Rain Bowie

Part 8

Entah apa yang merasuki pikiran Radafa kemarin malam, dengan mudahnya Radafa mengiyakan permintaan Rain untuk mengantarnya pulang lagi. Padahal sewaktu pulang sekolah kemarin ia hanya merasa kasihan karena Rain masih berdiri di depan gerbang sekolah, tidak ada niat lebih.

“Bodoh banget gue.” Rutuk Radafa pada dirinya sendiri.

Sampai di kelas Radafa sudah disuguhi pemandangan yang membuatnya pening. Yap, apalagi kalau bukan kegaduhan. Banyak orang  beripikir bahwa kelas IPA 1 adalah kumpulan dari murid cerdas dan selalu serius, di sini Radafa tidak bisa membuktikan itu semua, kenyataannya murid di kelasnya jauh dari kata itu. Menurut Radafa, dia seperti berada di kelas XI IPS 3 yang dikenal seantero sekolah sebagai kelas keributan.

“Selamat pagi Radafa.” Ucap Rain saat Radafa melewati tempat duduknya. Namun, Radafa masih tetap acuh terhadap Rain.

“Radafa, ini bekal buatan Rain tolong dimakan ya. Hari ini dan seterusnya Rain ga nerima penolakan dalam bentuk apapun dari Radafa.” Tegas Rain seraya memberikan kotak bekal  pada Radafa.

Prok prok prok

Suara tepuk tangan membuat Radafa dan Rain menoleh ke arah tersebut. “Cieee.... udah jadian nih ceritanya?” Tanya Varo dengan nada menggoda.

Rain menggaruk tengkuknya yang tak gatal, bingung. “Jadian itu apa?”  Tanya Rain dengan polos.

Pertanyaan Rain sontak saja membuat Varo tertawa. “Hahahahahaha... Rain lo beneran gatau?” Varo mengintrogasi. Sementara Rain menggeleng pelan sambil menatap Varo bingung.

“Varo kenapa ketawa? Emang Rain lagi ngelawak ya?”

Varo mengusap air matanya karena ketawanya tadi terlalu berlebihan. “Gini ya Rain gue kasih tau. Jadian itu...” Baru saja Varo akan menjelaskannya Radafa tiba tiba menarik tangan Varo secara kasar. “Var, anterin gue ke luar.” Kata Radafa, mau tak mau Varo menurutinya.

“Lho, Varo belum selesai ngejelasinnya. Radafa emang nyebelin.” Ucap Rain kesal.

“Daf Daf, apaansi lo gajelas banget.” Ujar Varo saat mereka sudah berada di luar kelas.

“Lo yang gajelas, gak usah aneh aneh ngajarin Rain yang ngga ngga.” Balas Radafa dingin.

Varo tersenyum miring. “Lo suka sama Rain ya?”

“Ngga.” Radafa pun berlalu meninggalkan Varo.

Varo menyusul Radafa, kini mereka berjalan beriringan. “Tenang deh bos, gue gabakalan ngomong yang aneh aneh sama calon pacar lo.”

Jam pelajaran pertama di mulai, semua murid mengikutinya dengan khusuyk karena mereka tahu ini adalah pelajaran Bahasa Indonesia, haram hukumnya jika ada satu murid yang tertidur atau tidak memperhatikan Pak Mansyur, satu kelas akan mendapatkan hukumannya.

“Nah, jadi itu penjelasan mengenai teks eksplanasi. Sekarang tugas kalian mencari contoh teks eksplanasi dari sumber manapun setelah itu tentukan mana pernyataan umum, sebab akibat dan interpretasinya. Jika ada yang sudah selesai, kumpulkan secepatnya di meja. Kerapihan dan kecepatan kalian menjadi nilai tambahan.” Jelas Pak Mansyur. “Kalian mengerti?”

“Mengerti Pak.” Jawab murid.

Tok tok tok

“Perimisi Pak, maaf menganggu saya mau memanggil Radafa Alfaried Rayhan dan Rain Bowie.” Ucap bu Menik, selaku guru Fisika.

“Silakan Bu.” Sahut Pak Mansyur ramah.

Radafa dan Rain pun keluar kelas dan mengikuti arahan Bu Menik. Sesampainya di ruangan berukuran 9m x 8m yang selalu digunakan untuk kelas tambahan bagi yang mengikuti lomba akademik ini Radafa dan Rain melihat sudah ada 2 siswi dan 1 siswa yang duduk di sana.

“Rain duduk sama Radafa ya.” Kata Rain dengan suara kecil. Radafa dan Rain pun duduk bersama di kursi kedua.

“Nah anak anak, maksud ibu memanggil kalian ke sini adalah karena ibu akan memberikan pengarahan untuk persiapan kalian mengikuti lomba fisika nanti. Kalian juga mulai hari ini sampai H-1 pelaksanaan  lomba fisika setiap pulang sekolah akan ada kelas tambahan untuk berlatih soal soal yang berkaitan dengan pelombaan. Durasi  kalian berlatih 2 jam dan kalian akan selalu dibimbing dan dilatih oleh guru yang memang cakap di bidangnya.” Terang bu Menik.

“Baiklah kalau begitu Ibu harap kalian bisa belajar bersama dengan baik, jika ada yang tidak paham tolong jangan sungkan untuk bertanya pada guru kalian ataupun teman kalian. Baiklah, sekarang kalian boleh untuk meninggalkan ruangan ini.” Tambahnya.

Setelah hampir 20 menit bu Menik menjelaskan semuanya, siswa siswi pun dipersilakan untuk kembali ke kelas masing masing. Saat Radafa dan Rain akan keluar tiba tiba perempuan berambut curly menghampiri mereka. Rain menyipitkan matanya untuk memastikan apakah betul dia siswi yang tadi mengatainya ‘t***l’.

”Ka Radafa, ini buat kaka.” Salsa memberikan satu botol minuman dengan malu malu dan Radafa menerimanya. “Makasih ya.” Ucap Radafa. Salsa mengangguk seraya tersenyum girang membalasnya. “Iya ka, sama sama.”

Rain yang melihat itu semua mengerucutkan bibirnya kesal, bagaimana mungkin semudah itu Radafa menerima pemberian Salsa, sedangkan Rain  seringkali diabaikan dan harus berusaha keras agar Radafa mau menerima pemberian darinya.

“Radafa ga adil, Radafa pilih kasih, Radafa nyebelin.” Rutuk Rain ketika mereka sedang berjalan bersama.

Radafa hanya melihat sekilas ke arah Rain yang sedang komat kamit. Meskipun dengan suara kecil, Radafa masih dapat mendengar rutukan Rain dan dia juga tahu bahwa Rain sedang kesal terhadap dirinya, namun tanpa Rain sadari Radafa  tersenyum tipis melihat tingkah Rain sekarang.

"Nih buat lo.” Ucap Radafa seraya menempelkan botol minuman di pipi Rain.

Rain menoleh dan mengibaskan tangan Radafa. “Dingin Radafaaaa...”

“Mau?” Tanya Radafa sekali lagi.

Rain kembali melihat ke botol minuman yang dipegang Radafa. “Mmmm... Rain mau.” Balas Rain sambil mengambil alih minuman itu.

Jam istirahat tiba, dimana menurut kebanyakan siswa adalah jam surga dunia yang hanya datang sebentar. Di dalam maupun luar kelas selalu terdengar suara gaduh pada jam istirahat ini.

“Rain, lo bawa bekal ya?” Tanya Megan.

“Iya, Megan mau?” Tawar Rain.

“Engga, gue mau beli mie ayam dulu kalo gitu ya.”

“Iya Megan, hati hati ya.” Balas Rain seraya tersenyum.

Rain melanjutkan menyantap bekalnya , satu sandwich sudah ia habiskan, perutnya pun sudah dirasa kenyang, saat  Rain akan minum dari arah belakang Radafa merebut botol yang Rain pegang dan meminumnya tanpa dosa.

Glekk glekkk

Rain melihat jakun Radafa nyang naik turun saat meminum minumannya itu dengan kesal. “Radafa, itu kan botol minum Rain.”

“Gue haus.”Ujar Radafa.

“Tapi itukan Rain bawa dari rumah langsung, yang dari Radafa belum Rain minum.”  Kesal Rain.

“Iya. Maaf.” Kata Radafa kemudian berlalu pergi.

“Radafa nyebelin titik.” Teriak Rain kesal.

Tiba saat pulang sekolah, Radafa dan Rain kini sedang berjalan menuju ruangan yang ditunjukkan oleh bu Menik pagi tadi.

“Lho Rain, gue cariin dari tadi ternyata ada di sini.” Ujar Alya saat berpapasan dengan Rain.

Rain terkekeh. “Alya pulang duluan ya, mulai hari ini setiap pulang sekolah Rain ada kelas tambahan buat persiapan lomba.”

“Wahh... Rain, lo baru masuk udah mau ikutan lomba aja. Semangat deh kalo gitu, yaudah gue duluan ya.”

“Iya Alya, makasih. Hati hati di jalan.” Balas Rain, tak lupa juga ia tampilkan senyum manisnya untuk Alya.

Saat Alya sudah pergi, Rain menoleh ke samping dan sudah mendapati Radafa yang tak ada. “Huh, Radafa ninggalin Rain. Nyebelin banget si.”

Sampai di ruangan yang dituju, kini Rain melihat pemandangan yang tak mengenakkan. Melihat Radafa duduk bersama perempuan lain membuatnya sedikit kesal, apalagi perempuan itu adalah orang yang mengatai dirinya buruk pagi tadi.

Rain pun memilih duduk di kursi pertama dekat pintu masuk.  10 menit setelahnya guru pun masuk dan mulai menjelaskan berbagai macam soal. Kini, ke lima murid itu sedang fokus mengerjakan soal yang diberi.

“Jangan sungkan ya kalau mau bertanya ataupun berdiskusi.” Ujar Pak Wisnu yang dibalas anggukan oleh murid.

“Ka Radafa, aku mau nanya yang soal nomor 5 ini harus dikaya gimanain ya?” Tanya Salsa dengan suara yang agak keras sehingga terdengar di telinga Rain

Radafa mulai menjelaskannya, Salsa hanya mengangguk anggukan kepala saja tanda paham. Setelah selesai, tiba lagi satu siswi yang seangkatan dengan Radafa menghampiri tempat duduknya untuk bertanya, Radafa pun kembali menjelaskan.

“Makasih ya Daf.” Kata siswi kela XI IPA 2 bernama Agnes.

“Ka Radafa, kalo nomor 15 gimana ya?” Salsa kembali bertanya. Radafa dengan sabar menjelaskannya lagi.

Rain yang mendengar itu semua merasa jengah. “Apa apaan si adik kelas itu nanya terus, berisik tau ga.” Cicit Rain.

2 jam sudah berlalu, langit sudah mulai gelap. Pelajaran hari ini selesai. Semua murid pun dipersilakan untuk pulang.

“Ka Radafa, makasih banyak ya udah mau bantuin aku.” Ucap Salsa.

“Oiya, Kaka pulang sama siapa?” Tanya Salsa, ia sengaja memberi kode agar Radafa mengajaknya untuk pulang bersama.

Radafa menunjuk ke arah Rain dengan dagunya. “Dia.”

Salsa memutar bola matanya malas. “Oh...”

“Radafa ayok.” Ajak Rain.

“Lho, ka Radafa itu kan minuman yang aku kasih buat kaka, ko ada di tangan dia si?” Ujar Salsa dengan nada kesal.

“Radafa udah kasih ini buat Rain tadi pagi.” Jelas Rain. Namun Salsa masih menunjukkan wajah kesalnya pada Rain.

“Oiya, nama kamu Salsa ya? Aku Rain.” Ucap Rain sembari mengulurkan tangannya, Salsa yang sudah sangat kesal dengan Rain menghentakkan kakinya dan memilih pergi lebih dulu meninggalkan Rain dan Radafa.

“Lho, dia ko pergi si.”

“Rain, masih mau berdiri di sini?” Ucap Radafa membuat Rain terkekeh.

“Eh iya, maaf Daf, Rain jadi lupa. Yauda ayo.”

****

“Hoamzzz...” Rain menguap berkali kali, sudah jam 10 malam dia masih berada di meja belajarnya.

“Rain cek handphone bentar deh.” Pikirnya. Rain pun mengambil handphone yang berada di nakas meja belajarnya.

Rain menyipitkan matanya ketika mendapat notif w******p dari nomor yang tidak dikenal. “Ini siapa?”

6283********

Hai Ka Rain (21.00)

Anda

Halo. Ini siapa? (22.15)

6283********

Ini Bagas Ka

Anda

Bagas siapa ya?

6283********

Ah iya aku lupa, ini Bagas kelas X IPA 1 yang satu kelompok belajar lomba fisika sama kaka 

Anda

Oh... Maaf Rain gatau

Oiya, Bagas ada perlu apa ya?

6283********

Iya gapapa Ka, tadi ka Rain kayanya terlalu fokus juga sampe gak merhatiin sekitar

Kemarin ada yang mau aku tanyain si ka, besok bisa ajarin?

Anda

Iya, boleh ko

6283********

Oke Ka. (22.25)

****

 “Mah... Ayo berangkat sekarang. Rain udah siap nih.” Teriak Rain sembari merapihkan poninya.

Rani memegang pundak Rain dari belakang. “Rain, jangan teriak teraik ah.”

“Hehe iya mah, Rain lupa.”

“Oiya, bekal udah dibawa?” Tanya Rani meningatkan.

“Udah mah, bekal buat Rain satu sama Radafa satu.” Jawab Rain polos.

Rani tersenyum menggoda. “Wah, Rain nyiapin juga nih buat Radafa?”

“Mmm... Iya mah, gapapa kan? Soalnya Radafa gasuka sarapan.”

“Gapapa ko, mamah malah senang dengarnya. Yauda yuk, nanti kamu telat .”

“Oke mah, ayo!”

Rain sudah sampai di sekolah agak cepat  kerena jalanan ibu kota pagi ini tak seramai kemarin. “Mah, Rain masuk dulu ya. Assalamualaikum.” Ucap Rain seraya mengecup pipi Rani.

“Ka Rain.” Panggil seseorang dari belakang. Otomatis Rain pun menoleh ke arah belakang. “Iya?” Balas Rain.

“Hai ka, aku Bagas.” Ujar Bagas memperkenalkan diri.

Rain tersenyum. “Oh, hai. Bagas X IPA 1?” Tebak Rain.

“Yap, benar ka.”

“Oiya, soal yang aku tanyain tadi malam itu bisa ka Rain jelasin kapan ya?” Tanya Bagas seraya menggaruk lehernya, tak enak.

“Istirahat pertama nanti Bagas ke kelas Rain aja ya. Rain bakal jelasin ko.”

“Mmm... kenapa ga di perpustakaan aja ka? Mungkin biar ga berisik aja gitu.” Pikir Bagas.

Rain masih menimang untuk menyetujui permintaan Bagas. “Mmm... yauda deh, nanti kita ketemu di  perpustakaan sekolah ya.”  Balas Rain setuju.

“Yauda, sekarang kita ke kelas. Udah jam 06.50” Titah Rain, mereka pun berjalan bersama menuju kelas.

“Minggir.” Ucap seseorang dari belakang Rain. Rain menoleh untuk mengetahui orang itu.

“Lho, Radafa?.” Kata Rain terkejut.

“Minggir.” Ucap Radafa dingin. Rain sudah mengubah posisinya untuk mempersilakan Radafa berjalan.

“Bagas, Rain duluan ya. Dah.” Ucap Rain pada Bagas seraya melmbaikan tangannya, Ia pun berlari mengejar Radafa yang jaraknya sudah agak jauh darinya.

“Radafa, huft... huft...” Napas Rain turun.

“Radafa cepat banget si jalannya.” Ketus Rain.

“Lo yang lambat.”

Rain hanya cengengesan menjawabnya. “Iya juga si, hehehe. Yauda kita ke kelas yuk.”

“Pagi Rain....” Sapa Megan dari ambang pintu masuk kelas.

“Hai Megan, pagi juga.”

“Gimana kemarin? Lancar?” Tanya Megan penasaran.

“Alhamdulilah lancar.”

Megan tersenyum. “Ahhh... Rain emang debestt deh. Sukses ya buat nanti lomba.”

Rain menunjukkan jari jempolnya. “Okey Megan, makasih banyak ya.”

Jam pelajaran pertama sampai jam ke tiga sudah berakhir dengan sangat melelahkan. Para siswa pun dengan segera berhamburan keluar kelas untuk membeli makan di kantin ataupun untuk sekedar menghirup udara segar di luar.

“Rain, ngantin yuk.” Ajak  Megan, namun Rain menolak halus dengan gelengan kepalnya.

“Oh... yauda deh kalo gitu, gue ke kantin dulu ya laper nih. Hehehe.”

“Iya Megan gih.” Balas Rain mempersilakan.

Rain menoleh ke arah belakang, benar saja Radafa sedang membaca buku. Rain pun mengambil satu kotak bekalnya dan menghampiri Radafa. “Buat Radafa. Inget ya Rain ga nerima penolakan titik.”

Seperkian detik Radafa hanya melihat kotak bekal yang sudah ada di mejanya. Tak lama kemudian ia pun mengambilnya tanpa mengucapkan satu patah kata.

Rain yang sudah mulai terbiasa dengan sikap Radafa yang dingin terhadapnya hanya menghembuskan napas seraya tersenyum tipis. “Selamat makan ya.” Ucap Rain kemudian pergi meninggalkan Radafa.

“Lho, dia mau kemana?” Cicit Radafa pelan saat melihat Rain keluar kelas. Karena penasaran Radafa pun mengikuti  Rain dari belakang. Tak biasanya juga saat jam istirahat Rain keluar kelas.

kaanRadafa berhenti di perpustaa sekolah dan mendapati Rain yang sedang duduk menemui seorang lelaki. Jika diperhatikan dari jauh, Radafa melihat Rain sedang komat kamit sembari melihat buku dan menulis sesuatu di sana. “Oh, belajar.”

Mengetahui Rain bertemu dengan lelaki lain mebuat perasaan Radafa sedikit tidak enak. Apa karena sudah terbiasa bersama dengan Rain dan setiap hari selalu diganggu oleh Rain yang membuatnya tidak rela jika Rain bersama dengan lelaki Rain?

“Argh... Bodoh banget si gue.” Ucap Radafa seraya mengacak rambutnya, frustasi.

Daripada ia terus menerus berdiri di perpustkaan sambil melihat pemandangan yang tak mengenakkan, Radafa memustuskan untuk kembali ke kelasnya saja.

“Nah, jadi gitu. Bagas udah paham sekarang.” Tanya Rain.

Bagas mengangguk mantap. “Paham banget ka, makasih banyak ya.”

“Iya, sama sama. Jangan sungkan ya kalo mau minta tolong sama Rain.”

Bagas terdiam sejenak sambil menatap mata Rain dengan intens. “Bagas (Rain melambai lambaikan tangannya di depan wajah Bagas) Hey bagas.”

Bagas mengerjap sadar. “Eh sorry ka, aku gagal fokus. Kaka cantik ya.” Puji Bagas disertai dengan senyum yang menampilkan deretan gigi putihnya.

Tentu saja Rain yang mendengarnya tesipu malu, semburat merah di pipinya dengan cepat muncul dan sangat jelas terlihat.

“Ka Rain, sorry mukanya kenapa merah?” Tanya Bagas panik.

“Eh, emang merah ya? Apa gara gara muka Rain lagi ngerasain panas juga ya?” Kata Rain sambil memegang pipi kanan dan kirinya.

Bagas pun terkekeh mendengar ucapan gadis di hadapannya ini. “Ka Rain, lucu banget si.” Ucap Bagas gemas.

“Bagas.... udah ah mujinya. Muka Rain jadi tambah panas tau.” Rengek Rain yang membuat Bagas kembali tertawa.

“Iya iya Ka Rain, maafin aku ya.”

“Yaudah, berhubung udah selesai mending sekarang kita kembali ke kelas.” Titah Rain.

“Oke ka, semangat ya belajarnya.”

“Bagas juga.”

****

“Radafa, Rain duduknya sama Radafa ya nanti.” Pinta Rain. Kini ia sedang berjalan bersama Radafa untuk menuju ruangan latihan akademik siswa atau yang sering guru sebut ruang RULAS.

Radafa tak menjawab permintaan Rain, matanya  masih tetap fokus ke depan. Membuat perasaan Rain jengkel saja Radafa ini.

“Eh ka Radafa.” Sapa Salsa yang sudah ada di kelas duluan.

“Ka Radafa, duduk sama aku ya hari ini.” Pinta Salsa.

“Radafa duduk sama Rain sekarang , mmm... Salsa kan kemarin udah. Kita gantian ya.” Sanggah Rain.

“Aku gamau, Ka Radafa . Aku maunya duduk sama kaka” Balas Salsa tak terima.

Rain diam sejenak, menatap Radafa yang terlihat bodoamat duduk di kursi  sambil membaca buku.

“Tapi, Rain tadi udah bilang duluan sama Radafa.”

“Oh, yauda kalo gitu Aku gabakalan ikut kelas ini.” Ucap Salsa kesal.

Rain tersenyum walau sedikit sakit. “Yauda kalo gitu, Salsa duduk sama Radafa gapapa ko. Tapi jangan sekali kali ada pikiran buat bolos kelas ya.” Balas Rain lembut. Salsa, perempuan itu kini sedang tersenyum senang seakan akan kali ini dia adalah pemenangnya.

Latihan soal pun di mulai, setiap siswa diberi satu lembar kertas yang berisi 20 soal essay oleh guru.

“Hai ka.” Sapa Bagas dengan tiba tiba yang sudah duduk di kursi sebelah Rian.

“Bagas.”

“Iyaaa... Ini Bagas. Ayo kerjain bareng.”

Rain hanya tersenyum kemudian melanjutkan pekerjaan soalnya satu demi satu.

“Ka, sorry ganggu. Nomor 7 ini  gimana caranya  ya?”

Rain menoleh, dan mulai melihat soalnya. “Oh.. jadi gini. Pada soal ini kita bisa menggunakan Hukum Kekekalan Momentum Sudut. Tapi, kita perlu teliti dengan acuannya juga, kita harus pilih acuan sedemikian hingga dari pengamat yang ada di acuannya tidak ada torsi eksternal yang bekerja pada sistem sehingga syarat momentum sudut kekal akan terpenuhi. Dalam hal ini, acuan yang kita pilih adalah luar angkasa, karena dari sini tidak ada torsi eksternal  atau tidak ada gaya eksternalnya. Sistem kita di sini adalah platform A sehingga Momentum sudut total sistem adalah momentum platform A terhadap luar angkasa, ini penting ya Gas untuk diingat,  kenapa coba? Karena kita perlu menjumlahkan semua momentum dari setiap acuan, momentum sudut platform A terhadap kerangka bumi dan terhadap luar angkasa.” Jelas Rain sambil mencatat contoh pengerjaanya.

“Oh... gitu ka, makasih banyak ya. Aku mau coba pake rumus yang kaka contohin tadi.”

Tanpa Rain sadari, sedari tadi Radafa sedang memperhatikannya. Jujur ia semakin sakit jika terus melihat pemandangan seperti ini terulang kembali.

“Fokus Daf.” Batinnya.

2 Jam sudah berlalu, kini kelas sudah berakhir.

Rain menggeliatkan badannya karena pegal. “Akhirnya pulang juga.” Ia pun sudah membereskan buku sekolah yang sudah Rain gunakan tadi.

“Radafa, ayo kita pulang.” Ajak Rain semangat.

“Ka Radafa pulang sama Salsa.” Sembur Salsa.

Rain menatap mata Radafa dengan kecewa. “Tapi Radafa kemarin udah bilang mau anterin Rain pulang kan?” Tanya Rain lesu.

“Maaf.” Balas Radafa dingin.

“Salsa.” Panggil Radafa. Salsa segera menoleh dengan senyuman. “Iya Ka Radafa, ayo.” Ajak Salsa sembari memegang tangan Radafa. Lagi lagi Salsa menatap Rain dengan tatapan penuh kemenangan. Untuk yang kedua kalinya ia bisa menang dari Rain.

Rain yang melihat itu hanya mematung kaku. Ia kira Radafa sudah bisa menerimanya, tapi ternyata tidak.

“Gapapa, Rain bisa pesan ojol.” Rain melanjutkan jalannya menuju gerbang sekolah.

“Ka Rain, ko belum pulang?” Tanya Bagas pada saat Rain sedang berjalan melewati parkiran sekolah.

“Eh Bagas, ini Rain lagi mau pesan ojol.” Sahut Rain.

“Mmm... Gimana kalo aku aja yang antar? Ka Rain gak usah pesan ojol.” Tawar Bagas.

“Makasih banyak Bagas, Rain pesan ojol aja.”

Bagas mendekat ke arah Rain. “Mau ya, anggap aja ini tanda makasih dari aku karena Ka Rain udah mau ngajarin.” Bujuk Bagas.

Rain berpikir sejenak dan... mengiyakannyanya.

“Yes. Yauda yuk naik.” Ajak Bagas.