Part 6

891 Kata
"Rain... Bangun dong kamu kan mau sekolah." Ucap Rani, berusaha membangun kan anaknya yang sekarang sudah mirip seperti mayat hidup. Napas iyaa bangun engga.   "Rainnnnn... Mamah potong uang jajan mau?"   Dengan sigap Rain bangkit dari tidur nyenyak nya karena mendengar ucapan Rani tadi. Yang benar saja apa-apa di sangkut pautkan dengan uang jajan! Tidak fair! Sungguh terlalu!   "Iya iya, Rain bangun nih" jawab nya malas.   Ia pun sesegera mungkin menuju kamar mandi lalu menyiapkan segala perlengkapan sekolah yang akan ia bawa. Semuanya sudah siap, namun Rain merasa aneh dan ada yang mengganjal pagi ini, tapi apa? Rain pun kembali memeriksa bawaannya dimulai dari tas, dan yang terakhir saku rok dan baju seragam nya. Rain melupakan sesuatu, ya... sesuatu yang tak pernah orang lain lupakan untuk membawanya, sesuatu yang tak bisa lepas dari kehidupan orang-orang kebanyakan.   "Mamahh..... Handphone Rain kemana????" Teriaknya sekencang mungkin agar Rani dapat mendengar nya.   Jam 06.30 namun Rain masih sibuk memeriksa setiap tempat disudut rumah nya untuk mencari hp kesayangan nya itu, bagaimana bisa Rain tidak khawatir dengan handphone nya? Secara handphone itu ia beli sendiri dengan uang jerih payah hasil keringatnya sendiri tanpa meminta kepada mamahnya.   Rain sangat jengah dan merasa kesal sendiri, karena dari tadi ia tidak bisa menemukan hp kesayangan itu. Ia pun memilih untuk meneruskan pencarian nya nanti setelah pulang sekolah.   "Mamah kalo liat hp Rain langsung simpen di kamar Rain ya." Titah Rain, yang menampakkan wajah kesal nya.   "Rain berangkat."   "Hati-hati sayang."   *******   "Eh si hujan dan pelangi udah datang."  Sapa Megan ketika Rain sudah duduk di bangkunya.   "Itu muka lo kenapa?" Tanya Megan sambil memegang pipi Rain dengan kedua tangannya dan menepuk-nepuk pipi Rain, yang membuatnya merasa terusik.   Rain menepis tangan Megan dari wajahnya. "Megan kenapa si? Sakit taukkk!"   "Rainboww lo kenapa si? Megan so curious nih."   "Handphone Rain hilang huaaaaaaa" Rengek Rain.   "Lho  kok bisa?"   "Gatau huaaaaa" Rengekan Rain semakin menjadi, bahkan sampai bisa  terdengar oleh telinga Radafa.   "Ehh cantik kok nangis si? Sini Abang peluk." Ujar Varo yang sudah bersiap mengambil ancang-ancang untuk memeluk Rain.   Pletakk   Sebuah pukulan buku dari Megan berhasil membuat Varo meringis sambil memegangi puncak kepala nya.   "Megan nyebelin banget lo."   "Lagian nyosor mulu kalo liat yang bening-bening."   "Ahhhh, lo cemburu ya?" Goda Varo.   "Amit amit gue cemburu sama spesies cowok sinting kaya lo."   "Sekarang amit amit, besok amin amin. Yee kan?"   "Lo pergi apa gue sumpel mulut lo pake sepatu." Ancam Megan sambil mengangkat sepatu yang sudah ia lepaskan.   "Sumpel pake uang lo aja dehhh, gue ikhlas lilahitaala kok."   "VAROOOOO" Pekik Megan sebal.   Sedangkan Varo malah lari ngebecir meninggal kan Megan.   "Ihh, Megan mah bukannya ngebantu cari hp Rain malah berantem sama Varo." Ketusnya.   Baru saja Megan ingin menjawab, Bu guru sudah masuk kelasnya.   "Selamat pagi anak-anak"   "Pagi buuuuuuuuuuu"   "Udah gausah panjang-panjang."   Anak-anak hanya cengengesan.   "Bagi yang merasa namanya di panggil harap ikuti ibu."   "Mau kemana Bu? Ke pelaminan ya? Kalo gitu saya aja yang maju pertama." Sahut Varo.   "Huuuuuuuu" sorak murid-murid   Bu guru hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah murid gila nya itu.   "Radafa Alfaried Rayhan dan Rain Bowie harap ikuti ibu" Bu guru pun bangkit dari tempat duduk nya untuk keluar kelas. Diikuti dengan Radafa dan Rain. Mereka berhenti di salah satu ruangan yang bertuliskan Perpustakaan, kemudian mereka pun ikut masuk mengikuti guru nya itu.   "Radafa, Rain, ibu akan ikut sertakan kalian untuk mengikuti lomba fisika dalam rangka festival fisika yang akan diadakan 2 bulan lagi. Apa kalian sanggup?"   Rain melongo   Rain gasalah denger?   Rain ikutan lomba fisika? Sama Radafa?   "Rain mau buk." Kata Rain sambil mengangguk antusias.   Berbeda dengan Radafa, ia malah diam saja tak menjawab.   "Bagaimana dengan kamu?" Tatapan guru itu beralih ke Radafa.   "Saya sanggup." Balas Radafa dingin.   "Oke, mulai minggu ke 2 di bulan ini setiap pulang sekolah kalian akan ada pelajaran tambahan. Tentunya pelajaran yang berkaitan dengan perlombaan tersebut."   Rain dan Radafa mengangguk.setelah selesai, mereka pun keluar perpustakaan berbarengan.   Saat sedang berjalan, tak ada percakapan yang terjadi diantara mereka berdua.   "Nih handphone lo." Kata Radafa dingin, seraya memberikan benda pipih itu kepada Rain.   "Hah?!"   "Ini kan handphone punya Rain. Akhirnya kamu kembali." Ucap Rain pada handphone nya sembari mengelusinya.   "Ko ada di Radafa si?" Tanya Rain.   "Ketinggalan di mobil gue." Jawab Radafa cuek.    "Yaudah deh, makas-"  belum sempat Rain meneruskan ucapannya, Radafa sudah meninggalkannya duluan.   Rain sedikit kesal, namun keberadaan handphone nya membuat rasa kesalnya sedikit berkurang.   "Gapapa deh Radafa kayak gitu, yang penting handphone Rain bisa kembali."   Rain yang merasa senang, tiba-tiba teringat bahwa kemarin ia sedang marahan dengan Radafa. Dan karena Rain yang marah kepada Radafa, dia jadi harus mengantarkan tas milik Rain. Karena Rain meninggalkan nya dikelas.   Rain jadi merasa tak enak hati. Rain putuskan untuk mengakhiri kemarahannya pada Radafa.   Setelah sampai dikelas, ia mengedarkan pandangannya hingga jatuh kepada seseorang yang sedang membaca buku yang terlihat sangat tebal.   Rain pun berjalan menuju orang tersebut. "Hai Radafa!" Sapa Rain ceria.   Radafa melirik Rain dengan wajahnya datar.   "Radafa, makasih ya udah nemuin hape Rain yang hilang. Makasih juga udah anterin tas Rain. Maafin Rain karena waktu kemarin ngilang gajelas, sampe Radafa harus repot-repot nganterin tas Rain kerumah." Ucap Rain, yang dibalas anggukan kecil dari Radafa.   "Rain udah gamarah lagi ko sama Radafa, jadi Radafa ga perlu ngerasa bersalah karena udah nolak bekal yang dikasih Rain buat Radafa. Tapi kalo Radafa pengen Rain buatin bekal buat Radafa, tinggal bilang aja ya sama Rain. Pasti Rain buatin, khusus buat Radafa." Tambah Rain panjang lebar. Padahal pandangan Radafa masih tetap fokus pada buku tebalnya.   "Yaudah Rain mau ketempat duduknya Rain dulu. Rain mau nostalgia sama hape Rain." Ucapnya, lalu pergi ketempat duduknya.   Tanpa Rain sadari, sudut bibir Radafa terangkat sedikit. Menandakan dia tersenyum. Tapi sayangnya itu tidak terlihat, karena memang senyuman itu sangatlah tipis.   "Gue pikir lo bakalan marah besar sama gue, Rain. Tapi ternyata engga."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN