Part 5

1825 Kata
"Woahhhh." Rain menguap dan menggeliat kan badan nya.   Rain melihat di sekeliling kamarnya, masih sama seperti biasa. Pikir Rain.   Ia pun beranjak ke kamar mandi dan bersiap - siap untuk sekolah.   "Morning mah." Sapa Rain sambil mencium pipi mamah nya.   "Morning too Rain."   Rani memperhatikan anaknya yang sedang mengolesi selai kacang di roti nya itu.   "Rain, tadi malem kamu ngantuk banget ya? Ko sampe susah dibangunin si? Malu-maluin mamah aja."   "Hah? Mamah ngomong apa si?"   "Yehhh, kamu mah masih remaja udah pelupa."   "Kamu mau mamah ceritain kejadian waktu malam?"   Rain semakin bingung. Ia pun mengangguk.   Flashback on   Radafa memarkirkan di garasi nya.   "Rain bangun." ucap Radafa sambil menepuk pundak Rain pelan.   "Rain."   Rain tidak bangun juga, akhirnya Radafa terpaksa membopong tubuh Rain lagi untuk masuk ke dalam rumahnya.   "Yaampun Daf, ini Rain kenapa?" Tanya Rani cemas. Saat melihat Rain dibopong oleh Radafa.   "Ini tan, Rain kayak nya kecapean jadi dia ketiduran di mobil Dafa." Jelasnya.   "Maafin Rain ya Daf, udah ngerepotin kamu."   Radafa hanya tersenyum membalas ucapan Rani.   Flashback off   Mata Rain membulat dan mulutnya menganga mendengar mamah nya bercerita tentang kejadian tadi malam. Ia sangat malu, karena sudah dua kali Radafa melakukan hal yang sama untuk membantu nya. Tapi hal yang paling membuat Rain malu adalah, ketika Rain susah dibangunkan oleh Radafa. Pasti lelaki itu akan berpikir bahwa Rain sangat kebo.   Arghh, Rain malu bila nanti ia bertemu dengan Radafa di sekolah nanti, pasti Radafa akan menertawakan nya di kelas. Batinnya.   "Rain, udah jam 6.20, berangkat yuk."   "Eh, iya mah ayo".   20 menit kemudian Rain akhirnya sampai di sekolahnya.   "Dah mah, hati-hati." Ucap Rain sambil melambaikan tangannya.   Mamah nya pun membalas lambaian tangan Rain, lalu pergi dengan mengendarai mobil yang ia bawa.   Ketika sampai di pintu kelas, Rain menarik napas dan membuangnya berkali-kali agar rasa malu nya berkurang.   "Tarik napas" Rain menarik napas   "Buang" Rain menghembuskan napas nya lagi.   Dan begitupun seterusnya.   Hingga ia menghalangi pintu kelasnya.   "Minggir!" Ucap seseorang yang berada di belakang Rain.   Rain tidak melihat kebelakang, ia tetap melakukan aktivitas nya tadi.   "Gue bilang minggir!" Sentaknya.   Rain hafal dengan suara ini. Radafa kah? Iya ini memang suara dia, tanpa berbalik badan Rain pun dengan cepat langsung masuk kelasnya dan  duduk di bangkunya.   "Rain lo kenapa si kaya yang dikejar orang gila" tanya Megan teman sebangku Rain.   "Iya Megan, Rain emang habis dikejar sama orang gila." Balasnya, yang menekankan kata orang gila tepat sekali ketika Radafa sedang berjalan melewati bangkunya.   "Hah! Lo serius Rain?" Tanya Megan tak percaya.   "Iya serius, orang gila nya tuh serem banget. Rain sampe takut."   "Udah ah jangan bahas itu, merinding tau ihh" Rain bergidik.   Tak lama, guru perempuan tua yang diketahui bernama  Bu Mama itu masuk kedalam kelas Rain.   "Beri salam" Ketua murid berkomando.   "Assalamualaikum wr wb."   "Waalaikumsalam" balas nya.   "Hari ini ibu tidak akan mengajari kalian sampai akhir pelajaran ibu. Karena ibu akan mengantar teman kalian mengikuti olimpiade sains."   Seketika surga dunia nya para pelajar sudah ada di depan mata. Anak murid pun bersorak mendengarnya.   "Sudah jangan ribut. Sebagai ganti nya, kerjakan latihan soal halaman 65-70 dikumpulkan!"   Anak-anak yang tadinya bersorak, kini menekuk wajahnya, karena ibu itu membuat mood mereka hancur saat mendengar ucapan tadi.   "Tuh guru emang ngeselin ya, ada ataupun gaada, tetep aja bikin muridnya susah." Keluh Varo.   Radafa hanya melihat Varo, tanpa menggubris ucapannya.   Karena bagi Radafa, soal yang diberikan guru tadi tidak begitu sulit jika dibandingkan dengan tadi malam ia belanja.   Tadi malam?   Radafa jadi ingat kepada perempuan yang sudah menemani nya belanja keperluan ulang tahun adiknya itu.   Dari mulai ia membuka pintu kamar mandi secara tak sengaja, jatuh hingga kaki nya keseleo yang membuat Radafa harus memijatinya. Dan saat perempuan itu tertidur di mobilnya. Radafa masih ingat sekali kejadian demi kejadian yang ia alami bersama perempuan itu tadi malam. Sekarang Radafa hanya melihat punggung perempuan di depan bangku Varo, sambil tersenyum tipis, sangat tipis.   "Yasudah anak-anak, ibu minta jangan ribut. Dan selesaikan tugas yang ibu suruh." Ucapanya lalu bergegas pergi meninggalkan kelas itu.   Varo melirik Radafa yang sedang mengerjakan soal demi soal di buku paket, dan tersenyum jahil.   "Daf"   "Apa?" Jawab Radafa, tanpa menoleh Varo.   "Gue liat punya lo ya? Sumpah gue gak ngerti" pinta Varo memelas.   "Lo kerjain aja dulu, kalo susah nanya."   Varo mendengus kesal, jawaban yang ia terima tidak sesuai ekspektasi nya.   "Iya deh iya, Radafa yang PINTAR."   1 jam pelajaran pun berlalu, akhirnya Radafa bisa menyelesaikan tugasnya itu.   Sementara Varo, masih sibuk dengan nomor 2 hal 65 .   "Lo udah daf?" Tanya Varo dengan wajah frustasi. Radafa hanya mengangguk.   "Emak bapak lo ngasih makan Lo apaan si?"   Radafa mengernyitkan dahinya.   "Kok lo bisa cepet ngerjain soal yang bejibun nauzubillah, cuma dalam waktu 1 jam? Gue takjub sama lo" puji Varo alay.   "Lo ngomong aja kalo mau nyontek."   Varo nyengir, ternyata pujiannya itu berhasil membuat hati Radafa luluh.   "Gue boleh liat nih?" Tanya Varo memastikan.   "Hmm" Radafa pun membiarkan Varo mengambil bukunya untuk menyalin hasil kerjanya. Ia kemudian memasangkan earphone nya ke kedua telinga nya itu.   Radafa membuka aplikasi jooxnya dan menyetel sebuah lagu yang entah mengapa jarinya memilih lagu berjudul Imagination dari Shawn mendes.   Radafa pun memejamkan matanya sambil bersender ke tembok. Otak nya masih memikirkan wajah Rain yang menurutnya itu sangat lucu ketika sedang terlelap tidur. Alunan musik yang ia dengar, seperti nya sangat cocok dengan suasana yang ia rasakan. Kalian tau makna dari lagu ini? Yaa, seorang lelaki yang mencintai perempuan dan ia berfikir bahwa perempuan itu hanya imaginasi nya saja.   Apakah Radafa menyukai Rain?   Tidak Daf! Tidak! Jangan sampe lo suka sama dia!    "Radafa" panggil seseorang.   "Radafaaa"   Merasa di hiraukan, Rain pun langsung melepaskan kedua earphone yang terpasang di telinga Radafa.   Radafa membuka matanya, dan melihat Rain sudah ada di samping tempat duduknya.   "Apa si?!"   "Rain tuh tadi manggil-manggil, tapi Radafa nya ga nyaut-nyaut. Yaudah Rain lepas aja earphone nya." Jelasnya.   "Mau apa ?"   "Nyontek?" Tebak Radafa   "Dih geer banget, Rain udah kali ngerjain tugasnya." Bela Rain.   "Nih, Rain cuma mau ngasih ini aja. Di makan ya." Ucap Rain sambil memberikan tempat makanan yang berisi roti.   "Buat?" Tanya nya dengan wajah flat.   Rain mendengus kesal. "Buat Radafa lah, ini ucapan terimakasih Rain karena tadi malam Radafa udah nolongin Rain. Rain harap Radafa mau nerima makanan dari Rain." Ujar nya gugup, lalu menaruh tempat makannya itu ke meja Radafa.   Radafa mengabaikan nya, ia lebih memilih mendengarkankan musik daripada harus menahan gugup dihadapan Rain.   Rain melihat Radafa kesal. Pasalnya Radafa sudah mengabaikan pemberiannya itu. Tapi bukan Rain namanya, jika dia tidak membujuk Radafa agar mau menerima pemberian nya itu.   Rain kembali melepaskan kedua earphone yang sudah terpasang di telinga Radafa secara paksa.   "Radafa terima dulu dong bekal dari Rain." Rain kembali membujuk Radafa sambil memberikan tempat makannya itu.   "Terima yaa, kalo Radafa gak mau, Rain jadi ngerasa bersalah." Bujuknya lagi.   Radafa berdiri dari bangkunya, ia pun mengambil tempat makan yang Rain beri untuknya.   Rain pun ikut berdiri, dan menampilkan senyum nya yang sudah  mengembang.   Radafa menerima bekal yang di berikan Rain, namun bukan untuk dimakan tetapi ia lempar sembarangan yang menimbulkan bunyi keras. Dan perhatian murid pun tertuju kepada mereka berdua.   "Lo bisa gak si, sehari aja jangan ganggu gue? Lo harus tahu, gue risi lo gangguin terus! Plis jangan jadi parasit baru di hidup gue!" Sentak Radafa yang membuat Rain ketakutan   Rain meratapi makanan yang sudah ia buat dengan sepenuh hati itupun jatuh tergeletak dan berhamburan karena Radafa melempar nya.   Rain tersenyum miris kearah Radafa, berusaha menahan air mata yang ingin ia keluarkan. "Padahal niat Rain baik Daf, tapi kenapa Radafa segitunya sama Rain?" Ucapnya dengan suara lirih.   "Apa susah nya si Radafa tinggal nerima bekal yang Rain kasih? Apa itu susah Daf...hiks?" Hingga sampai puncaknya, Rain sudah tidak kuat menahan air matanya itu. Rain menangis dan langsung berlari meninggalkan  Radafa keluar kelas.   Varo yang melihat kejadian itu, langsung menghampiri Radafa yang masih berdiri membeku.   "Daf, kejar Rain. Minta maaf sama dia kalo lo itu salah." Titah Varo sambil memegang pundak sahabatnya itu.   "Kasian dia, hatinya pasti hancur ngeliat perlakuan yang udah lo buat tadi."   Radafa pun menurut, ia langsung keluar kelas nya dan mencari sosok perempuan yang sudah ia sentak tadi.   "Hiks... Kenapa semua orang jahat sama Rain?...hiks"   "Salah Rain apa?"   "Dulu nenek bilang kalo Rain itu anak pembawa sial, sekarang Radafa anggap Rain itu parasit!"   "Salah Rain apa si sebenernya?" Rain masih bertanya pada dirinya sendiri sambil sesegukan. Air matanya tak kuat menahan semua beban hidupnya.   "Kenapa semua orang membenci Rain?"   Radafa tidak berhasil menemukan Rain, ia menjambak rambutnya frustasi. Kenapa dia bisa setega itu kepada Rain? Padahal Rain hanya ingin ia menerima pemberian yang Rain berikan padanya.   Rain Lo dimana si?   Sampai jam pelajaran berakhir, Rain masih enggan memasuki kelas nya. Karena ia malas melihat Radafa.   Seluruh siswa di kelas pun berhamburan keluar untuk bergegas pulang kerumahnya masing-masing. Tapi tidak dengan Radafa, ia masih duduk di tempatnya memandangi tas Rain, yang belum diambil oleh pemilik nya.   "Lo harus selesaikan masalah lo sekarang Daf. Mau bagaimanapun dia perempuan, gak seharusnya lo perlakukan dia kaya gitu."   Radafa hanya mengangguk-anggukan kepalanya saja tanpa berbicara sepatah kata pun. Lalu Varo meninggalkan Radafa sendiri didalam kelas.   ****   Keadaan Rain masih sama seperti tadi, duduk di taman belakang sekolah nya yang jarang sekali di lalui oleh anak-anak. Terlebih sekarang sudah waktunya pulang, pasti akan  semakin sepi.   Rain melihat langit, awannya sudah mulai mendung. Dan sesekali ia mendengar gledug dan melihat air yang sudah mulai berjatuhan dari atas langit membasahi puncak kepalanya.   Rain kembali tersenyum.   Hujan akan segera datang.   Rain senang. Papah nya menghiburnya dengan menurunkan air hujan untuknya.   "Makasih Ya Allah." Gumamnya dalam hati.   Tak butuh waktu lama, hujan pun turun dengan derasnya.   Rain berdiri sambil memutarkan tubuhnya menikmati guyuran air hujan yang membasahi sekujur tubuhnya.   Masalah dan beban hidup yang di derita Rain seakan-akan hanyut terbawa aliran air hujan.   Rain merasa tenang   Disaat sedih, hanya hujanlah yang bisa meredakan kesedihannya itu.   Rain pun berjalan pulang  ke rumahnya sambil menikmati hujan.   Ia tak peduli, dengan tas yang masih ada di kelasnya itu. Ia malas mengambil nya.   "Mamah, Rain pulang." Panggil Rain dengan suara parau dan tubuh yang sudah menggigil.   "Yaampun Rain, kamu main hujan-hujanan lagi?" Rani sangat khawatir melihat kondisi anaknya sekarang, karena dia tak mau jika Rain harus masuk rumah sakit lagi gara-gara kondisi nya lemah seperti ini.   Rain mengangguk cepat. Dan tersenyum.   "Rain gak papa ko, mamah gausah khawatir."   "Rain keatas dulu ya, mau ganti baju."   Tok tok tok   Rani membuka pintu kamar Rain, dengan membawa s**u panas untuk menghangatkan tubuh Rain.   "Ini buat Rain, di minum ya. Mamah gak mau liat Rain sakit."   Rain menerima s**u itu.   "Hey, mamah tau kan Rain itu kuat? Jadi gak mungkin Rain sakit. Karena yang minta turunin hujan itu kan papah. Jadi papah gak mungkin ngebiarin Rain sakit."   Rani pun langsung memeluk anaknya dengan sangat hangat. Ia tak mau kehilangan anak satu - satunya itu. Karena hanya Rain yang ia punya sekarang, hanya Rain yang bisa membuatnya tetap semangat menjalani hidup, hanya Rain sumber kebahagiaan nya. Rain segala nya untuk Rani.   Rain membalas pelukan mamah nya.   "Rain sayang mamah."   "Mamah juga sayang Rain." Balas Rani sambil mengecup puncak kepala Rain.   Mereka pun menyudahi pelukannya.   "Rain mamah ke bawah dulu ya. Jangan lupa diminum s**u nya."   "Iya mah."   Rani menutup pintu Rain kembali.   Hujan di luar sudah reda. Rain beranjak dari tempat tidur nya, untuk melihat pelangi dari balkon kamar nya.   "Pelangi nya indah pah. Rain senang lihatnya." Ucap Rain sambil memandang langit dari balkon rumah nya.   Tingnong   Bel rumah berbunyi, Rani pun bergegas membuka kan pintu rumahnya.   "Eh Radafa, silahkan masuk dulu, Tante mau panggilin Rain nya dulu" Sambut Rani kepada Radafa.   "Gausah Tan, Radafa cuma mau ngasih tas Rain aja." Ucapnya sambil memberikan tas Rain kepada Rani.   "Loh, tasnya ko ada di kamu?"  Tanyanya, menerima tas Rain.   "Tadi Rain nitip ke Dafa, yaudah Radafa pamit ya Tan." Balasnya berbohong, ia menyalimi tangan Rani dan pergi meninggalkan Rani.   TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN