Part 12

1562 Kata
“Eh dia yang namanya Rain itu kan?”      “Dia yang jalan sama ka Radafa kan?”     “Cantiklah ya... Gue ngeship dia deh sama ka Radafa.”     “Cupu banget gayanya.”     “Eh.. tampang dia lebih ke nerd ga si?”     “Dia kan yang pernah gangguin pdkt an nya Salsa sama ka Radafa.”     Bagaikan artis yang terkena kontroversi, ketika Rain berjalan melewati koridor sekolah banyak siswi yang berbisik bisik dan menatapnya dengan sinis. Rain mengerti bahwa dia sedang  berada di posisi yang Megan ceritakan kemarin. Menjadi trending topik di Smansa karena digosipkan berpacaran dengan Radafa itu bukanlah yang Rain mau. Rain bingung, mengapa hal kecil seperti ini bisa mereka permasalahkan? Mereka semua hanya tidak tahu kebenaran yang ada, bahwa Rain dengan Radafa itu sesungguhnya berteman baik, bukan yang lainnya. Mereka gampang sekali termakan oleh foto dan caption yang sengaja dilebih lebihkan. Sudah jelas itu melanggar Undang – Undang ITE karena telah mengambil fotonya diam diam dan menyebarluaskan foto  tersebut. Selain itu, kejadian tersebut juga bisa melanggar Undang – Undang tentang perbuatan tidak menyenangkan. Rain bisa saja melapor pada pihak yang berwajib atas kejadian ini. Tapi, Rain masih bisa sabar menerimanya dan memilih untuk diam saja. Rain hanya akan mebuang buang waktunya yang berharga  jika harus menanggapi berbagai tuduhan miring tentang dirinya.     ”Pagi Rain.” Sapa Alya yang tiba tiba muncul dari jendela kelas XI IPA 2, kelasnya.     “Alya, ngangetin Rain aja nih ah.”     “Sorry deh, oiya lo bawa sandwich ga?” Tanya Alya. Rain mendekati jendela itu seraya membalas. “Iya, Rain bawa. Kenapa emangnya?     “Mmm.. Gue mau minta satu dong, laper nih.”     “Oh... Alya laper, bentar ya Rain ambil dulu.” Rain mengambil satu buah sandwich yang ada di kotak bekalnya dan memberikan itu pada Alya. “Nih.”     “Ahh.... Rain, lo emang baik banget. Yauda gue makan ya.”     “Iya Alya makan aja dulu gih. Rain juga mau ke kelas nih. Dah Alya.”     “Dah Rain.”     Sudah sampai di kelas dan duduk di tempatya, kini Rain dikagetkan oleh sebuah kertas putih yang ia temukan di kolong mejanya. Pasalnya setelah Rain buka kertas itu isinya bertuliskan ‘GAUSA NGERASA KECAKEPAN YA LO!’     Tanpa menghiraukan isi kertas itu, langsung saja Rain robek dan ia buang ke tempat sampah. Baru pertama kalinya ia mengalami hal seperti ini, terjadi di sekolah lagi. Sewaktu di sekolahnya dulu tepatnya di Bantul, Yogyakarta, ia tak pernah mengalami hal semacam ini. Teman teman di sekolahnya dulu sangat baik dan ramah padanya, kalaupun ada masalah selalu dirundingkan atau dimusyawarahkan terlebih dahulu tanpa adanya perdebatan dan saling mengejek satu sama lain. Dari dua sekolah ini, Rain mengambil banyak pelajaran dan pengalaman yang memang bukan hanya kesenangan saja yang ia dapat , tapi juga belajar bersabar untuk menghadapi lingkukan yang  bertolak belakang dengan lingkungnnya dulu.     “Rain, lo abis darimana?” Tanya Megan.     “Dari luar, abis buang sampah.”     Rain melihat jamnya yang sudah menunjukkan pukul 07.10 . “Bu Emay belum datang juga ya?” Tanya Rain.     “Assalamualaikum anak anak.” Sapa seorang guru  berkacatamata tebal.     “Nah itu dia, panjang umur banget baru diomongin udah datang.” Ujar Megan terkekeh pelan.     “Waalaikumsalam Buuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu.”  Jawab murid serentak.     “Sudah sudah, tidak usah terlalu panjang menjawabnya.” Pinta Bu Emay.     “Anak anak ibu yang tampan dan cantik, hari ini kita akan menganalisis Sistem Hukum dan Peradilan di Indonesia berdasarkan Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sebelum dimulai Ibu akan bertanya, menurut kalian apa makna dari kata Hukum itu? Ada yang bisa menjawab?”     Seketika hening, siswa dan siswi diam tak menimbulkan suara apapun. Namun, ada satu siswi yang berani mengacungkan tangannya untuk menjawab pertanyan Bu Emay itu. Siapa lagi kalau bukan Rain.     “Ya, kamu.” Tunjuk Bu Emay.     “Coba berdiri di tempat dudukmu lalu jelaskan.” Perintah Bu Emay yang dibalas anggukkan oleh Rain. Rain pun bangkit dan berdiri tegak  dari tempat duduknya.     “Hukum itu merupakan aturan, tata tertib dan kaidah hidup yang mengatur mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan bermasyarakat, dibuat dan ditetapkan oleh badan – badan resmi yang berwajib, peraturannya bersifat memaksa, dan apabila ada yang melanggarnya akan mendapatkan sanksi tegas.” Jelas Rain, membuat mata seisi kelas fokus  menatapnya.     “Ya, betul sekali. Nama kamu siapa?”     “Nama saya Rain.” Balas Rain sopan.     “Rain, kamu boleh duduk.” Ujar Bu Emay mempersilakan. Rain pun duduk kembali.     “Wah... Rain, lo belajar itu kapan?” Tanya Megan pelan, khawatir Bu Emay mendengarnya.     “Rain ga belajar itu, cuma pernah baca di koran aja.” Balas Rain.     Megan membelalakan matanya, andai saja otak Rain itu bisa dibagi bagi, sudah pasti Megan akan memintanya lebih dulu.     Sudah panjang lebar Bu Emay menjelalaskan mengenai Hukum, sampai bel berbunyi baru ia mengakhiri perjumpaannya. “Baik anak anak, minggu depan kita akan mengadakan kuis ya. Ibu harap pada kalian untuk tidak dihapalkan kata perkata, tapi di pa.ha.mi.” Terang Bu Emay sembari menekan kata terkahir.     “Baik Bu.”     “Ahh...  Rain laper. Megan cepat banget ke kantinnya , padahal Rain mau nitip s**u kotak.” Gumam Rain.     Saat Rain sedang mengambil bekalnya ada Radafa yang sudah melewati tempat duduknya, dengan cepat Rain pun mengejar Radafa. “Radafa, Radafa mau kemana?” Tanya Rain pada Radafa di depan kelas.     “Keluar.”   “Makan dulu ya sama Rain. Rain udah bawain Radafa bekal juga.” Ajak Rain tulus.     “Gue mau keluar.”     Rain menghembuskan napas beratnya. “Huft... keluar itu banyak. Bisa lebih spesifik ga si? Mau Rain contohin? Nih ya, Radafa bisa jawab gini, ke kantin, ke perpustakaan, ke taman.. atau ke...”     Radafa memotong ucapan Rain. “Gue mau keluar. Lo gausah kepo.”     “Radafa kebiasaan banget. Dasar nyebelin.” Gerutu Rain kesal. Radafa sudah keluar kelas dan meninggalkannya. Rain pun kini kembali ke tempat duduknya untuk memakan sandwich yang sudah ia keluarkan.     “Huaaa... enak banget chicken apple sandwich buatan Rain ini.” Pujinya dengan sangat percaya diri.     Ketika akan memakan sandwich kedua, terlihat Radafa yang masuk ke dalam kelas dan tiba melawati tempat duduk Rain, Radafa menaruh satu kotak s**u coklat tepat di atas meja Rain.     Rain mengerjapkan matanya dan membalikkan tubuhnya ke belakang. “Radafa, ini buat Rain?” Tanya Rain sedikit berteriak. Radafa hanya mengangguk , kemudian ia pun langsung memasangkan earphone ke telinganya.     “Makasih banyak Radafa.”     Rain sangat menerima s**u kotak itu dengan senyuman yang terus mengembang di wajahnya. Timbul di benak Rain sebuah pertanyaan darimana Radafa tahu bahwa dirinya menginginkan s**u coklat ini? Selain dingin, datar dan menyebalkan, ternyata Radafa juga diam diam memiliki ilmu telepati. Pikirnya begitu.     Kembali ke rutinitas biasa, setelah pulang sekolah Rain dan Radafa harus ke ruangan RULAS untuk berlatih soal soal. Rain dan Radafa berjalan bersama, dari arah belakang terdengar teriakan seorang perempuan yang membat Rain menoleh.     “Ka Radafa... ka Radafa.... tunggu Salsa.” Yap, suara itu berasal dari suara Salsa. Dia lari tergopoh gopoh untuk mengejar Radafa.       “Salsa, kamu ga perlu lari larian kaya gitu, yang ada pas sampai di kelas kamu capek.”Ujar Rain memberi nasihat dengan nada lembut.     Seolah dianggap anging lalu, Salsa menghiraukan ucapan Rain. “Ka Radafa, pulang latihan ini ada acara ngga?”     “Ngga ada.”     Salsa tersenyum. “Mmm... Aku mau minta tolong Kaka buat anterin aku ke toko buku. Ka Radafa bisa ngga?”     “Gue gabisa.” Balasnya datar kemudian berlalu pergi meninggalkan Salsa.     Muka Salsa menekuk, perasaanya sangat jengkel sekarang. Apa apaansi Radafa ini, 2 minggu lalu Radafa masih baik baik saja dengan Salsa, bahkan ketika Salsa memintanya untuk mengantarkan pulang pun Radafa mau. Meskipun Salsa memberi  alasan dengan menyebutkan bahwa mamah nya sakit dan papahnya masih sibuk di kantor sehingga tidak ada yang bisa menjemputnya. Berbohong sedikit agar Radafa mau mengantarkannya tentu tidak masalah, menurutnya.     Salsa menggeram. “Ishhh, ini semua pasti gara gara Rain, perempuan t***l itu.”     ****     “Rain buruan naik. Udah gerimis.”     “Iya Radafa, ini Rain mau naik.”     Di perjalanan selepas pulang latihan, Rain dan Radafa sama sama diam. Rain yang biasanya banyak berbicara kini tak ada satupun kata yang ia keluarkan. Hanya suara gemuruh yang terdengar, langit sore ini pun tampak gelap. Tetesan air yang hanya turun sedikit, lama kelamaan mengguyur jalanan ibukota dengan sangat deras.     Radafa segera meminggirkan motornya, beruntung ada halte yang dekat dengan tempat pemberhentiannya . “Lho, kita ko turun?” Tanya Rain.     “Lo ga liat itu hujan gede?”     Rain menatap langit yang dan banyaknya tetesan air yang turun. “Rain liat ko, Rain juga merasakannya.”     “Ya terus kenapa juga lo nanya kenapa gue berhenti?” Radafa membuka jaketnya untuk ia pakaikan ke tubuh Rain.     Rain tersenyum seraya membalas. “Makasih ya Radafa.”     “Rain senang, kalo ada hujan pasti itu semua papah yang minta. Radafa tau kenapa alasannya?”  Tanya Rain membuat Radafa menggeleng pelan.     “Karena papah tahu sekarang Rain lagi kangen sama papah.” Ujar Rain, ia mengulurkan tangan kanannya untuk  menangkap air yang turun dari latas langit.     “Setiap hujan turun, pasti papah selalu ngajak Rain untuk bermain hujan meskipun sebentar. Karena mamah selalu omelin kami kalo terlalu lama bermain hujan.” Rain terkekeh di akhir ucapannya mengingat kejadian masa lalunya dengan Bram.     “Setelah hujan selesai, Rain dan Papah selalu keluar untuk melihat pelangi bersama, dan kami pun tersenyum puas.” Tambahnya.     “Tapi sayang, hari ini Rain gabisa menikmati hujan bareng papah lagi. Tuhan sangat menyayangi papah , Daf.”     “Rain.” Panggil Radafa pelan.     “Iya?”     “Lo pernah baca n****+ karya Tere Liye?”     “Hujan?” Tanya Rain.     “Iya.”     “Kamu tahu kenapa kita mengenang banyak hal saat hujan turun? Karena kenangan sama seperti hujan. Ketika dia datang, kita tidak bisa menghentikannya. Bagaimana kita akan menghentikan tetes air yang turun dari langit? Hanya bisa ditunggu, hingga selesai dengan sendirinya.”     Rain menoleh, melihat Radafa dengan senyum tipisnya. “Radafa hapal?”     Radafa terkekeh. “Gue cuma baca. Ga dihapalin.”     “Dan satu lagi Rain.”     “Apa itu?”     “Ada orang-orang yang kemungkinan sebaiknya cukup menetap dalam hati kita saja, tapi tidak bisa tinggal dalam hidup kita. Maka, biarlah begitu adanya, biar menetap di hati, diterima dengan lapang. Toh dunia ini selalu ada misteri yang tidak bisa dijelaskan. Menerimanya dengan baik justru membawa kedamaian.” Ujar Radafa, kali ini dia benar benar melakukan hal di luar kebiasaanya. Semuanya demi apa? Rain.     “Radafa sampai hapal lho kutipan dari n****+ Tere Liye yang Hujan ini.” Balas Rain terkekeh.     Radafa memegang pundak Rain, ia kini berhadapan dan saling menatap. “Rain, jangan sedih lagi ya.”     “Iya Radafa, Rain ga akan sedih lagi ko.”     Terimakasih Tuhan. Rain sungguh bahagia hari ini. Semoga esok, akan terus seperti ini.    
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN