Chapter 14

1027 Kata
Nath menunggu Dave yang sedang mengurus administrasinya, sebab sesuai perkataan dokter kemarin, hari ini dia sudah diizinkan pulang. Jujur saja, Nath tadi sempat terkejut melihat penampilan baru suaminya yang lebih fresh. “Siap pulang sekarang, Nyonya Davendra?” tanya Dave percaya diri yang sudah bersandar pada daun pintu. Nath memutar bola mata mendengarnya. “Aku sedang malas berbasa-basi,” balas Nath bersiap mengambil pakaian yang sudah dikemas oleh Dave. Dave terkekeh. Dia menepis tangan Nath dengan lembut. “Biar aku saja yang membawanya. Sudah tidak ada yang ketinggalan?” Dave memastikan. “Tidak.” Nath mendahului Dave keluar kamar. Mereka berjalan menyusuri koridor rumah sakit menuju parkiran tanpa suara. Nath menyadari jika laki-laki yang berjalan di sampingnya telah menyedot perhatian orang-orang saat mereka berpapasan, terutama kaum hawa. Apalagi senyum menawan Dave menjadi daya pikat orang yang menyapa mereka walau tidak kenal. “Tidak usah tebar pesona! Coba saja mereka tahu bagaimana aslinya, aku jamin mereka akan memelototimu ketika berpapasan,” ujar Nath sinis. Dave menoleh dan menyeringai. “Buka saja sweater-nya jika kepanasan.” Nath berdecih. “Siapa yang kepanasan? Aku? Tidaklah! Malah aku kedinginan,” balas Nath. Seringaian Dave semakin melebar. Tanpa meminta izin, dengan cepat dia merangkul erat pundak Nath. “Aku harap rasa dingin tubuhmu berkurang setelah mendapat sentuhanku.” Dave lebih mengetatkan rangkulannya saat tangan Nath mulai memukul. “Lepas!” desis Nath. Dia merasa malu saat menangkap banyak bibir yang tersenyum simpul ke arahnya. “Sembunyikan saja wajahmu pada dadaku seperti kebiasaanmu dulu,” saran Dave mengabaikan desisan istrinya. “Dave!” geram Nath bercampur malu. ”Aroma tubuhmu masih sama,” batin Nath saat hidungnya mencium aroma yang menguar dari d**a Dave. Dave tertawa ringan. “Untung saja aku sudah mengubah penampilanku, jika tidak orang-orang pasti beranggapan aku sedang mencoba menculikmu.” Dave menggiring langkah Nath menuju parkir. *** Sesampainya di rumah, Della menyambut kedatangan sang ibu dengan suka cita. Bahkan dari memasuki rumah hingga Nath ke kamarnya, Della tidak mau turun dari gendongan sang ibu. Dave dan Bi Rani yang membujuk Della sampai angkat tangan. “Sayang, Papa temani Della main di luar ya. Biarkan Mama beristirahat dulu, supaya tidak sakit lagi.” Setelah Bi Rani keluar dari kamar Nath, Dave kembali membujuk putrinya yang kini seperti bayi kanguru di tubuh ibunya. “Tidak mau. Della mau sama Mama. Della kangen Mama.” Della bergerak-gerak di pangkuan ibunya yang sudah duduk bersandar pada kepala ranjang. “Sudah, Dave. Biarkan saja Della di sini bersamaku.” Nath mengusap lembut punggung putrinya. Dave ikut mengusap punggung putrinya dan duduk di samping Nath. “Nath, bolehkah untuk sementara aku tinggal di sini? Aku harap kamu mengasihaniku dengan tetap mengizinkanku tinggal di sini.” Dave mengantisipasi jika Nath melarangnya tetap tinggal. “Bagaimana jika aku tidak setuju?” selidik Nath datar. “Tapi Nath, bagaimana aku berusaha mengambil hati Della jika kita tinggal berjauhan? Tolonglah, Nath, jangan suruh aku pergi dari sini,” mohon Dave memelas. “Sebaiknya kamu harus cari cara untuk ....” “Mama, apakah Om Dave akan pergi? Della tidak mau Om Dave pergi. Della mau main ditemani oleh Om Dave,” rengek Della ketika mendengar kata pergi. Nath heran dengan rengekan putrinya, apalagi kini sang putri sudah berpindah duduk di pangkuan Dave. Tidak hanya Nath, Dave sendiri pun terkejut dengan reaksi Della. “Om, jangan pergi. Kalau Om pergi, nanti Della bermain dengan Browny ditemani siapa? Mama masih sakit.” Dengan suara serak Della bertanya kepada Dave. Karena Dave hanya mengusap kepalanya tanpa menjawab pertanyaannya, Della beralih menatap sang ibu. “Mama, jangan suruh Om Dave pergi. Della janji tidak akan minta dibelikan ice cream dan ikan lagi pada Om Dave,” Della merengek dan memperlihatkan puppy eyes-nya pada Nath. “Huh! Dasar anak ini, ice cream dan ikan saja yang diingatnya,” Nath mendumel dalam hati. “Baiklah,” ucap Nath pada akhirnya. Namun matanya mendelik ke arah Dave yang mengulum senyuman kemenangan. *** Seminggu sudah Nath keluar dari rumah sakit dan selama itu pula dia menjalani masa pemulihan di rumah. Selama dia beristirahat di rumah, Dave senantiasa menjaga dan menemani Della. Bahkan Della tidur pun ditemani. Dengan pelan Nath membuka pintu yang menghubungkan kamarnya dengan kamar Della agar tidak mengusik keberadaan orang di dalamnya. Nath memerhatikan Dave yang memunggunginya sambil membelai kepala putrinya. Dengan jelas dia mendengar pertanyaan-pertanyaan Dave kepada putrinya yang terlelap. “Nak, kapan kamu akan mengganti sebutan Om menjadi Papa?” Suara serak Dave membuat Nath terharu. Dia bisa merasakan sesak yang menggerogoti hati suaminya. “Papa tahu kesalahan besar yang sudah Papa perbuat kepadamu dan Mama dulu, tapi jangan siksa Papa dengan caramu ini, Nak.” Nath mendengar suara Dave semakin serak. Dia yakin jika Dave sedang menahan tangis. “Ehem,” deham Nath memecah keharuan yang membelenggu Dave. “Eh?” Dave beranjak dari ranjang Della sambil mengusap dengan cepat sudut matanya yang basah. “Kamu belum tidur?” sambungnya setelah duduk. “Baru saja bangun,” jawab Nath lalu mengecup kening putrinya. “Apakah Della menyusahkanmu?” Kini Nath telah duduk di samping Dave. “Tidak. Oh ya, besok lusa aku akan kembali ke Denpasar. Sebenarnya aku enggan pergi, tapi rapat kali ini tidak bisa diwakilkan,” beri tahunya pada Nath. “Tidak apa-apa. Nanti aku akan membantumu membujuk Della agar mengizinkanmu ke Denpasar,” Nath menanggapi. “Nath, aku pasti akan kembali ke sini. Saat aku datang kembali, apakah pintu rumahmu masih terbuka untukku?” tanyanya waspada. “Aku ingin menutupnya rapat-rapat, tapi sepertinya akan ada yang membukakannya untukmu,” jawab Nath sambil melirik sang putri yang memeluk boneka anjing berwarna cokelat. Dave menyunggingkan senyumnya. “Terima kasih telah membesarkan dan mendidik Della menjadi anak pintar. Wajar hingga kini dia belum bisa memanggilku Papa, sebab belum ada hal besar yang pernah aku lakukan untuknya.” Dave ikut menatap wajah sang putri yang sangat damai. “Bersabarlah, Dave, pertemuan kalian juga tergolong baru. Aku yakin, lambat laun Della akan memanggilmu Papa. Mungkin lidah Della sudah terbiasa memanggilmu Om, jadi dia perlu penyesuaian,” Nath menenangkan. “Seperti lidahku yang perlu penyesuaian memanggil nama barumu,” gumam Dave. Nath hanya mengendikkan bahu mendengar gumaman suaminya. “Kamu tidurlah, aku mau mencari makanan dulu.” “Tunggu! Aku ikut.” Dave menahan tangan Nath. “Mimpikan Papa, Sayang,” ucapnya sebelum mengecup kening Della. “Aku tadi membuat bubur ayam untukmu, karena kamu masih tidur jadi aku tidak membangunkanmu. Akan aku memanaskannya untukmu.” Dave menarik tangan Nath menuju pintu. “Jika kita tidak pernah bersahabat, mungkin akan sulit bagiku untuk menerimamu kembali, Dave.” Nath melihat tangan Dave yang menarik lembut tangannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN