Jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi, dan sang surya pun mulai memunculkan sinar kemegahannya. Fiona terbangun karena sinar-sinar nakal yang menyusup melalui celah gorden.
Dia mulai mengerjapkan matanya dan mulai merenggangkan otot tubuhnya, dan dia mulai sadar, jika saat ini dia sudah tak memakai pakaian satu pun. Fiona mulai mengingat apa yang mereka lakukan tadi malam, dan hal itu membuatnya semakin merona.
Kata cinta yang Derdi ucapkan, dan penyatuan mereka lakukan, membuatnya blushing pagi ini. Lalu Fiona menolehkan kepalanya, melihat jam yang berada di nakas, dan seketika matanya mengerjap.
"Mati, gue telatttt!" pekiknya, Fiona terkejut dan langsung berdiri, namun ketika mau melangkahkan kakinya, bibirnya mulai merintih kesakitan bahkan tak untuk mampu berjalan.
"Awwh!" ringis Fiona, dan hal itu sukses membuat Derdi terbangun dari tidurnya.
"Kamu kenapa, Baby?" tanya Derdi yang masih belum sepenuhnya sadar, tapi dia langsung bangun dan terduduk di ranjangnya. Derdi mulai mengusap matanya dan menajamkan penglihatannya untuk melihat apa yang terjadi dengan wanitanya itu.
"Itu aku sakit," ucapnya pelan, Fiona bahkan masih merasa canggung dengan Derdi saat ini.
"Hahaha
Fiona kesal, bukannya dibantu, justu ditertawakan.
Yuk, aku gendong, kita mandi bareng aja deh," ucap Derdi langsung membopong Fiona, ya ampun mereka padahal masih sama sama naked.
"Cukup mandi, nggak ada tambahan apa pun, oke?" peringat Fiona, dia masih merasakan sakit pada miliknya dan cukup takut jika mau melakukannya lagi.
"Nggak janji, Sayang," ucap Derdi sambil menyeringai m***m.
"Ih, udah telat kerja tauuuu!" ucap Fiona lagi dan Derdi tak mendengarkan itu.
Lalu kegiatan mandi yang seharusnya menghabiskan waktu dua puluh menit sekarang sampai dua jam lamanya.
Setelah selesai dengan kegiatannya, Derdi memutuskan untuk berangkat ke kantor karena sebentar lagi ada meeting, dia juga sudah membelikan sarapan untuk Fiona. Hari ini Fiona ini tidak masuk kerja, you know lah karena apa (digempur habis habisan sama satu orang itu).
Setelah Fiona sarapan, dia langsung melanjutkan tidurnya lagi karena memang badannya terasa remuk karena ulah bosnya itu. Derdi terus-terusan memasukkan miliknya dan itu membuat Fiona baru merasakan jika tubuhnya remuk sekarang. Derdi tidak ada capek-capeknya kalau urusan memasuki dirinya.
Sedangkan Derdi, sedari tadi, dia hanya senyum-senyum sendiri, dia bahkan tak menyangka jika efek bercinta dengan Fiona akan sedahsyat ini. Dia rasa, dia benar-benar jatuh cinta dengan Fiona. Derdi bahkan ingin terus melakukannya lagi dan lagi, dia tidak akan puas bercinta hanya sekali dengan wanita itu. Dia bahkan ingin menyelesaikan semua meetingnya dengan secepat mungkin dan ingin segera memeluk wanita kesayangannya itu.
Jam sudah menunjuk pukul dua belas, waktunya untuk makan siang. Derdi langsung memesankan delivery order untuk Fiona, setelah itu dia langsung menelpon kesayangannya itu. Bahkan baru sebentar saja Derdi sudah merindukan Fiona, benar-benar rindu akan dirinya, bukan hanya rindu berada di dalamnya. Ah, bahkan hanya dengan memikirkannya pun, sudah membuat nya tegang seketika, apalagi ketika membayangkan tubuh Fiona yang sialnya seksi banget itu rasanya Derdi ingin segera pulang dan menidurinya lagi dan lagi.
Hallo, Sayang?
Gimana keadaanmu, udah baikan? Eh udah aku pesenin makanan, mungkin sebentar lagi sampai.
Oh, udah baik-baik sekarang? Ya udah, istirahat aja ya. Love you.
..
Derdi tersenyum penuh ketulusan setelah mendengar kata kata dari Fiona, membuatnya semakin ingin cepat-cepat pulang untuk merengkuh gadisnya itu.
"s**t! Memikirkannya saja membuatku mengeras seperti ini," ucapnya pelan.
Derdi lalu keluar kantor setelah menyelesaikan urusan di kamar mandi. Kali ini meeting diadakan di luar ruangan, mereka sudah berjanjian untuk rapat. Ah, dia harus menyiapkan dirinya karena orang yang dihadapinya pun tidak main-main sekarang.
Karena masalah yang dibahas cukup pelik, membuat mereka harus memakan cukup waktu untuk membahas projek kali ini. Walau Derdi sebenarnya sudah bosan, tapi dia masih menghargai itu. Setelah jam sudah menunjuk pukul tiga akhirnya rapat itu pun selesai, dia menghela napas panjang lalu mengemudikan mobilnya menuju apartemennya.
Sedangkan di apartemennya, Fiona sedang asik membuat kue kering di dapur. Kegiatannya ini membuatnya sampai lupa waktu. Entah kenapa, dia tidak bisa beristirahat. Fiona sudah terbiasa bekerja dari pagi hingga sore, saat dia beristirahat pun rasanya berbeda. Dia hanya bisa menggulingkan badannya ke kanan dan ke kiri, hingga akhirnya dia melihat video membuat kue kering yang lucu-lucu, sehingga membuatnya ingin membuat kue itu juga. Fiona pada dasarnya sangat suka memasak dan membuat berbagai macam makanan manis yang lucu-lucu, seperti kue kering ini. Tapi karena kesibukannya, sering kali dia tidak sempat untuk menyalur kan hobinya tersebut.
Setelah hampir dua jam akhirnya kue kering yang dia buat pun selesai, dia mendinginkannya terlebih dulu lalu menaruhnya di toples dan di tempatkan di ruang televisi. Karena sedikit lelah, Fiona memutuskan untuk menonton televisi sambil memakan kue buatanya.
Ting nong~ Ting nong~
Fiona melihat jam yang baru menunjukkan pukul tiga, lalu Fiona mulai membuka pintu apartemen, dilihatnya perempuan separuh baya dengan sebuah senyuman anggun. Fiona tidak tahu siapa yang berada di depannya ini, Fiona bahkan bingung harus menyapanya dengan panggilan apa, hingga akhirnya dia memutuskan untuk menyapanya.
"Selamat datang, Nyonya," ucap Fiona canggung, ah dia tidak tahu sapaannya benar atau tidak, yang pasti dia sudah berkata sopan, kan?
"Kamu siapanya Derdi?" tanya perempuan itu bingung, hal ini membuat Fiona lebih bingung, dia takut salah bicara. Kelihatannya perempuan ini memiliki kedudukan yang tinggi, bisa dikatakan orang kaya.
"Enghh, itu ..., " Fiona bingung harus menjawab . "Itu saya cuma tem ucapan Fiona terpotong oleh suara Derdi di belakang wanita tersebut.
"Mamah kenapa ke sini, Mah?" tanya Derdi yang baru datang, dia datang tepat waktu untuk menyelamatkan Fiona dari kecanggungan ini.
"Kenapa kalau Mama ke sini? Kamu ya! Dasar anak durhaka kamu! Kapan nengokin mama sama papa heh? Nunggu mama nggak ada?" ucap mamanya kesal, mereka langsung masuk ke dalam apartemen Derdi, agar lebih nyaman untuk mengobrol.
"Maafin aku, Mah, Mamah, kan tahu, perusahaan lagi sibuk-sibuknya. Maafin ya? Weekend aku nginep di sana deh," ucap Derdi yang masih di belakang mamanya, menggiring mamanya agar segera duduk di sofa.
"Eh iya, ini siapa, Sayang?" tanya mamanya penasaran.
"Ini Fiona, Mah, sekertaris aku sekaligus calon mantu Mamah," ucap Derdi membuat mamanya tersenyum.
"Astagaaa! pekik Diandra senang, dia tidak tahu kalau sebenarnya anaknya sudah punya calon. Mamah kira anak mamah yang satu ini gay loh, orang Mama aja nggak pernah lihat dia bawa pasangan."
"Hehe, seneng berkenalan sama, Tante, duduk dulu, Tan, tadi aku habis buat kue kering loh, baru aja mateng," ucap Fiona sopan.
"Mamah, Sayang, panggil Mamah aja ya?" perintah Diandra lagi.
"Siap, Ma," ucap Fiona malu, Fiona lalu menghampiri Derdi dan mengambil tas kerja serta jasnya
"Mandi dulu, okey?" ucap Fiona lalu menaruh barang Derdi dan langsung mengambilkan baju yang akan Derdi pakai nanti. "Aku nemenin mama kamu dulu ya?"
"Iya, Sayang," jawab Derdi sambil mencium pipi Fiona gemas.
"Ih, cium-cium mulu!" ucap Fiona langsung keluar dari kamar dan menghampiri Mamanya Derdi.
"Eh, Fi, kue keringnya enak loh, twins bakalan suka nih pasti!" ucap Diandra pada calon menantunya.
"Aku masih punya loh, Mah, nanti dibawa pulang aja ya? Kalau boleh tahu, si kembar umur berapa, Ma?" tanya Fiona penasaran.
"Si kembar baru umur lima tahun, Fi, sekolah paud sekarang," jawab Diandra, dia masih menikmati kue kering yang dibuat oleh Fiona itu.
"Jauh banget ya, Mah, jaraknya sama kak Derdi?" ujar Fiona lagi, karena memang jauh sekali jarak umur mereka.
"Iya, Fi. Ya gitu deh, gara-gara noh si Derdi yang nggak pernah pulang ke rumah. Mama, kan jadi kesepian. Ya udah dehhh, Mama sama Papa buat lagi aja. Makanya, jaraknya jauh banget sama Derdi. Dia mah mau umur 27 kali udah tuwir nggak mau nikah-nikah dia!" ucap Diadra kesal. Seharusnya Derdi segera memberikannya cucu, tapi justru masih belum menikah juga.
"Loh, kenapa nggak mau nikah, Mah? Ehmm, maaf kalau aku kebanyakan nanya," ucap Fiona lagi, dia meminta maaf karena sedari tadi banyak nanya tentang keluarga Derdi. Tapi dia juga harus tahu bukan, bagaimana keluarga orang yang nantinya akan menjadi keluarganya juga.
"Nggak papa, Sayang. Ya gitu deh, tiga tahun lalu dia mau nikah, eh kita udah siap semua, kan ya, pesta bahkan semuanya sudah siap. Eh nikahannya batal gara-gara si perempuan jalang yang nggak tahu diri itu! Tega-teganya dia membohongi anak saya dan cuma memanfaatkan uang anak saya. Jahat banget, kan ya?" ucap Diandra. Dia bahkan masih marah karena wanita itu mempermainkan perasaan anaknya.
"Kasihan banget, Ma, kak Derdi. Pantesan waktu aku minta dinikahin dia kelihatan marah gitu, Ma," ucap Fiona lagi
"Udah deh, percaya sama Mama. Cepat atau lambat Derdi pasti nikahin kamu, atau ...," ucap Diadra menggantung.
"Atau apa, Mah?" tanya Fiona penasaran.
"Cepetan kasih Mama cucu agar Derdi cepet nikahin kamu," ucapan Diadra membuatnya merona. Diandra orangnya memang gitu, dia orang tua yang tidak kolot.
"Ih, Mamah!" Fiona malu setengah mati karena ungkapan Diandra itu.
"Eh, nggak deng. Mama tahu kamu tadi malam abis kerja keras, kan buatin mama cucu?" Fiona hanya melongo mendengar itu, Diandra ternyata sama saja kalau berbicara, tidak ada saringnnya seperti anaknya yang m***m itu. Derdi, kan begitu juga, kalau berbicara langsung saja tanpa pikir panjang.
"Ah, Mama, ada-ada aja deh." Fiona mengelak, dia malu kalau harus mengakuinya.
"Nggak usah malu sama Mama, Sayang, Mama tahu kamu tadi malem abis ehem-ehem, kan sama anak Mama? Auh ganas juga ternyata dia, sampai buat leher kamu merah semua gini," ucap Diandra to the point. Mungkin saringannya sudah rusak, makanya begini.
"Aduh, Ma, aku malu tahu," ujar Fiona lagi. Ah, mukanya mau di taruh di mana? Padahal di depan mama mertuanya lho ini.
"Ma, kapan pulang?" ucap Derdi saat dia baru keluar dari kamarnya.
"Heh! Bukannya disambut malah nanya kapan pulang mulu, kenapa? Nggak suka Mama di sini? Ya udah, Mama pulang! Bye cepet buatin Mama cucu yang embulsss-embulsss, oke! Awas kalau nggak jadi, berati kurang top cer kamu, Der," ucap mamanya meledek. Masih saja dia bercanda, tapi bercandaannya ini akan dilakukan oleh Derdi. Mana mungkin dia melewatkan kesempatan emas ini?
"Eh, Ma, bentar. Aku ambiln kuenya dulu," ucap Fiona lalu mengambilkan toples dan ditaruh di totebag dan diberikan kepada Diandra.
"Makasih, Sayang," ucap Diandra di depan pintu apartemen. Dia memutuskan untuk pulang karena anaknya sudah memberikan kode agar dia segera pulang. Ah anak muda mah gitu, dasar anak zaman sekarang.
"Hati-hati, Ma," ucap Fiona dan Derdi.
"Kamu tadi ngomong apa sama Mama?" tanya Derdi saat mereka sedang menonton televisi, dengan Fiona yang tiduran di paha Derdi, sedangkan laki-laki itu sedang asik memakan cookies buatan Fiona.
"Mama tadi bilang suruh buatin cucu," ucap Fiona jujur, ah bilang aja pengen ena-ena lagi Fi, banyakan ngomong sih.
"Ya udah, yuk buat sekarang!" Derdi mah ayo-ayo aja, mana mungkin dia menolak hal ini, nggak tau apa yang perkatannya ini membuat Fiona merona, malu-malu meong.
"m***m ih, aku masih capek tahu! Ituku masih sakit," ucap Fiona pelan, memang benar miliknya masih terasa sakit sekarang.
"Mau aku obatin nggak?" tawar Derdi, nah, kan dia mulai mencari kesemopatan dalam kesempitan lagi.
"Emang bisa?" tanya Fiona sambil menaikkan satu alisnya, apalagi kalau Fiona mulai menantangnya seperti ini, Derdi semakin merasa tertantang.
"Bisa kok! Caranya itu, kita harus bercinta lagi supaya milikmu terbiasa dengan punyaku dan nggak sakit lagi deh," ucap Derdi vulgar tanpa saringan.
"Ih, mau kamu tuh ya! Emang kalau nanti aku hamil kamu mau tanggung jawab? Mau nikahin aku? Beneran? No tipu-tipu?" tanya Fiona lagi yang sukses membuat Derdi menegang dan Fiona tahu alasan kenapa ini terjadi. Derdi trauma akan pernikahan.
"Kamu kenapa, hem?" tanya Fiona lagi, "nggak mau cerita? Semua beban akan berkurang kalau mau berbagi loh?" ucap Fiona meyakinkan Derdi.
"Aku trauma pernikahan," ucapnya singkat. "Aku nggak mau kalau nanti saat aku bener-bener udah mempersiapkan semuanya malahan pernikahanku batal."
"Hey, look at me, Baby." Fiona mengarahkan pandangan Derdi ke matanya. "You trust me? I'm promise, i never leave you because i love you," ucapnya langsung mencium bibir Derdi dan membuat sang empunya membelalakkan matanya, laki laki itu terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Fiona padanya.
"You love me? I don't believe that," ucapnya gembira.
"Yes! Yes i love you, Baby," ucap Fiona lebih lantang lagi lalu memeluk Derdi.
Derdi menatap Fiona lagi, menatapnya dalam lalu menciumnya lagi. Ah, rasanya Derdi sangat bahagia mendengar ucapan cinta dari Fiona. Dia berharap semoga bisa selamanya seperti ini. Walaupun pertemuannya masih terbilang singkat, tapi dia merasa kalau Fiona memang jodohnya, dia tidak akan melepaskan Fiona lagi. Dia benar-benar mencintai wanita yang ada dipelukannya ini.