Gio tengah duduk bersama saudara sepupunya yang lain. Mereka menikmati hidangan yang tersedia. Semua nampak asik menikmati lantunan live music yang sengaja di undang untuk melengkapi pesta ini. Walau pun yang hadir tidak terlalu banyak ini semua rencana sang pengantin. Keduanya ingin merasakan intim bersama keluarga dalam sebuah pesta. Suasana romantis sangat pas untuk menggambarkan keadaan saat ini. Tapi sayang, ketiga kakak sepupu Rea yang laki-laki semuanya datang tanpa pasangan.
“Sayang, nggak punya pacar, padahal suasananya romantis banget.” celetuk Dimas.
“Makanya cari pacar.” sindir Adel yang datang tanpa didampingi suami.
“Cari pacar nggak segampang mengedipkan mata kali, Del.” protes Raka.
Adel mendesah, “Makanya jangan suka pilih-pilih. Yang nyata-nyara ada di depan mata malah lo sia-saikan. Salah siapa kalau sampai sekarang jadi jomblo ngenes.”
Dimas tergelak, “Iya nih, sok cakep banget.”
“Wajah kita sama, kalau kamu bilang aku nggak capek berarti kamu juga jelek.” tandas Raka.
Gio hanya diam tanpa ikut dalam pembahasan itu. Lebih baik cari jalan aman agar tidak ikut mendapat bullyan. Gio mengedarkan pandangannya ke sekeliling tempat. Matanya menangkap sosok yang terlihat jalan tergesa-gesa. Ia segera bangkit menyusul sosok tersebut. Entah kenapa, seharian ini ia begitu penasaran dengan seseorang yang sebenarnya cukup menyebalkan baginya.
“Mau ke mana lo?” seru Gio sambil melangkah pada sosok mencurigakan itu.
“Eh..” Sera terkejut mendengar suara dari arah belakang seketika membuatnya berhenti.
Gio mendekat, “Acara belum selesai kok lo malah kabur?”
“Siapa yang kabur sih? Gue mau balik ke hotel. Capek dan angin pantainya bikin gue masuk angin.” jawabnya santai.
“Kan belum pada balik. Cemen banget.” sindir Gio dengan senyum mengejek.
“Kok lo jadi ngurusin gue sih? Suka-suka gue dong mau ngelakuin apa.” tanya Sera yang mulai terpancing emosinya.
Gio menggaruk tengkuknya, “Galak banget sih jadi cewek. Ya udah terserah lo mau ke mana. Nggak ada urusan sama gue.” Gio melenggang pergi meninggalkan Sera yang masih dongkol.
Sera menghentakkan kakinya, “Dasar cowok gendeng. Apa otaknya geser gara-gara di tinggal nikah sama adiknya?” gerutu Sera dengan kesal.
Setelah mandi dan berganti pakaian, Sera bukannya istirahat tapi ia pergi dari hotel. Ia pergi diam-diam tanpa sepengetahuan siapa pun untuk menikmati suasana malam di Bali. Tentu saja yang di pikiran Sera adalah club malam. Setidaknya tempat itu bisa meringankan beban pikirannya saat ini. Memberikan waktu untuk dirinya sendiri lepas dari segala beban pikiran.
Dengan menyewa taksi online, Sera sudah sampai di salah satu club yang ada di kawasan Legian. Jangan heran jika melihat ia datang sendiri, karena Sera terbiasa seperti itu. Ia tidak punya banyak teman, jika pun ada itu hanya teman kerjanya saja.
Karena malam minggu, jelas pengunjungnya ramai. Setelah masuk, ia segera menuju meja bar untuk memesan minum. Hentakan musik yang menggema membuat perasaannya lebih rileks. Suasana bising seperti ini justru yang Sera suka, ramai, ribut tanpa perlu peduli atau mendengar omongan orang-orang.
Tanpa Sera sadari ada seseorang yang tengah mengawasinya dengan tatapan bak mata elang. Seperti tidak ingin mangsanya lepas dari pandangannya. Jarak keduanya cukup jauh tapi masih dalam di jangkauan mata orang itu.
Sera begitu menikmati malam ini. Bahkan tanpa ragu badannya ikut bergerak mendengar suara musik. Kondisinya stabil, tanpa terlihat sedang dalam pengaruh alkohol. Seseorang yang sejak awal mengawasi Sera, masih tetap di posisi awal. Tanpa beranjak sedikit pun. Walaupun sudah merasa lelah dan bosan tapi targetnya tidak boleh sampai lepas. Saat Sera di dekati oleh seorang pria, setengah badan orang itu sudah terangkat. Ia tidak ingin orang lain mengganggu gadis itu. Tapi ternyata pikirannya salah setelah melihat apa yang terjadi di depan matanya. Pemandangan yang luar biasa membuat ia geleng-geleng kepala.
“Tolong jangan di sini. Saya sedang ingin sendiri.” ucap Sera dingin ketika dengan sengaja seorang pria duduk di sebelah Sera dan kedua pahanya hampir menyentuh tubuhnya. Pria dengan wajah yang tidak bisa di katakan muda lagi, bisa dikategorikan pria tua hidung belang yang menjijikkan.
Pria itu nampak tidak gentar, ia justru tersenyum sinis, “Ini tempat umum dan saya bayar. Kenapa kamu malah mengusir saya?” nada suara pria itu terdengar sangat angkuh.
Sera menoleh, ia menatap lekat wajah pria menyebalkan itu, “Saya tidak ingin mencari masalah. Jadi saya yang akan pergi dari sini” Sera segera menyerahkan uang untuk membayar. Pria itu masih saja berusaha untuk menyentuh.
‘Hei jangan buru-buru dong.” ketika tangan pria itu menyentuh lengan Sera tanpa izin, maka bencana akan di mulai.
Sera menghentakkan tangannya agar lepas dari cengkeraman pria itu, “Jangan kurang ajar ya!” seru Sera dengan nada keras.
“Jangan sok jual mahal. Wajah kamu ini seperti wanita murahan.” cibir pria itu.
Telunjuknya tepat berada di depan wajah pria itu. “Jangan macam-macam atau anda tidak akan bisa tidur tenang malam ini.” satu pukulan mendarat di perut membuat pria itu meringis kesakitan.
Tidak peduli dengan teriakan pria itu, Sera melenggang santai pergi dari club. Beberapa pengunjung bahkan menatap heran pada Sera, seperti tidak memiliki rasa takut. Hal seperti itu sering ia alami. Seakan-akan kalau seorang wanita masuk club akan langsung mendapat stempel sebagai wanita tidak baik-baik. Sera muak dengan anggapan kolot seperti itu.
Pria yang sebelumnya mengawasi Sera, kembali mengikuti gadis itu. Walaupun cukup terkejut dengan keberanian Sera, tetap saja pria itu tidak menurunkan semangatnya untuk tetap membuntuti Sera. Tanpa pikir panjang ia segera menaiki taksi yang ada di sekitar club dan mengikuti Sera dari belakang.
“Pak, tolong ikuti taksi di depan ya. Hati-hati jangan sampai ketahuan.” titahnya.
Sera duduk santai di kursi penumpang sambil memainkan ponselnya. Kesadaran Sera masih penuh, karena ia memang tidak mengkonsumsi minuman beralkohol tinggi.
Sesaat ia menoleh ke luar jendela, merasakan udara malam yang memabukkan. Suasana malam daerah Kuta membuatnya ingin menetap di Bali. Bahkan banyak tempat ingin ia eksplor di sini. Tapi sayang, kecintaannya dengan pekerjaan membuat Sera harus mengurungkan keinginannya. Mungkin nanti, saat seseorang yang tepat datang dalam kehidupannya, ia akan menetap di Bali bersama keluarga kecilnya.
Sera kembali mengalihkan pandangan pada ponsel miliknya. Ia mendesah kasar saat melihat beberapa panggilan tak terjawab dari Jeremy dan Jouvan. Bahkan beberapa pesan dari Rea yang resmi menjadi tantenya yang terlihat panik. Dan yang lebih gawat adalah, saat membaca pesan dari omanya meminta Sera segera kembali ke hotel.
“Wah gawat. Kok Oma tahu gue pergi ya? Kalau gini ceritanya Opa juga pasti tahu.” Sera menyesali kebodohan dirinya sendiri. Ia pikir kepergiannya tidak di ketahui orang lain. Namun nyatanya orang tertua di keluarga Gunawan tahu ia sedang tidak ada di kamar hotel.
Sera sibuk memikirkan alasan yang akan ia berikan pada keluarganya. Yang mereka tahu Sera gadis baik dan tidak suka macam-macam, itu kalau di rumah keluarga Gunawan. Tapi jika ia kembali ke apartemen, maka hanya gadis itu yang tahu apa yang ia lakukan. Sera bahkan tidak menyadari kalau sejak tadi ia dalam pantauan seseorang. Taksi di belakang terus membuntutinya pelan agar tidak menimbulkan kecurigaan.
Tepat pukul tiga subuh, Sera sampai di hotel. Ia segera masuk ke kamar dan membersihkan diri kemudian tidur. Besok ia harus bangun pagi mengikuti sarapan bersama keluarga. Ia sudah memiliki jawaban jika besok di cecar pertanyaan.
~ ~ ~
--to be continue--
*HeyRan