07. Peringatan Awal

1292 Kata
“Apa yang kau lakukan?” bisik Kimmy, bingung.  Dia tak takut sama sekali, hanya heran.              Satryo membawanya berlari agak jauh dan bersembunyi ke balik semak-semak lebat.  Barulah pemuda itu menurunkannya dan mendekapnya erat karena sempitnya area persembunyian untuk mereka.  Satryo tak perlu menjawab, Kimmy langsung mengerti maksud pemuda itu.             “Kita bersembunyi dari siapa?” bisik Kimmy lagi, lebih lirih dari yang tadi.             Satryo menutup mulut gadis itu dan menatapnya tajam, mengisyaratkan supaya gadis itu tak berbisik lagi.  Merasa penasaran, Kimmy menegakkan kepalanya ... ingin tahu apakah ada yang terjadi.  Tampak beberapa orang mengenakan masker hitam datang berkunjung, sebagian mengendap-endap masuk ke dalam rumah.  Tidak!  Mereka mendobrak masuk ke dalam kamar Kimmy!  Tak sadar gigi Kimmy bergemelutuk geram.              Satryo lekas menundukkan kepala Kimmy, bertepatan dengan itu ... seseorang dari mereka, yang berkepala gundul menoleh cepat kearah mereka.  Jantung Kimmy berdebar kencang,  Apalagi ketika menyadari, ada langkah kaki mendekat kearah mereka.  Satryo semakin merapatkan tubuh Kimmy hingga menempel erat ke tubuh pemuda itu.   Harum tubuhnya begitu maskulin, bukan karena parfum buatan pabrik. Ada aroma kayu manis yang menguar dari tubuhnya, juga bau telon yang menebarkan kehangatan.  Mencium bebauan itu menenangkan Kimmy yang tengah gelisah.  Dia memejamkan matanya dan menghirup dalam aroma itu dari tubuh pemiliknya.               Pupil mata Satryo melebar menyadari apa yang dilakukan Kimmy.  Namun ia harus tetap waspada dengan keadaan diluar, dimana si gundul yang mendekati mereka tengah menyibak dedaunan untuk memeriksa suara yang menganggu tadi.  Satryo menekan tubuh Kimmy yang sudah menempel ke tubuhnya semakin erat, alhasil p******a empuk gadis itu menekan dadanya yang kokoh.  Dia pria normal.  Wajar barangnya bereaksi karenanya, apalagi Kimmy masih menduselkan hidung mancungnya ke dadanya.  Gantian Kimmy yang alisnya naik ketika merasa ada benda panas dan keras menekan perutnya.  Dia bukan gadis polos, dia tahu persis benda apa yang mengusik bagian bawah tubuhnya.             Kimmy membuka matanya dan mendongak menatap si empunya barang, kebetulan Satryo sedang menunduk padanya.  Mata mereka bertemu dalam jarak pendek.   Jantung Kimmy berdebar kencang, tapi bukan karena takut pada si gundul yang semakin dekat, hampir berada di depan mereka.  Mereka terus bertatapan, sampai terdengar suara desisan rendah.  Kimmy nyaris menjerit saat merasakan ada sesuatu yang melata menggesek kakinya.  Satryo yang menangkap gelagat kurang menguntungkan itu segera bertindak.  Dibungkamnya jeritan Kimmy dengan ciuman agresifnya, sementara tangannya dengan cekatan menangkap ular kecil yang melata di dekat kaki Kimmy dan melemparkan kearah si gundul.             “Sontoloyo!”  Si gundul menyumpah kaget, lantas menginjak ular itu sekaligus mematikannya dengan geram.             Belum sempat dia bergerilya lagi, anak buahnya datang membawa laporan.               “Mang, gadis itu ndak ada di kamarnya.”             “Di tempat lain?” tanya si gundul gusar.  Masa dia pulang tanpa membawa hasil?             “Ndak ada dimana-mana, Mang!  Apa perlu kita menyatroni ke rumah induk?”             Dan berhadapan dengan Pak Lurah yang tinggal di rumah induk?  Belum saatnya!             “Ndak usah, kita balik dulu saja!”             Mereka pergi beriringan, meninggalkan sepasang insan yang asyik berciuman dengan napas memburu karena pasokan oksigen yang semakin menipis.  Akhirnya bibir mereka saling menjauh dengan wajah memerah.  Hanya saja warna memerah itu tak tampak di wajah Satryo yang berkulit gelap.  Pemuda yang sarat aura maskulin itu menatap lekat bibir Kimmy yang bengkak dan semakin merah akibat perbuatannya.             “Kamu sudah mencium bibirku dua kali, Mas,” celetuk Kimmy tanpa berpikir panjang.  Dia gadis kota yang biasa mengungkapkan apa yang ada dalam pikirannya secara terbuka.              Justru Satryo yang merasa jengah, dia membuang muka ke samping.  “Satu kali!” ralatnya ketus.             Yang pertama bukan dia yang mencium.  Bibir mereka tak sengaja bertubrukan, apakah itu layak disebut ciuman?  Rupanya Kimmy baru menyadari hal itu juga, dia menyengir geli.             “Iya, satu kali.   Tapi kamu yang memulai, Mas.  Jadi harus tanggung jawab!” goda Kimmy.             Kali ini Satryo tak bisa memungkiri, memang dia yang memulai ciuman mereka meski itu dilakukannya supaya mereka tak terpergok oleh si gundul.  Dia tak menyangka Kimmy meminta pertanggung jawaban hanya sekali dicium olehnya.             “Saya ndak bisa menikahimu!” tegas Satryo.  Masih banyak hal yang harus diselesaikannya, menikah tak termasuk dalam rencana hidupnya saat ini.             Mata Kimmy melebar mendengarnya.  Siapa yang meminta dinikahi?             “Saya tak minta dinikahi, Mas.  Lagipula, saya sudah punya tunangan tercinta.”             Deg!  Mengetahui Kimmy telah memiliki calon suami, entah mengapa membuat hati Satryo mendingin seketika.  Dia kesal, tak menyangka gadis yang telah bertunangan mau menanggapi ciumannya.             “Baik, urusan kita selesai disini!” ujar  Satryo dingin sembari berdiri cepat.             “Eh, belum!”  Kimmy menarik lengan Satryo hingga pemuda yang belum mendapatkan keseimbangannya itu menungging dan spontan berpegangan ke tubuh Kimmy.             Cup.             Pertemuan bibir mereka tak terelakkan karena saat itu Kimmy mendongak dengan bibir terbuka saking kagetnya.             Astaga!  Lagi-lagi ciuman nyasar itu terjadi diantara sepasang insan yang tak seharusnya bersama.   ==== >(*~*)                    Juragan Wardoyo sedang bergulat di atas ranjang dengan gendakan barunya, janda ayu mantan primadona pelesiran, tempat kaum hawa melampiaskan hasratnya.  Perempuan ini bersedia dijadikan simpanan juragan terkaya di Desa Gayam dengan iming-iming kemewahan.  Daripada ia mengangkang untuk banyak lelaki, lebih baik dia melayani satu bandot saja!             Meski telah berumur stamina Juragan Wardoyo di atas ranjang masih mumpuni.  Tua-tua keladi, semakin tua pria itu semakin edan!             “Yang keras, Mir!  l***e sepertimu memang juara!” ujar Juragan Wardoyo sembari tangannya meremas p******a perempuannya dengan keras.             Mirah meringis karena linu di dad*nya, juga di hatinya.  Meskipun dia adalah gendak kesayangan Juragan Wardoyo namun tak bisa dipungkiri pria bej*t itu cenderung merendahkannya yang notabene adalah mantan pel*cur.             “Aaah, Maaas!  Enak Maas!  Teruuus!” pekik Mirah disertai desahan sens*al yang membuat Juragan Wardoyo semakin bergair*h.  Dia merem-melek dihajar kenikmatan persetubuhan panasnya dengan gendakan terbarunya.             Di saat dia nyaris mencapai puncaknya, mata Juragan Wardoyo terbelalak ketika melihat wajah Mirah berubah menjadi sosok perempuan yang telah lama berusaha di lupakannya.  Perempuan yang melancarkan kutukan padanya!  Bukannya perempuan itu telah tewas?  Lantas siapa yang menungganginya sekarang?  Wajah Juragan Wardoyo berubah pias ketika perempuan yang duduk diatas selangkang*nnya mendadak menyeringai, memamerkan giginya yang berubah tajam.   Rambut perempuan itu memanjang, terurai tak karuan, dari sudut bibirnya mengalir darah busuk berwarna merah kehitaman.             Juragan Wardoyo menjerit lantas menghempaskan perempuan dari atas tubuhnya hingga perempuan itu terjatuh ke dipan dalam keadaan telungkup.  Berniat melarikan diri, Juragan Wardoyo bergegas membenahi sarungnya lantas beranjak dari peraduan.  Namun, ada yang menahan kakinya.             DUK!             Juragan Wardoyo menendang tangan itu, lantas dengan geram dia mencekik perempuan yang ditakuti sekaligus dibencinya itu.              “Mati kowe!” teriak Juragan Wardoyo kalut.             Mata perempuan itu memerah, lidahnya terjulur keluar.  Dia nyaris kehabisan napas.  Untung di saat genting itu terdengar ketukan pintu.   Juragan Wardoyo tersadar, dia segera menarik tangannya begitu tahu yang dicekiknya adalah gendakannya.             Mirah terbatuk dengan suara seperti orang tercekik.               “Maaas!  Ono opo, toh?” tanya perempuan itu gusar dengan suara serak.             Juragan Wardoyo tak menjawab, dia bergegas bangun dan membuka pintu kamarnya.  Berdiri didepan kamarnya, begundal yang amat dibanggakannya ... Satryo Pingitan.             “Apa kamu sudah memperingatkan gadis kota itu?” tanya Juragan Wardoyo langsung.             Satryo mengangguk tegas.  Dia memberikan robekan baju seorang wanita pada tuannya sebagai bukti tugas telah diselesaikannya dengan baik. “Dia ndak akan menyalahi kutukan itu.”                  Juragan Wardoyo tertawa puas.  “Bagus!  Aku mengandalkanmu, Satryo.  Sementara centengku pulang dengan tangan kosong, kamu membawa kabar baik.  Kamu ndak membuat gadis itu lecet toh?” selidik Juragan Wardoyo.             Pertama kali melihat Kimmy, dia langsung tertarik.  Gadis kota itu begitu rupawan dan langka!  Dia belum pernah mencicipi gadis bule.   Juragan Wardoyo berniat menjadikan Kimmy sebagai salah satu koleksi simpanannya.             “Ndak, Juragan.  Saya hanya memberinya peringatan awal.”             “Bagus!  Bagus!”  Juragan Wardoyo tertawa girang.             Di matanya terbayang sosok mempesona berambut pirang kecoklatan dengan mata berwarna biru cerah.   Juragan Wardoyo menjilat bibirnya, tak sabar ingin menikmati kemolekan gadis itu.  Sementara itu Satryo menatapnya dengan pandangan misterius.  Tak ada yang tahu apa yang dipikirkan pemuda raksasa berkulit gelap itu.   ==== >(*~*)               Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN