Bab 18

1424 Kata
Dimas dan Miko baru saja selesai menuaikan ibadah sholat maghrib berjamaah. Keduanya lantas membaca tadarus Al-Qur'an. Meskipun baru empat tahun masuk islam, namun Miko sudah lumayan pandai. Tentu saja karena Miko sangat rajin mengulang setiap pelajaran yang diberikan oleh gurunya. Ia juga sering mendengarkan ayat-ayat melalui audio. Tak lama kemudian Miko bersiap untuk menyambut kedatangan guru spiritualnya yang bernama Umi Hamidah. Selain mengajarinya kitab suci Al-Qur'an serta pelajaran lainnya, ia juga mengajar ilmu fikih dan lainnya. Konsultasi masalah keluarga pun tak terlewatkan. Miko selalu antusias walaupun dalam kondisi seperti ini. Baginya belajar ilmu agama merupakan kewajiban terlebih ia belum lama memeluk agama islam. Ia ingin menjadi wanita muslimah yang selalu dicintai oleh suaminya. Dimas pun membukakan mukena yang dikenakan oleh istrinya dan digantinya dengan kerudung, setelah itu ia segera mendorong kursi rodanya menuju Mushalla. Tadi keduanya memilih sholat di kamar. Umi Hamidah ternyata sudah datang. "Apa kabar Bu Miko?" Umi Hamidah menanyakan kabar Miko. Baru seminggu ini Miko mulai aktif kembali dikunjungi gurunya setelah dua bulan libur. "Alhamdulilah jiwa sehat namun raga ya seperti ini. Dapat Umi lihat sendiri." Miko tersenyum ceria berusaha menyembunyikan kesedihan hatinya. Bagaimana tidak sedih ia rindu bisa berjalan kembali. Rindu melompat, menari dan berlari. Ia ingin kembali lincah seperti sedia kala. Berjalan menggunakan bantuan kursi roda terus membuatnya lelah. "Bu Miko yang sabar, ini ujian Allah. Allah sayang sama Bu Miko, makanya disuruh istirahat dulu di rumah. Percayalah setelah ini Ibu akan mendapatkan anugrah yang besar." Perkataan Umi Hamidah memang benar. Miko patut bersyukur dirinya masih dapat menghirup nafas. Masih banyak orang lain yang sakitnya lebih parah. Mereka terbaring lemah di rumah sakit dan tak bisa makan enak. Sementara dirinya hanya kehilangan anggota gerak kaki dan salah satu tangannya. Ia masih bicara normal, mendengar dan bisa berpikir. Ia juga masih bisa menikmati semua jenis makanan tanpa pantangan. Keduanya kini berada di musholla, Dimas sengaja meninggalkan keduanya. Ia asyik dengan kegiatannya sendiri. "Saya masih ingin konsultasi tentang poligami," bisik Miko. "Boleh." Umi Hamidah tersenyum. Setiap kali mengajar, muridnya itu selalu saja menanyakan tentang poligami. "Saya sering bertanya tentang poligami karena saya berencana untuk mencarikan istri baru untuk suami saya." Miko mulai jujur kepada gurunya. Ia memang butuh dukungan dari orang terdekatnya untuk memuluskan niatnya. Ia butuh persiapan mental dan spiritual. Ia banyak membaca kisah-kisah poligami bahwa butuh kesiapan lahir dan batin serta cukup ilmu untuk menjalankannya. "MasyaAllah, kalau boleh tahu alasannya apa Bu?" Umi Hamidah menatap Miko. "Saya dan suami telah menikah selama tiga tahun. Namun hingga detik ini belum juga dikaruniai anak. Berbagai upaya telah kami tempuh namun tetap mengalami kegagalan. Saya tidak siap mengadopsi anak karena tak ada anak saudara yang bisa diasuh, selain itu mengambil anak di panti terlalu beresiko. Lebih baik suami saya menikah lagi agar garis keturunannya tetap terjaga." Miko menjelaskan panjang lebar tentang alasan dibalik sikapnya yang berencana melakukan pernikahan poligami. "Lantas bagaimana sikap Bapak?Apa sudah ada calonnya? Apakah Ibu sudah menemukan calon madunya?"Umi Hamidah semakin penasaran. Dirinya seorang ustadzah namun belum rela jika suaminya menikah lagi. "Suami saya sebenarnya tidak mau, tapi perlahan saya akan coba dekatkan dia dengan seseorang pilihan saya." Miko membeberkan niatnya. "Jika Bu Miko sudah siap saya doakan yang terbaik untuk pernikahan ibu dan bapak. Semoga pernikahan kalian barokah dan tetap harmonis walaupun hadir orang ketiga. Sesungguhnya asalkan ada komitmen dari semua pihak yakni suami dan para istri maka pernikahan akan berjalan dengan baik. Suami mampu adil terhadap istri-istrinya, sebaliknya istri-istri juga saling menghormati dan bekerjasama tak menjatuhkan salah satu pihak, saling ikhlas dan memiliki satu visi dan misi yang sama. Ilmu agama kalian harus terus ditingkatkan. " Umi Hamidah memberikan pemikirannya. Miko mengangguk-anggukan kepalanya pertanda paham. "Ayatnya sudah jelas dalam Al-Qur'an Surah An-Nisa' ayat 3 dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau b***k-b***k yang kamu miliki." Umi Hamidah memberikan pencerahannya. Miko meresapi kalimat itu. "Terkadang banyak pria yang menyalahgunakan ayat itu. Poligami itu boleh dilakukan namun ada syaratnya. Kalau tak bisa adil tidak perlu yang ada bukan ibadah malah mendzolimi kaum wanita." Guru spiritual Miko kembali menjelaskan. "Terima kasih atas penjelasannya Umi." Miko sedikit demi sedikit mulai paham. Satu setengah jam telah berlalu, tepat pukul delapan malam Umi Hamidah pun pamit, sebenarnya Miko mengajaknya makan malam bersama namun ia menolaknya. "Saya pamit ya, Bu, Pak" wanita berusia 50an itu undur diri. Umi Hamidah pulang ke rumahnya menggunakan jasa taksi onlen yang di pesan Dimas. Pasangan suami istri itu kembali ke dalam rumah untuk bersiap makan malam. Sampai detik ini Miko tak berani membahas masalah poligami dengan suaminya. Ia tak ingin suaminya marah. *** Dimas menatap wajah cantik istrinya yang tengah terlelap tidur. Walaupun dalam keadaan sakit seperti ini ia tetap cantik. Pria bermata coklat itu selalu mencintainya tak peduli bagaimana kondisinya. Baginya sang istri adalah bidadari surganya. Ia tak sabar ingin melihat Miko kembali sembuh seperti sedia kala. Ingin menghabiskan waktu bersama, mengunjungi tempat-tempat indah yang biasa mereka lakukan. Jika tak bisa sembuh lagi pun, Dimas akan tetap berada di sampingnya. Baginya Miko adalah segalanya. "Semoga kamu lekas sembuh sayang! Aku sangat merindukanmu." Dimas mengecup kening istrinya. Dia adalah lelaki normal yang butuh sentuhan seorang wanita. Miko memang selalu membantu menuntaskan hasratnya walau dengan keterbatasannya, namun semua itu belum cukup. Ia pun lantas bergabung bersama istrinya, mengambil posisi di sampingnya. Memeluk belahan jiwanya dengan penuh rasa cinta. Walaupun kehidupan rumah tangga mereka belum sempurna karena belum hadir buah cinta mereka, Dimas merasa bahwa ia tetap bahagia. *** "Selamat pagi, Sayang." Dimas mengecup pipi istrinya. "Jam berapa sekarang?" Miko mengerjapkan matanya. Suasana kamar masih temaram. Dimas tak akan menyalakannya jika mata sang istri belum terbuka. Ia tak ingin membuat kaget dengan adanya cahaya yang tiba-tiba menyilaukan. "Jam setengah lima, ayo kita sholat." Dimas menjawab seraya menggeser posisinya lebih rapat degan Miko. Ia peluk tubuh istrinya dan menghirupnya lagi dan lagi. Bangun tidur pun istrinya tetap wangi. "Gimana sih kamu, katanya nyuruh aku bangun. Tapi malah peluk - peluk begini. Pengap." Miko memprotes aksi Dimas yang membuatnya tak bisa bergerak. "Iya ini juga mau bangun. Ayo aku gendong." Dimas langsung meraih tubuh istrinya untuk dibawa ke kamar mandi. "Kamu mandi sekarang saja ya!" Dimas memberikan usulan saat mereka melewatin pintu kamar mandi. Wajahnya menampakkan seringai mesumnya. "Terserah yang mandiin saja." Miko pasrah. Bisa apa dia, selama ini ia tak bisa mandi sendiri. Kalau tidak dimandikan perawatnya ya dimandikan suaminya, walaupun ia harus berusaha sekuat hati dan tenaga untuk menahan diri. Ia belum mampu melakukan aktifitas hubungan suami istri. "Sepertinya ini modus kamu deh, sambil menyelam minum air." Miko tertawa menahan geli. Setiap kali mandi bersama pasti akan terjadi hal yang diinginkan oleh suaminya. Miko tentu saja menuruti maunya pria yang telah tiga tahun menikahi dirinya. *** Dimas dan Miko pergi ke rumah sakit untuk melakukan terapi. Salwa pun ikut. Sementara Dimas akan memeriksakan luka di tubuhnya sesuai dengan anjuran Miko. Mereka tengah menuju sebuah rumah sakit yang ada di pusat kota. "Bagaimana kalau aku diperiksanya sama Salwa saja dan kamu sendiri." Miko memberikan usulan ketika mereka tiba di rumah sakit. "Maksudnya agar dapat mengefektifkan waktu. Nanti kalau sudah beres kita bisa ketemuan," lanjut Miko. "Aku dampingi kamu dulu ya, setelah itu baru aku periksa. Aku ingin melihat kondisi perkembangan kamu bagaimana " Dimas ingin memastikan dulu istrinya mendapatkan perawatan sebelum meninggalkannya. Ia juga butuh informasi langsung dari dokternya tentang perkembangan istrinya. Jika ia tak di sampingnya sulit untuk mengamatinya. Ia juga tak mau istrinya yang cantik berdekatan dengan dokternya yang tampan dan masih single itu. "Ya sudah kalau begitu, tapi beneran kamu mau diperiksa. Jangan ditunda-tunda terus." Miko menunjuk ke arah luka lebam yang diderita oleh suaminya. Sebenarnya sedikit memudar dan lama kelamaan akan hilang, namun Miko terlalu risau takut ada tulang yang retak di tubuh suaminya. Mereka berada di bagian ortopedik. Sebelumnya Miko telah membuat jadwal sehingga ia tak lama menunggu antrian. Dokter langsung menyuruh masuk dan memeriksanya. Miko di perintahkan berdiri dengan bantuan alat penahan. Walaupun tak bertahan lama namun Miko sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. "Selamat ya Bu, Anda hanya perlu terus berlatih." Dokter turut bahagia. Usai memberikan terapi dan memeriksa dengan alat rongen serta menyerahkan resep obat, Miko diizinkan pulang. Mereka tidak langsung pulang karena Dimas harus diperiksa dulu. Beruntung proses pemeriksaan Dimas hanya sebentar. Sebelum adzan ashar mereka telah tiba kembali di rumah. Mereka kembali pulang ke rumah dengan perasaan lega terlebih melihat perkembangan Miko yang cukup baik. Dimas berjanji untuk banyak melatihnya melakukan gerakan agar ia lekas bisa jalan walaupun dengan bantuan tongkatnya. "Alhamdulillah aku senang kamu mulai membaik." Dimas bernafas lega. Tadinya jika kondisi Miko tak berkembang ia akan membawanya ke luar negeri. Kondisi Dimas pun tak masalah. Hasil pemeriksaan tadi menunjukkan jika organ dalam tubuhnya baik-baik saja. Tak ada luka serius yang ditimbulkan dari perkelahian beberapa waktu lalu. *** TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN