Setelah kepergian Dimas dan Ida, Miko tampak sibuk memberikan perintah kepada ARTnya untuk menyiapkan kamar untuk Ida.
"Bagaimana Mbok, kamarnya sudah dirapikan?" Miko memastikan jika ruangan yang akan ditempati oleh Ida telah siap. Sebagai nyonya rumah yang baik ia ingin tamunya merasa nyaman dan betah. Sayang sekali dirinya tak sempat melihatnya langsung, karena sejak duduk di kursi roda ia tak pernah berada di lantai atas. Dimas tak pernah mengizinkan naik ke atas karena suaminya itu sangat khawatir terjadi sesuatu bila harus menaiki tangga. Terlalu riskan.
"Sudah, Bu. Sesuai perintah Ibu semua sudah saya bersihkan dan saya ganti sprenya. Peralatan kamar mandi juga telah saya lengkapi. Bu Ida pasti betah " Mbok Darmini memberikan informasi. ART itu berusaha bekerja dengan baik dan tak ingin membuat majikannya kecewa.
"Alhamdulillah, terima kasih banyak ya Mbok. Mulai malam ini Ida akan tinggal bersama kita. Saya harap Mbok memperlakukannya dengan baik." Miko berpesan kepada Mbok Darmini. Ia tampak senang. Dirinya tinggal bersiap menyambut kedatangan anggota keluarga barunya itu yang sudah sejak lama diharapkannya.
"Memangnya Bu Ida serius mau tinggal di sini?" Mbok Darmini mempertanyakan kembali rencana yang diungkapkan majikannya.
"Iya, Mbok. Kebetulan Salwa kan mau berhenti bekerja dan akan ada perawat baru yang kurang begitu saya kenal. Saya butuh bantuan Ida untuk mengurus beberapa hal penting. Kalau ada dia semua pekerjaan kantor kan lebih mudah terpantau. Selain itu suami saya juga bisa pergi ke luar kota dengan tenang karena saya ada yang menemani." Miko memberikan alasan.
Mbok Darmini mengangguk paham tanpa bertanya lebih lanjut, ia tidak terlalu ingin ikut campur urusan majikannya. Lagipula dirinya juga belum lama menjadi penghuni rumah ini. Tentang Ida yang akan tinggal bersama mereka itu bukan masalah baginya. Terlebih lagi ia cukup kenal baik dengan sekretaris majikannya itu.
"Tolong siapkan makan malam ya Mbok. Buat masakan yang istimewa nanti kita semua makan bersama!" Miko kembali memberikan perintah lainnya.
Miko sengaja ingin menjamu Ida dalam rangka penyambutan wanita itu. Ia ingi ARTnya juga ikut bergabung. Miko memang majikan yang baik. Ia tak pernah merendahkan para pegawainya. Duduk satu meja dengan Mbok Darmini atau Salwa adalah hal yang biasa.
Hati Miko bersorak riang. Akhirnya rencana yang disusunnya perlahan berjalan mulus. Biarlah hanya dirinya seorang yang tahu niat sesungguhnya dibalik kehadiran Ida di rumahnya.
Usai sholat maghrib Miko menanti kedatangan Dimas dan Ida. Sudah dua jam mereka pergi namun belum kembali, padahal jarak tempat tinggal Ida dan rumah Miko tidak begitu memakan waktu.
"Assalaamu'alaikum," Terdengar ucapan salam di depan pintu.
Miko segera melirik ke arah pintu.
"Waalaikumsalam" Salwa yang menjawab dan membukakan pintu.
Miko dan perawatnya kebetulan berada di ruang tamu. Ternyata yang datang adalah Umi Hamidah, guru mengaji Miko.
"Umi." Miko segera menyalami wanita berkerudung lebar itu. Pun dengan Salwa. Gadis itu segera undur diri saat Miko mulai terlibat percakapan dengan gurunya.
"Apa kabar?"
"Alhamdulillah sehat."
"Oh ya Mi, sepertinya untuk malam ini saya ingin minta libur dulu ya Umi, namun Umi tidak perlu pulang lagi. Malam ini saya ingin memperkenalkan seseorang kepada Umi, sekalian kita makan malam bersama. Tiap kemari Umi jarang ikut makan lho. Jadi, Umi jangan menolak!" Miko seolah membujuk Umi Hamidah. Baginya kehadiran wanita berusia 50 tahun itu sangatlah penting. Boleh dibilang dia merupakan penasihat pribadinya.
"Baiklah, Umi pasti ikut serta." Umi Hamidah tak ingin mengecewakan Miko.
"Kalau boleh tahu, Bu Miko mau kedatangan tamu siapa? Sepertinya penting sekali ya?" Umi Hamidah bertanya dengan rasa ingin tahu.
Tentang Miko yang libur mengaji, ia tak masalah dirinya hanya guru privat biasa jadi terserah muridnya mau bagaimana pun juga. Ia menyesuaikan jadwalnya.
"Umi janji tak membocorkan rahasia ini, saya mengajak sekretaris saya tinggal di sini. Dia juga merupakan bakal calon madu saya, saya ingin memperkenalkannya kepada Umi, nanti Umi silahkan berikan penilaian." Miko berkata setengah berbisik. Ia tak ingin ada yang mendengar perkataannya. Bisa gagal rencananya apalagi jika Dimas tahu. Ini merupakan rahasia besarnya. Ia sedang menjalankan misi pribadinya dengan memanfaatkan kondisi Ida yang sedang terpuruk.
"Jadi Bu Miko serius ingin melakukan pernikahan poligami?" Umi Hamidah tak yakin jika muridnya mengambil langkah yang tak biasa dalam kehidupan rumah tangganya. Ia sendiri masih belum siap jika harus dimadu oleh suaminya. Miko memang wanita yang luar biasa.
"InsyaAllah saya serius. Saya melakukannya demi cinta say kepada suami dan saya butuh bantuan Umi untuk memandu saya terutama dalam memberikan nasihatnya." Miko tersenyum penuh percaya diri. Ia telah yakin seratus persen jika Ida adalah pilihan yang telat. Ia tidak takut dengan cerita-cerita sinetron yang mengangkat tema poligami dengan kekejaman istri muda yang menyingkirkan istri pertama suaminya.
"Alangkah lebih baiknya jika ibu berdiskusi dengan Pak Dimas." Umi Hamidah memberi saran.
"Saya sudah pernah melakukannya dan suami saya menolaknya. Dia tidak mau menikah lagi." Miko teringat kembali kejadian beberapa waktu lalu yang berujung dengan pertengkaran.
"Suami saya tak bisa diajak kompromi. Biarlah saya yang mengatur semua rencana ini tanpa melibatkannya." Miko tampak bersemangat empat lima. Ia yakin usahanya pasti berhasil.
Umi Hamidah sebenarnya ingin memberikan banyak wejangan namun kali ini bukan saat yang tepat. Biarlah ia membicarakannya di lain waktu.
***
Dimas menghentikan laju mobilnya sejenak saat ia tiba di dekat sebuah masjid.
Adzan maghrib telah lewat dan ia ingin segera menunaikan kewajibannya sebagai seorang muslim.
"Kita sholat dulu!" Dimas membuka pintu mobilnya tanpa menunggu persetujuan Ida. Meskipun sebentar lagi mereka akan segera tiba di rumah, namun Dimas memilih untuk menyegerakan sholat.
"Maaf, Pak saya sedang ada halangan jadi saya di sini saja." Ida tetap diam di dalam mobil.
Dimas pun segera berlalu berjalan memasuki area masjid tanpa mengatakan apa pun lagi kepada Ida.
Ida merasa terpana dengan sikap Dimas. Pria itu benar-benar pria idaman semua wanita. Tampan, kaya, baik dan sholeh. Sepertinya benar-benar sempurna. Ia berdoa supaya dipertemukan dengan pria sejenis itu. Pria yang akan menjadi imamnya kelak.
Astagfirullah.
Ida menepok jidatnya sendiri. Mengapa dirinya berpikir yang bukan-bukan. Dimas itu suami orang. Lagipula siapa yang mau melirik dirinya yang tak berharta dan tak jelita. Mimpinya ketinggian.
Ida memang tak pernah dekat dengan pria mana pun. Dulu pun ia hanya dekat dengan Putu seorang. Teman masa SMAnya yang kini telah tiada. Dialah cinta pertama Ida yang tak tergantikan. Ida lupa yang namanya jatuh cinta setelah empat tahun dalam kesendiriannya. Merasakan debaran kembali saat berdekatan dengan Dimas itu merupakan untuk ke dua kalinya setelah bersama Putu.
Ida berusaha menepis perasaan-perasaan aneh yang tak boleh terjadi. Ia harus segera mengendalikan diri. Ia tidak boleh terpesona kepada Dimas apalagi sampai jatuh hati.
Ya Allah kenapa juga sosok pria itu ada di kepalanya.
***
Kedatangan Ida dan Dimas disambut oleh Miko, Umi Hamidah, Mbok Darmini dan Salwa dengan penuh kehangatan.
"Selamat datang!" ucap Miko dengan senyum lebarnya. Sejak tadi ia menantikan kedatangannya.
Ida tampak kaget melihat beberapa orang berdiri di ruang tamu seolah memberikan sambutan untuknya. Ia merasa menjadi tamu istimewa.
"Mulai malam ini Ida akan tinggal bersama kita, saya harap kalian memperlakukannya dengan baik, dan Ida juga kamu tidak perlu merasa sungkan. Anggap saja ini rumahmu sendiri dan kami bagian dari keluarga kamu. Kalau butuh apa-apa minta bantuan Mbok Darmini." Miko berkata penuh penekanan. Ia ingin Ida merasa diakui keberadaannya.
"Setelah ini kita akan makan malam bersama. Mbok, tolong antar Ida ke kamarnya." Miko memerintah ARTnya.
"Terima kasih banyak Mbak Miko sudah mau menerima saya. " Ida sampai berkaca-kaca melihat perlakuan Miko kepadanya.
Mbok Darmini segera mengantar Ida ke lantai atas dengan membawakan kopernya.
Mbok Darmini membukakan pintu kamar Ida lalu mengajaknya masuk.
Ida merasa sedang bermimpi. Ia akan tinggal di kamar berukuran besar ini. Kasurnya tampak empuk dengan berbagai perabotan yang lengkap.
Bukan sekali dua kali ia menginap di hotel saat berada di luar kota menemani Miko dengan kamar bagus seperti ini.
Kali ini rasanya lain. Sebab ia akan tidur setiap hari di kasur empuk. Fasilitas lainnya seperti AC dan kamar mandi menjadi pelengkap. Ia pun tak perlu memikirkan lagi uang sewa yang harus dikeluarkan.
Atasannya itu sangat baik.
"Ayo Bu, makan malam dulu,kopernya biar nanti saja dibongkarnya," suara Mbok Darmini menyadarkan lamunan Ida. Ia harus segera turun ke bawah karena kemungkinan tuan rumah dan yang lainnya sedang menunggunya di meja makan untuk makan malam.
Benar saja di ruang makan telah ada Dimas yang ditemani Miko, Umi Hamidah dan Salwa. Tanpa menunggu perintah lagi, ia pun segera mengambil posisi duduk.
Di atas meja telah tersedia berbagai menu masakan. Tanpa banyak bicara mereka segera menyantap hidangan lezat itu.
"Silahkan dinikmati semua hidangan ini. Meskipun bukan saya yang masak. Terima kasih banyak untuk Mbok Darmini." Miko menatap ke arah ARTnya.
Ia bersyukur sekarang sudah dapat makan sendiri tak perlu lagi bantuan suaminya untuk menyuapinya. Bahkan ia mulai bisa mengambilkan makanan untuk Dimas. Walaupun masih agak sakit. Sesuai anjuran dokter ia harus berusaha melatih tangannya bergerak.
***
Usai membersihkan diri dan sholat Isya, Dimas segera bergabung bersama istrinya di atas ranjang.
Hari ini cukup melelahkan.
"Terima kasih ya Sayang, kamu sudah mau memenuhi keinginanku. Akhirnya Ida tinggal di sini." Miko memeluk erat suami tercintanya. Berkat izin Dimas, Miko dapat berdekatan dengan sekretarisnya.
"Aku melakukannya demi kebaikan kita semua. Aku harap dengan tinggalnya Ida di sini tak ada lagi teror jahat yang menimpanya. Aku sudah meminta bantuan Tony untuk menyelidiki paman Ida yang bernama Dewa." Dimas berkata seraya mengelus pipi istrinya yang mulai kembali berisi.
"Mudah-mudahan Ida akan aman bersama kita." Miko memanjatkan doanya.
"Menurut kamu Ida itu bagaimana?" Tiba-tiba Miko meminta penilaian suami ya.
"Maksudnya?"Dimas seringkali gagal paham.
"Kamu kasih dia penilaian dong. Maksudnya Ida itu kepribadiannya bagaimana?" Miko memperjelas pertanyaan yang diajukannya.
" lho kok, bukannya kamu sudah kenal sekali dengannya, kenapa bertanya kepadaku. Lagi pula aku baru kenal dia, ya ga bisa dong ngasih komentar. Orang yamg pandai menilai orang dan membaca pikiran orang itu ya Mas Fikri." Dimas mengingatkan sosok asisten pribadi ayahnya kepada Fikri. Tentang Fikri, ia bahkan berencana mengenalkan Ida kepadanya.
Miko cemberut.
***
TBC