Selamat membaca!
Saat ini, aku masih mengikuti mobil Tuan Firdaus menuju Wijaya Grup dan Nona Keisha pun sepanjang jalan terus membuntuti dan tak sekalipun tertinggal.
"Wanita itu benar-benar gigih ingin tahu ke mana pacarnya pergi denganku," gumamku masih terus melihat mobil yang dikendarai oleh Nona Keisha tepat di belakang mobil ini.
Rasa ingin tahu yang tiba-tiba muncul di pikiranku pun seketika membuat aku jadi penasaran dengan latar kehidupannya. Aku mulai mencari lewat pencarian Google tentang silsilah Nona Keisha.
"Nama lengkapnya adalah Keisha Alviona. Dia adalah seorang artis yang kurang terkenal yang kadang-kadang syuting beberapa iklan dan memainkan beberapa peran di layar televisi dalam produksi FTV maupun sinetron," ucapku membaca dengan pelan apa yang aku temukan pada ponselku.
Dari data yang masih aku lihat di layar ponsel, ternyata dia bukanlah kekasih yang diakui oleh Tuan Firdaus, selain di beberapa kesempatan dan pertemuan penting dia sering mengatakan bahwa dia adalah kekasihnya.
Jadi karena hal itu, tidak heran dia begitu agresif. Tentu saja dia harus memanfaatkan kesempatan yang dia dapatkan dengan baik untuk merebut hati Tuan Firdaus.
***
Setibanya di lobi utama Wijaya Grup, penilaianku saat pertama kali datang ke perusahaan ini masih tetap sama. Megah dan elegan. Setiap sisi lobi dibangun dengan sangat apik dan benar-benar terkonsep. Selain menikmati beberapa pahatan pada dinding yang arsitektur, aku pun dapat melihat semua orang yang berpapasan dengan Tuan Firdaus, pasti menyapa hormat sampai membungkukkan setengah tubuh mereka.
Sampai akhirnya, langkah kami terhenti di depan sebuah lift. Namun, ketika pintu lift terbuka seorang penjaga keamanan menghentikan niatku untuk melangkah masuk ke lift. Mengikuti Tuan Firdaus yang sudah lebih dulu masuk.
"Maaf ya, Nona. Ini adalah lift khusus CEO. Anda tidak bisa menggunakannya kecuali Tuan Firdaus. Silahkan Anda ke sebelah sana, di sana ada lift yang dapat Anda gunakan!"
Pandanganku pun mengikuti jari telunjuk dari penjaga itu. Dari posisiku, aku dapat melihat jelas lift tersebut tampak penuh dengan orang.
"Ya Tuhan, aku pasti tidak akan bisa menyusul Tuan Firdaus kalau menaiki lift itu," gumamku yang tiba-tiba terbesit sebuah ide.
"Ya ampun, lihat itu ada UFO." Aku menunjuk langit-langit bangunan. Membuat penjaga itu langsung mendongak untuk melihatnya.
Di saat itulah, aku langsung merangsek masuk ke dalam lift dan menekan tombol agar pintu lift menutup dengan cepat.
"Aku berhasil," ucapku merasa tenang saat pintu lift menutup dan mulai bergerak naik setelah Tuan Firdaus menekan angka yang terdapat pada badan lift sebagai tujuannya.
"Apa kalian sebagai jurnalis selalu menggunakan cara seperti ini?" Dia melirikku dengan sinis.
"Hei." Aku menggosok hidungku. "Ini adalah cara pintar di saat situasinya seperti tadi."
"Posisi apa yang kamu inginkan?" Dia benar-benar bertanya padaku dan mengabaikan percakapan awal kami.
Aku mulai memikirkannya dengan serius. Setelah beberapa saat terdiam, akhirnya aku pun terpikirkan sebuah jabatan yang aku rasa cocok untukku. "Kepala kantor sekretaris Anda."
Senyum cemberut pun muncul di sudut bibirnya. Sepertinya keinginanku tak serta merta mendapatkan tanggapan baik darinya. Dia memang orang yang aneh, dia sedang marah padaku, tapi juga sedikit tertawa, meskipun dengan wajah yang muram.
"Apa kamu yakin dengan meminta posisi itu?"
"Bukankah kepala kantor kesekretariatanmu sudah tidak lagi bekerja karena pindah ke luar negeri? Sekarang aku tidak dapat menemukan posisi apa yang cocok untukku, tapi kamu bisa mengajariku untuk bekerja di posisi itu!"
"Tapi kamu tidak punya pengalaman dalam posisi ini, pasti akan membutuhkan waktu untuk mempelajarinya." Jawaban Tuan Firdaus bersamaan dengan berhentinya lift tepat di lantai 16. Saat pintu lift terbuka, pria itu pun melangkah keluar.
Aku masih terus mengikutinya, mempercepat langkah demi langkah hingga tepat di sampingnya. "Saya tidak pernah melakukan pekerjaan dengan sembarangan. Bagaimanapun Anda harus menemukan seseorang untuk menggantikannya, 'kan? Jadi mengapa kamu tidak mencoba saya? Saya pasti sangat berguna."
Dia tak menjawab. Masih diam dan mulai masuk ke dalam sebuah ruangan dengan membuka pintu. Di saat pintu terbuka, aku pun melirik ke dalam dan dapat kupastikan jika itu memang ruang pribadinya. Dekorasinya begitu mewah. Benar-benar menggambarkan ruangan untuk orang-orang penting di perusahaan ini.
Aku menahan pintu dengan tangan dan sebelah kakiku agar dia tak bisa menutup pintunya. "Bagaimana?" Kembali aku bertanya. Memastikan bahwa pria ini menyetujui keinginanku.
“Saya dapat mempromosikan orang lain dari departemen sekretariat untuk menjadi kepala sekretariat di kantor ini, kenapa saya harus memilihmu?” Dia menatap kakiku yang mengganjal pintu agar tak menutup.
"Tapi jika orang-orang itu dapat menggantikan posisinya, kenapa Anda masih membuka lowongan dan mencari penggantinya pada website perusahaan Anda?"
Kakinya tiba-tiba terentang ke kakiku dan dengan sedikit usaha dia menendang kakiku ke samping.
"Pria ini sungguh menyebalkan." Aku jadi gemetar dan hampir jatuh dibuatnya.
Bersamaan dengan hal itu, seorang sekretaris yang pernah menghentikanku saat ingin mengejar Tuan Firdaus dulu datang menghampiri dengan wajahnya yang panik. Dari wajahnya aku dapat melihat, ada sesuatu yang buruk ingin disampaikannya.
"Tuan Firdaus, maaf mengganggu waktu Anda. Nona Keisha membuat masalah di lantai bawah dan dia ingin menemui Anda."
Mendengar hal itu, Tuan Firdaus pun seketika menghentikan gerakannya untuk masuk dan menutup pintu. Dia langsung berbalik dan menatapku dengan sorot matanya yang tajam. "Jika kamu bisa berurusan dengannya, aku akan memberikan posisi yang kamu inginkan itu." Wajahnya begitu tegas saat mengatakannya. Dapat aku pastikan jika pria ini tampak marah atas apa yang didengarnya. Terlebih saat dia menginjak kakiku dengan kuat agar tak lagi menghalangi pintu yang ingin ditutupnya.
Aku pun mengaduh. Rasa sakit itu langsung menjalar ke seluruh tubuhku. Seketika aku tarik kakiku dari pintu dan melompat sesekali sambil memegang kakiku yang terasa sakit akibat diinjak olehnya.
"Dasar pria menyebalkan!" geramku hanya bisa menatap tajam pintu ruangan yang sudah menutup.
Tuan Firdaus pun tak memedulikan suaraku yang mengaduh. Dia tetap masuk ke dalam ruangan setelah menutup pintu dengan membantingnya cukup keras.
Sekretaris itu menciut ketakutan. " Selama ini Tuan Firdaus belum pernah semarah itu. Hari ini dia kelihatan benar-benar sangat marah karena Nona Keisha."
"Tapi aku rasa, dari dulu dia memang sudah terlahir untuk menjadi pria menyebalkan," gumamku menanggapi perkataan sang sekertaris.
Setelah rasa sakit pada kakiku mereda. Aku pun turun ke lantai bawah dengan sangat terpaksa.
"Aku tidak punya pilihan lain. Aku harus mendapatkan pekerjaan itu, bagaimanapun caranya? Semoga Nona Keisha berhasil aku tenangkan. Semangat, Dinda." Pintu lift pun terbuka dan aku mulai melangkah keluar setelah menyemangati diriku sendiri selama di dalam lift.
Setibanya di lobi utama, aku sudah disuguhkan dengan pemandangan di mana Nona Keisha masih tampak memarahi semua penjaga yang menghalanginya untuk menemui Tuan Firdaus. Dia bahkan sampai menunjuk hidung semua penjaga sambil menatap tajam ke arah mereka. "Apakah kalian tahu siapa saya? Kalian menghalangi saya dan tidak membiarkan saya naik, Anda itu hanya seorang penjaga!"
Aku mengerutkan kening melihat sikapnya. Nona Keisha benar-benar tidak pintar dalam beberapa hal. Termasuk dalam hal ini ketika dia tidak bisa mengendalikan amarahnya. Dia berteriak di lobi Wijaya Grup seperti orang kesetanan, bahkan jika Tuan Firdaus berniat menjadikannya pacar saat ini, mungkin dia akan memikirkan keputusan kembali.
"Wanita ini harusnya lebih sabar dalam menghadapi Tuan Firdaus yang cuek dan dingin padanya! Kalau dia masih ingin menjadi pacar dari seorang pengusaha yang sukses, hal yang paling penting adalah bisa mengendalikan emosi di depan banyak orang seperti ini," gumamku yang sedikit tahu kenapa Tuan Firdaus tidak terlalu menyukai wanita ini.
Setelah hanya menyaksikan kemarahannya, aku pun mulai berjalan mendekatinya dan berkata, "Nona Keisha, ayo kita minum teh dulu di dekat sini!"
Dia langsung melirikku dengan dingin. "Kau ini wanita yang ada di rumah itu, kan? Memangnya kedudukan apa yang kamu punya untuk berbicara dengan saya?"
Aku masih terdiam beberapa saat memikirkan untuk menjawabnya.
"Sekretaris Tuan Firdaus."
Dia tertegun sejenak dan butuh waktu lama untuk bereaksi. "Bukankah Anda seorang reporter? Bagaimana Anda menjadi seorang kepala sekretaris di perusahaan ini?"
“Saya dulu sekretaris Tuan Firdaus, sekretaris cadangan.” Dengan sekuat tenaga, aku menahan gelak tawa rapat-rapat akibat ucapanku sendiri. Kebohongan yang menggelitik perutku. Bahkan beberapa orang pun tampak tercengang saat mendengarnya. Terlebih wanita yang memang menjadi sekertaris Tuan Firdaus yang sebenarnya. Dia hanya diam di posisinya dan membiarkanku menangani Nona Keisha dengan caraku sendiri.
Melihatnya pusing memikirkan jawabanku, aku pun semakin mendekati dan meraih tangannya untuk mengajaknya pergi. “Nona Keisha, Anda belum sarapan pagi, 'kan? Jadi mari saya akan menemani Anda untuk makan sesuatu."
"Tidak perlu." Dia langsung menepis tanganku dengan cukup kuat.
"Tapi saya itu diberitahu Tuan Firdaus jika Anda belum sarapan pagi ini. Jadi dia sangat khawatir dengan kondisi Anda. Tentunya Anda tidak ingin mengecewakannya, bukan?"
Perkataanku yang terdengar begitu tulus, membuat Nona Keisha pun akhirnya benar-benar mempercayainya.
"Baiklah!" Dia masih menatapku curiga. Amarahnya tak lagi membuncah. Namun tak dapat ditutupi, wajahnya masih muram saat dia mulai melangkah pergi.
Langkah kami akhirnya terhenti di sebuah tempat makan yang berada di lantai bawah di gedung sebelah Wijaya Grup. Jadi walaupun aku telah memesankan makanan lengkap untuknya dan satu untukku sendiri. Namun, dia masih menatapku tajam layaknya seorang musuh.
"Jangan pikir saya tidak tahu jika Firdaus bersamamu tadi malam." Perkataan itu begitu menohok. Dia langsung to the poin dengan apa yang ingin dikatakannya, tanpa basa-basi sedikit pun.
"Tenang saja, Nona Keisha. Kami tidak melakukan apa pun." Sambil memasukkan sepotong telur ke dalam mulutku, aku menjawabnya dengan santai sesuai kenyataan yang terjadi.
"Kamu pikir saya percaya! Lagi pula siapa yang bisa mempercayai wanita sepertimu? Dasar pelakor!"
"Lho, memangnya aku wanita seperti apa? Saya tegaskan! Saya bukan pelakor yang ingin merebut kekasih Anda. Kamu itu harus percaya dengan apa yang saya katakan! Sebab jika kamu tidak percaya, itu berarti kamu mengirim pesan kepada Tuan Firdaus untuk lebih mencampakkan kamu."
Niat baikku ternyata ditanggapi berbeda oleh Nona Keisha. Amarahnya kembali membuncah. Dia beranggapan kata-kataku hanya berupaya untuk memisahkannya. Bahkan yang lebih buruknya, dia menilai jika aku ingin merebut Tuan Firdaus darinya.
"Jangan bersandiwara! Saya tahu jika kamu sudah berselingkuh dengan Firdaus, 'kan? Kalian punya hubungan diam-diam di belakang saya!"
Di pagi hari, tempat makan yang kami datangi memang sangat ramai. Dia benar-benar tidak tahu malu mengatakan hal seperti itu di muka umum dengan suara lantang dan terdengar keras. Membuatku jadi merasa malu berada di sini.
"Wanita ini sama menyebalkannya dengan pria itu! Kenapa aku bisa berada di antara dua manusia ini ya?" geramku hanya bisa mengatakan hal ini di dalam hati.
Aku masih dapat menahan amarah. Walaupun merasa sangat malu dengan segala tuduhannya, tapi menanggapi Nona Keisha di sini hanya akan membuatku merasa lebih malu lagi.
"Apakah Anda mengerti kata-kata manusia? Jika Anda terus membuat masalah, apakah menurut Anda, Tuan Firdaus tidak akan lebih mencampakkan Anda?"
Dia membuka matanya dan menatapku dengan murka dan tiba-tiba keluar sebuah kalimat yang hampir membuatku terjatuh dari kursi yang aku duduki.
"Sampai saat ini dia masih belum tidur denganku."
Aku sejenak memikirkannya dan kemudian menemukan sebuah logika yang menarik di dalam pikiranku.
"Mungkin yang dia maksud adalah Tuan Firdaus belum pernah menidurinya. Jadi dia tidak akan mencampakkannya untuk saat ini," gumamku menyimpulkan akan maksud perkataannya.
"Nona Keisha, Nona Keisha." Aku tidak bisa menahan senyum setelah memahami maksud ucapannya. "Memangnya kenapa dia harus tidur denganmu? Jika seorang pria tidak berencana untuk tidur denganmu, apalagi kalian sudah seminggu berkencan. Maka dia tidak akan tidur denganmu nanti atau di kesempatan lainnya."
Dia menatapku, pucat. Hanya diam bergeming, wajahnya berubah sendu. Keyakinannya langsung sirna dari tatapan mata yang berubah kosong.
"Tidak mungkin!" Dia gemetar. Ada air mata yang mulai membasahi bola matanya. Aku dapat melihatnya dengan jelas.
"Nona, apa Anda baik-baik saja?" tanyaku cemas.
Nona Keisha kembali menatapku setelah menunduk diam. Dia terlihat menguatkan dirinya yang rapuh dengan kenyataan yang ada. "Bukankah jika seorang pria sudah berhasil tidur dengan seorang wanita, dia perlahan-lahan akan kehilangan minatnya? Maksudku, biasanya pria setelah mendapatkan tubuh wanita itu bisa berubah sikap dan menjauh karena dia telah mendapatkan apa yang diinginkannya."
"Tapi, seperti yang aku bilang tadi, dia bahkan tidak tertarik untuk tidur denganmu!"
Wajahnya berubah dari merah menjadi putih dan akhirnya dia menjadi sangat marah, bahkan sampai melemparkan garpu dari genggaman tangannya ke depanku. "Kamu terlalu banyak bicara, kamu hanya ingin saya mundur, bukan? Dasar pelakor!"
"Kenapa kamu selalu berteriak seperti ini? Apa kamu tidak bisa membicarakan masalah ini dengan kepala dingin?"
"Tidak, saya akan tetap pergi mencari Firdaus!" Dia bangkit dari tempatnya duduk. "Kenapa dia melarangku sekarang? Kemarin dia masih mengizinkanku menemuinya!"
Melihatnya ingin melangkah pergi, aku pun langsung menahan tangannya dengan cepat. "Ada begitu banyak penjaga keamanan di Wijaya Grup, apakah Anda pikir, Anda dapat menemui Tuan Firdaus di lantai 16? Selain itu, apakah Anda tidak takut dia malah akan semakin membenci Anda?"
Dia pun berhenti bicara dan menatapku dengan wajahnya yang sedih. "Apa yang harus saya lakukan?"
"Kamu bisa menemui Tuan Firdaus di lain waktu dan tidak di kantornya saat ini."
Wajahnya kembali menolak tegas permintaanku. "Kamu itu hanya ingin membujuk saya agar saya pergi! Jangan harap! Karena itu tidak akan mungkin terjadi!" Dia menggertakkan giginya. Mengabaikan apa yang aku katakan.
"Lelah rasanya meladeni wanita ini. Benar-benar kepala batu!" gumamku hanya bisa menggelengkan kepala menatap kepergiannya.
Bersambung ✍️