Bab 4

1121 Kata
Suasana kantor milik Miko hari ini cukup hektik. Maklum saja karena hari ini merupakan akhir bulan. Miko sendiri tengah sibuk di depan layar monitor laptopnya untuk memeriksa laporan. Ditambah beberapa tumpukan berkas yang harus ditanda tanganinya menambah kesibukannya. Akhir bulan banyak sekali pekerjaan yang harus diselesaikan. Biasanya ia pun akan lembur. "Assalamualaikum, maaf Mbak saya terlambat," Ida memasuki ruangan bosnya tergopoh-gopoh. Keringat membasahi sebagian keningnya.  "Waalaikumsalam," jawab Miko seraya mengalihkan pandangannya dari layar monitornya. Akhirnya orang yang sejak tadi ditunggunya datang.  "Kamu dari mana saja? Jam segini baru datang." Miko menatap Ida dengan tatapan kesalnya, tak biasanya sekretarisnya itu datang terlambat. Ida merupakan salah satu karyawan teladan yang biasa datang paling pagi. "Maaf Mbak, saya lagi ada sedikit masalah di rumah." Ia  memberikan alasan. Gadis berkacamata itu lalu menunduk merasa malu dan bersalah. Ida terlambat satu jam. Tentu saja Miko kesal. Padahal ia membutuhkan bantuan sekretarisnya untuk menyelesaikan semua tumpukan pekerjaannya. "Memangnya ada apa?" Miko ingin penjelasan lebih lanjut.  "Maaf, saya tidak bisa menceritakannya karena itu masalah pribadi keluarga."  Ida menatap Miko sekilas lalu kembali menunduk, berusaha menyembunyikan sesuatu yang tak ingin diketahui oleh siapapun termasuk Miko selaku bosnya. Miko tidak memaksanya. Lagipula ia harus bersikap profesional dengan tidak mencampur adukan masalah pribadi dengan pekerjaan. "Lain kali kamu kabari saya kalau telat! Supaya saya tidak menunggu. " Miko memberikan peringatan. Ia tidak suka dengan kelalaian karyawannya. "Maaf mbak, saya janji tidak akan mengulanginya lagi. Saya tak bisa menghubungi Mbak karena ponsel saya mati." Ida berusaha meyakinkan bosnya. Semalam dirinya lupa mencharge ponselnya. Gara-gara pertengkaran dengan pamannya semua menjadi kacau. Miko akhirnya menerima alasan Ida. Lagipula selama dua tahun cuma kali ini saja Ida terlambat datang. Mungkin saja ada masalah serius yang mengganggunya. "Ya sudah, kamu bisa kembali bekerja!" Miko menyuruh Ida masuk ke ruangannya. Sepeninggal Ida, tanpa disadari Dimas sudah berdiri di ambang pintu. "Hai..." Ia menyapa sang istri dengan senyuman lebarnya. Mendekat dan mengecup pipi istrinya yang mulus. "Kok pagi-pagi ke sini?" Miko kaget. Dimas datang ke kantor itu sama dengan Miko tidak bisa kerja, yang ada suami tampannya itu malah mengajak ngobrol sambil minum teh atau kopi. Semua akan berujung pada pulang kantor lebih awal. Satu jam yang lalu keduanya berangkat bersama. Anehnya Dimas menemuinya lagi. "Aku mau bantuin kamu kerja," Dimas mengabarkan maksud kedatangannya. "Ya Allah, bos besar mau jadi assisten," Miko tampak senang. "Kasihan kamu kecapean. Lagian kerjaan aku lagi santai," ucap Dimas. Ia lalu duduk di Sofa. Miko sih senang sekali. *** Miko berjalan ke arah pantry. Biasanya ia dilayani OB dan OG. Untuk hari ini ia sendiri yang terjun langsung membuat minuman. Tentu saja ia harus memberikan servis yang oke untuk suami tercintanya agat pria pujaan hatinya itu tak berpaling ke lain hati. Langkahnya seketika terhenti saat mendengar suara Ida di sana. "Gak Bisa Paman, saya lebih baik menjadi istri kedua, ketiga atau ke 4 seorang ustadz daripada harus menikah dengan mas Oka." Terdengar suara Ida sedang berbicara dengan seseorang. Terlihat tegang, seperti sedang berdebat. Ida duduk di kursi membelakangi pintu masuk. Ia tak menyadari jika pembicaraannya didengar atasannya. "Saya tidak bisa, kami beda keyakinan. Dia juga sudah punya anak istri." Ida tampak masih berdebat. "__" " Maaf Paman saya tegaskan sekali lagi saya menolak, sudah cukup saya mengikuti kemauan Paman." Ida memematikan sambungan panggilannya. Ia tampak sedih. Matanya berembun menahan tangisannya. Miko mendengar percakapan antara Ida dengan seseorang. Begitu menegangkan. Entah dengan siapa sekretarisnya itu melakukan percakapan. Apa yang terjadi. Miko jadi kepo urusan pribadi sekretarisnya. Keterlambatan Ida datang ke kantor mungkin ada sangkut pautnya dengan apa yang ia dengar barusan tanpa sengaja.  "Mbak Miko?!" Ida kaget saat melihat sosok bosnya di depan pintu masuk. Sementara Miko tersenyum santai, pura-pura tidak tahu dengan apa yang didengarnya. Miko tak ingin anak buahnya merasa malu. "Saya mau bikin kopi." Miko dengan santainya masuk ruangan kecil itu, bahkan ia tak menanyakan apapun tentang keberadaan Ida di tempat itu. "Boleh saya bantu?" Wanita dengan blazer abu Ida mencoba menawarkan diri untuk membantu bosnya. "Tidak usah. Ini untuk suami saya, jadi biarkan saya saja yang melakukannya." Miko tentu saja menolak. Menyajikan minuman untuk suami tercinta merupakan kewajibannya. "Kalau begitu saya duluan ya Mbak." Ida pamit keluar untuk kembali ke ruangannya. *** "Maaf lama menunggu." Miko meletakkan cangkir teh di hadapan Dimas. Di pantry ia terlibat percakapan dengan sekretarisnya. Saat ini Miko merasa jadi seorang assisten suaminya. "Ga apa-apa," Dimas menarik lengan istrinya agar duduk di sampingnya. "Mau makan siang dimana?" Tanya Miko. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah 12, sebentar lagi jam istirahat. "Disini saja," Dimas masih betah di ruangan Miko. "Baguslah, kebetulan aku bawa bekal," Miko meraih kotak makanan lalu membuka bekal makan siangnya. Dimas tentu lebih memilih masakan istrinya daripada delivery order. Satu catatan penting tentang Dimas, ia sosok yang sangat teliti dan perhitungan. Saudara-saudaranya tak heran mencapnya pelit. Sebenarnya bukan pelit tapi hemat. Ia ingin segala sesuatu terencana dengan baik. Berusaha tidak boros dan membuang sesuatu. Dimas tidak peduli dengan tuduhan saudara-saudaranya. Nyatanya setiap diminta bantuan ia selalu dengan sukarela mengulurkan tangannya. "Sayang, aku mau minta proposal yang waktu itu, masih disimpan gak?" Tiba-tiba Dimas menyinggung proposal Miko yang sempat diabaikannya. Proposal berisi foto dan identitas para gadis cantik. "Hah?!" Miko menatap suaminya. Tak lama kemudian  senyumnya terbit. "Kamu yakin mau memilih salah satu dari mereka?" Miko tersenyum senang, Padahal nama Ida sempat terlintas di pikirannya. Nah, kalau Dimas mau milih sendiri itu lebih baik. "Bukan buat aku tapi buat Mas Fikri. Sepertinya dia butuh referensi untuk calon kekasih atau istri," ucap Dimas santai sambil tersenyum. Sampai detik ini ia menolak usulan Miko. Miko sempat mengira suaminya berubah pikiran. Ternyata dugaannya salah. "Kirain...," *** Setengah jam yang lalu Dimas pamit pulang. Bukan ke rumah melainkan ada urusan bersama teman-temannya. Pantas saja suaminya mau repot ke kantornya. Alasannya ia bakalan pulang larut malam. Sebagai bentuk perminta maafan pria itu datang ke kantornya modus membantu pekerjaannya. "Are you oke?" Miko menatap Ida. Sejak tadi Miko kepo urusan wanita di hadapannya. Ia ingin mengorek informasi tentang sekretaris nya. "Iya mbak," jawab Ida. Ida merasa tidak nyaman diperhatikan seperti itu. "Kalau ada masalah kamu bisa bicara dengan saya," Miko berkata serata menggenggam tangan Ida. Ia memang ingin berusaha dekat dengan Ida. Ida menatap Miko ragu. Haruskah ia berbagi cerita dengan wanita di hadapannya. Hidupnya terlalu rumit. Terlalu banyak kisah pahit dan sedih. "Saya dijodohkan oleh paman," Ida memberitahukan masalahnya. "Apa?" Miko menatap sekretarisnya terkejut. "Iya, namun kami beda keyakinan. Tentu saja saya menolaknya. Empat tahun saya belajar agama Islam dan saya akan memperjuangkannya, " Ida berkata dengan nada kesal bercampur sedih. Sama seperti Miko, Ida juga Muallaf, ia pindah agama dari Hindu ke Islam sekitar empat tahun yang lalu. Namun keputusannya ditentang keluarganya. "Kamu yang sabar ya!" Miko berusaha menghibur. Miko tersenyum. Ia kepikiran kalimat Ida. Dimas kan bukan ustadz, tapi tidak ada salahnya kalau mencoba peruntungan. Ide gilanya kali ini adalah menjodohkan Ida dengan suaminya. Ida wanita yang tepat. Ia cantik hanya butuh sedikit dipoles dan diubah penampilannya. Sepertinya dia juga pintar masak. Miko ingat salah satu kriteria menantu Hadiwijaya adalah wajib pintar masak. Maaf, Mami Ratih akan langsung mendiskualifikasinya jika calon menantunya ga bisa akrab dengan peralatan dapur. Sosok mertua kejam bukan. *** TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN