalu mengeluarkan headsheat dan memasangnya di telinga tanpa disambungkan pada ponselnya ataupun laptop dihadapanya.
Tokk ... Tokk ... Tokk ...
Terdengar suara ketukan dari balik kubikelnya. Rhea menoleh dan melihat Reyhan sedang berdiri didepannya sambil tersenyum manis.
"Istirahat nanti, ada yang mau aku bicarakan, kita ketemu di tempat biasa iya," ujar Reyhan. Rhea mengangguk dengan senyum merekah diwajahnya.
Reyhan Zeevalo adalah kekasih Rhea sejak dua tahun yang lalu. Awalnya, Rhea tak menaruh perasaan apapun pada Reyhan. Namun seiring berjalannya waktu, rasa dihatinya mulai tumbuh saat melihat kesungguhan hati Reyhan menyayangi dirinya.
Sejak ditinggalkan ke Amerika oleh sahabat kecilnya, Rhea memang lebih terlihat tertutup. Hanya Reyhan yang dapat merubah Rhea kembali terbuka. Gadis itu menemukan sisi teman kecilnya dari sosok Reyhan, salah satu teman dari divisinya.
***
Jam sudah menunjukkan pukul duabelas siang, waktu istirahat pun sudah tiba. Beberapa karyawan sudah mematikan laptopnya dan keluar dari kubikelnya masing-masing. Ganis dan Zera berdiri balik kubikel mereka, menanti Rhea yang masih sibuk dengan laporannya.
"Rhe, lo gak akan istirahat?" tanya Ganis.
Rhea menoleh sesaat lalu kembali menatap layar laptopnya.
"Gue mau beresin dulu laporan bab satu. Selesai ini, gue ada janji sama Reyhan ditempat biasa," sahut Rhea.
"Oke deh, kita ke kantin dulu iya," pamit Zera seraya pergi meninggalkan Rhea.
Lima belas menit berlalu, akhirnya Rhea menyelesaikan laporan bab satunya dan bergegas menutup laptopnya. Gadis itu bahkan meninggalkan ponselnya diatas meja kerjanya yang sedari tadi terus bergetar berulang kali, lalu panggilannya terputus. Beberapa panggilan dari nomor yang sama tak terjawab tanpa Rhea sadari.
Rhea berlari saat melihat Reyhan yang sedang duduk dibangku taman sekitaran gedung ShadowTech. Gadis itu merapihkan pakaian dan cepolan rambutnya lalu berjalan menghampiri Reyhan. Kedatangan Rhea selalu disambut dengan senyuman hangat dari pria dihadapannya itu. Bahkan, selama berhubungan dengan Reyhan, Rhea tak pernah sekalipun bertengkar hebat.
"Duduk!" pinta Reyhan seraya menepuk bangku kosong disebelahnya.
Rhea mengangguk dan menuruti permintaan Reyhan.
"Gak makan siang Rey?" tanya Rhea.
Reyhan menggelengkan kepalanya.
"Maaf, udah ngambil waktu makan siangnya," ujar Reyhan.
"Gak apa-apa, aku bisa makan nanti ko sembunyi-sembunyi di kantor," canda Rhea.
"Kamu iya, selalu aja kaya gitu. Nyari masalah sama Pak Nazzar," timpal Reyhan.
Rhea tertawa ringan mendengar ocehan Reyhan. Hanya mendengar hal biasa saja seperti itu, bisa membuat Rhea kegirangan. Reyhan mengusap pangkal kepala gadis itu dengan senyum lembut tercetak di bibirnya.
"Katanya ada yang mau dibicarain, apa itu?" tanya Rhea.
Wajah Reyhan kini berubah. Senyum manis yang selalu diperlihatkannya pun tiba-tiba lenyap. Sebelah tangannya merogoh saku jas yang sedang dikenakannya. Pria itu mengeluarkan sebuah kertas yang terlihat seperti undangan. Reyhan menyerahkan undangan tersebut.
"Apa ini?" tanya Rhea seraya menerima undangan tersebut dengan ragu.
Perlahan, tatapan Rhea turun ke bawah. Menatap undangan pernikahan yang kini sedang digenggamnya. Gadis itu berusaha menyingkirkan pikiran buruknya lalu membuka lembaran undangan tersebut.
Matanya mulai memanas saat membaca nama Reyhan terpampang jelas sebagai mempelai pria. Namun, Rhea terkejut kala membaca nama wanita yang terteran di bawah nama Reyhan sebagai mempelai wanitanya.
"Calista? Adik si perjaka tua itu??!" pekik Rhea terkejut.
Rhea meremas undangan yang masih digenggamnya. Air matanya kini sudah tak dapat terbendung lagi. Tangan pria itu perlahan menyentuh tangan Rhea, tetapi dia hempaskan.
"Aku duluan Rey, kerjaan aku masih banyak," pamit Rhea seraya pergi meninggalkan Reyhan.
Reyhan hanya terdiam menatap punggung Rhea yang semakin menjauh.
"Maafin aku Rhea," lirihnya.
***