Pagi datang menjelang. Matahari sudah menampakkan dirinya diiringi oleh suara kicau burung yang terdengar samar. Cahaya matahari yang merembes masuk kini menyapu wajah Hana yang masih terlelap di kasurnya. Tak beberapa lama kemudian matanya mengerjap pelan, wajahnya mengernyit seiring kedua tangannya yang diregangkan ke atas kepalanya. Hana pun membuka matanya dan langsung menoleh ke arah samping.
Kosong.
Tidak ada lagi Nathan di sana. Hana sontak bangkit dari tidurnya dan mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kamar itu. Sedetik kemudian dia berlari keluar masih dengan rambut yang berantakan. Hana mencari keberadaan Nathan di semua pelosok rumah. Matanya terus menelusuri setiap sudut menjadi sosok itu, namun Nathan tidak ada di mana-mana.
“Kenapa dia selalu pergi tanpa pamit seperti itu?” bisik Hana lirih.
Hana kembali beranjak ke kamarnya dengan langkah gontai. Dia menghempaskan badannya kembali ke ranjang, lalu memejamkan matanya kembali. Padahal dia masih ingin menghabiskan waktu bersama Nathan. Dia masih ingin mengobrol dengan suaminya itu. Rasa rindunya belum terobati sepenuhnya. Semalam Hana bahkan sudah merencanakan jenis sarapan apa yang akan dia masak untuk Nathan di pagi hari.
Kelopak mata Hana kembali terbuka saat dia mendengar suara dering handphone. Dia pun menjangkau handphone itu, lalu segera memeriksanya. Ternyata itu adalah sebuah pesan w******p dari Nathan.
Maaf aku harus pergi buru-buru karena pagi ini jadwal syuting. Aku tidak tega membangunkan kamu karena kamu terlihat sangat lelap. Aku akan mengaktifkan nomor handphone ini lagi,tapi aku tidak janji bisa merespon dengan cepat.
Love you....
Bola mata Hana bergerak pelan mengikuti baris kalimat itu. tidak hanya sekali, dia bahkan membaca pesan itu berulang-ulang sampai kemudian sudut bibirnya terangkat. Hana tersenyum sambil memeluk handphone itu di d**a. Setidaknya keadaan kini kembali membaik. Dia akhirnya kembali mempunyai akses untuk berkomunikasi dengan Nathan.
Pesan singkat itu seperti memberi Hana sebuah energi baru. Dia pun segera bangun dari tidurnya dan bersiap untuk beraktivitas. Matanya tertuju pada tumpukan pakaian kotor di sudut kamar. Selain itu gorden warna cokelat s**u yang terpasang di kamarnya juga sudah tampak kotor. Hana pun mengikat rambutnya dan segera menyinsing lengan bajunya.
“Oke... mari kita beres-beres di pagi yang ceria ini,” bisiknya pelan.
_
Suasana ruangan yang tadinya berisik mendadak hening ketka seorang perempuan dengan rambut pirang memasuki ruangan itu. Semua mata pun langsung tertuju pada kecantikan perempuan itu. Postur tubuhnya begitu aduhai. Dia mengenakan mini dress warna merah menyala di atas paha yang menampilkan kaki jenjangnya. Kulit perempuan itu terlihat begitu putih dan berkilau. Saat dia membuka kacamata hitam besar yang menutupi wajah mungilnya, semua orang pun makin terpana melihat kecantikannya.
“Maaf aku datang terlambat... aku perlu waktu lebih lama untuk berdandan,” ucapnya seraya berjalan ke kursi yang sudah disediakan.
“T-tidak apa-apa... tidak apa-apa kok. Seorang artis secantik kamu memang perlu waktu khusus untuk merawat diri,” sela seorang pria paruh baya yang merupakan seorang produser.
Semua orang di ruangan itu pun tertawa canggung. Mereka semua berusaha keras menampilkan wajah baik-baik saja. Padahal mereka semua tadi sudah mengeluh karena sudah menunggu selama lebih dari satu jam dari jadwal yang seharusnya. Namun mereka juga tidak bisa memprotes karena sosok artis yang satu ini memang terkenal egois dan selalu berbuat seenaknya saja. Ketika tidak menyukai suatu proyek, dia tidak segan-segan meninggalkan proyek itu di tengah jalan.
Terakhir kali dia bahkan dia pernah menghilang ketika sedang menjalani syuting sebuah fiim. Dia menghilang selama hampir seminggu dan ternyata dia pergi berlibur ke luar negeri. Hal itu menambah rentetan catatan hitam perjalanan karir wanita cantik itu, namun karena kemampuan aktingnya yang luar biasa dan dia mempunyai basis fans yang banyak membuat semua itu tidak menjadi masalah. Namanya tetap bertengger di puncak popularitas. Perempuan itu bak selalu dipayungi oleh Dewi Fortuna. Semua brand yang memakai namanya pasti laris manis. Semua film dan sinetron yang dibintanginya juga pasti laku keras. dan perempuan itu bernama...
Samanta.
Nathan yang duduk di sebelah Samanta tidak menghiraukan kedatangan aktris itu sama sekali. Matanya tetap terpaku pada naskah yang kini sedang dibacanya. Agenda hari ini memanglah pembacaan naskah sebelum proses syuting dimulai. Aroma parfum Samanta pun langsung tercium menusuk hidung. Nathan pun segera mengibaskan tangannya untuk menghalau bau yang menurutnya tidak enak itu.
Samanta menatap heran, lalu berdecak pelan. “Kita akan menjalani syuting sebagai pasangan paling romantis sejagat raya... jadi sebaiknya kamu mulai menyingkirkan sifat cuek kamu itu.”
Nathan menatap sekilas. “Tidak usah khawatir... aku bisa berakting dengan baik tanpa harus berlatih dalam kehidupan nyata.”
“Hahaha....” Samanta tertawa pelan. “Benarkah? For your information, semua aktor yang pernah terlibat kerja sama bareng aku itu pasti mengalami cinta lokasi.” Samanta menatap genit.
Nathan langsung membuang muka dan setelah itu tidak lagi menghiraukan Samanta yang masih berceloteh di sampingnya.
Acara pembacaan naskah itu pun akhirnya dimulai. Semua aktor dan aktris yang terlibat mulai membaca naskah sesuai dengan urutan adegan mereka. Kegiatan itu berlangsung hikmat dan sangat serius. Tanpa terasa waktu pun berlalu. Pembacaan adegan Nathan dan Samanta kini sudah usai, namun keduanya masih berada di sana untuk mendengarkan pembacaan naskah tokoh-tokoh yang lain.
“Kamu tahu sebentar lagi pasti para penggemar akan melakukan banyak cocoklogi terkait kiya berdua,” bisik Samanta.
Nathan tidak merespon sama sekali.
“Bagaimana bisa kamu dingin sekali seperti ini? tapi aku suka tipikal pria seperti itu,” seloroh Samanta lagi.
Nathan pun merasa gusar, dia meletakkan naskah dialog ke atas meja dan beralih menatap Samanta.
Deg.
Nathan terhenyak melihat senyuman itu. Sejak kapan Samanta terlihat begitu menawan? Tatapan Nathan pun beralih pada bibir Samanta yang merah merona. Pria itu pun menelan ludah. Dia bahkan menahan napasnya untuk sekian detik. Melihat tingkah Nathan yang kikuk, Samanta pun tertawa pelan dan Nathan kembali tersadar dan segera memalingkan wajahnya.
“Kenapa? apa kamu baru menyadari kecantikan aku?”
Deg. Nathan mengunci mulutnya rapat-rapat.
Pandangan Samanta pun beralih pada handphone Nathan yang terletak di atas meja. Dia mengambil handphone itu dengan cepat. Nathan pun menatap heran dan bertanya-tanya apa lagi yang akan dilakukan oleh perempuan itu.
“Kamu mau apa, ha?” bentak Nathan dengan suara berbisik.
Samanta tidak langsung menjawab. Jemarinya masih sibuk mengetik sesuatu di layar handphone. Beberapa saat kemudian barulah dia menyerahkan handphone itu kepada Nathan.
“Itu adalah nomor w******p aku... siapa tahu nanti kamu membutuhkannya.” Samanta menyeringai menampilkan deretan giginya yang putih bersih.
“Aku tidak membutuhkannya,” ucap Nathan ketus.
“Sekarang mungkin belum, tapi nanti... siapa yang tahu.” Samanta mengedipkan matanya.
Nathan merasa gerah. Meskipun sudah berusaha keras untuk mengabaikan Samanta, tetapi perempuan itu terus saja berbicara padanya. Nathan benar-benar tidak sabar menunggu acara itu selesai. Dia benar-benar merasa tidak nyaman dengan sikap Samanta yang menurutnya begitu agresif.
“Ayolah... aku ingin segera pergi dari sini,” bisik Nathan dalam hati.
_
Acara pembacaan naskah yang terasa sangat lama itu pun akhirnya usai. Nathan sudah kembali ke kantor agensinya untuk beristirahat sejenak. Ketika melewati ruangan mbak Yessy, Nathan mendengar ada suara keributan. Dia pun segera mengintip untuk melihat apa yang sedang terjadi.
“Mbak tidak bisa seperti itu dong! jelas-jelas itu adalah proyek film untuk saya! saya bahkan sudah menyiapkan dari sejak setahun yang lalu.” Seorang pria berpenampilan klimis terlihat sedang meluapkan amarahnya.
“Saya tahu! tapi bagaimana lagi... semua bukan pure wewenang saya. Pihak PH sendiri yang ingin mengganti pemainnya dan lagi... apa kamu pikir kamu masih bisa melakukan akting dengan baik setelah apa yang terjadi pada hubungan kamu dan Samanta?” tanya mbak Yessy.
Pria yang memiliki fitur wajah seperti orang asia timur itu pun meneguk ludah. Pupil matanya bergetar seiring kedua tangannya yang mengepal kuat. Rahangnya yang tegas kini terlihat bergerak-gerak pelan. Dia benar-benar marah karena tiba-tiba saja dia kehilangan proyek film yang seharusnya menjadi miliknya.
“Apa itu bisa menjadi sebuah alasan untuk mengeluarkan saya dari proyek itu?” pemilik mata berwarna cokelat dengan bulu mata yang lentik itu emnatap mbak Yessy lekat-lekat.
“Eshan... hal seperti ini biasa saja terjadi dalam industri perfilm-an harusnya kamu sudah sangat-sangat mengerti,” ucap mbak Yessy.
Eshan menyapu wajahnya dengan telapak tangan, lalu mengangguk pelan. “Yah... semua karena anak emas kesayangan Mbak itu kan?”
Deg.
Nathan terkejut mendengar ucapan Eshan yang notabene adalah seorang seniornya. Belakangan ini hubungannya dengan Eshan memang semakin memburuk. Jauh sebelum kemunculan Nathan, Eshan merupakan seorang bintang yang sangat terkenal. Dulu dia juga pernah berada di posisi Nathan sekarang ini. Sebelumnya sosok Eshan juga merupakan anak kesayangan agensi, namun kehadiran Nathan lambat laun mulai menggeser eksistensinya. Tawaran yang masuk ke agensi hampir keseluruhan menargetkan Nathan. Hal itu tentu saja membuat Eshan meradang. Dia merasa kehidupannya sudah dirampas oleh sosok Nathan yang tiba-tiba datang dan mengusik segalanya.
“Sebaiknya kamus egera pergi! Kamu butuh menenangkan diri. Saya tekankan bahwa sikap kamu yang seperti ini tidak akan mengubah apapun.” Mbak Yessy kembali duduk di meja kerjanya dan beralih menatap layar komputer.
Eshan pun tersenyum getir. Setelah menarik napas dalam, dia pun segera keluar dari ruangan itu. Namun langkahnya langsung terhenti ketika melihat sosok Nathan. Eshan pun menatap sinis dan kemudian menepuk pundak Nathan perlahan.
“Bagaimana perasaan kamu setelah berhasil merebut proyek film itu?” tanya Eshan.
Nathan balas menatap tajam. “Aku tidak pernah merebut apa-apa dari siapapun.”
“Hahahaha... jadi kamu berpikir begitu?” Eshan mencibir seraya kembali tertawa.
Nathan menyeringai pelan. “Seharusnya kamu tidak menyalahkan orang lain ketika kehilangan pekerjaan. Seharusnya kamu menjadikan itu sebagai pelajaran. Kenapa kamu kehilangan pekerjaan itu? apakah yang kurang? Adakah yang salah? Intinya kamu harus mengakui kekurangan diri kamu sendiri.”
“Jangan sok menggurui ya, kamu!” Nathan langsung menunjuk-nunjuk d**a Nathan berulang-ulang.
Nathan pun hanya tersenyum. Setelah itu dia melipat tangannya di d**a, lalu kembali menatap tajam. “Kamu tahu... Samanta begitu agresif mendekati aku.”
Deg.
Raut wajah Eshan langsung berubah drastis. Dia terlihat terkejut. Matanya pun tidak lagi berani menantang Nathan.
Nathan tersenyum puas, lalu kembali melanjutkan langkahnya. Namun sebelum pergi dari sana, dia kembali berbisik pelan ke telinga Eshan.
“Bahkan hari ini dia memberikan nomor w******p-nya dan meminta aku untuk menghubunginya,” bisik Nathan seraya menyunggingkan senyum sinisnya.
_
Bersambung...