GEMURUH

926 Kata
Adzan subuh berkumandang, Era telah bangun dari tidurnya dan membuat teh hangat yang telah disiapkan bahannya di kamar hotel. Tubuhnya telah tercium bau harum aroma sabun Era memang terbiasa bangun pagi. Ia bersandar di sofa sambil bibirnya melantunkan dzikir. Sesekali matanya basah kemudian ia menghapusnya. Era sengaja diam dan tidak membangunkan Azzam. Era ingin membiarkan Azzam merasa tenang. Era tidak ingin mengganggunya. Hingga Azzam pun terbangun sendiri dari tidurnya. Azzam menuju kamar mandi, mengambil air wudhu kemudian salat subuh. Rakaat demi rakaat ia lalui, darahnya berdesir saat khusyuknya terusir, terbayang wajah Abinya. Lelaki pertama yang suaranya berkumandang di telinga, lelaki pertama yang mengajarkan kebenaran dan cinta, lelaki pertama yang mengajarinya naik sepeda. Lelaki itu kini yang menjadi sosok iblis di otaknya. Azzam terus bersujud, berderai air matanya. Luka di hatinya mengucurkan darah segar. Azzam menikmati sujud pnjangnya kali ini hingga duduk akhir salatnya. Lantunan doa ia panjatkan. Ia bangkit, melipat sajadah kemudian meletakkannya di tempat semula. Ia duduk di samping Era. "Kita harus pulang agar Ummi tidak panik. " "Aku tidak ikut pulang, Kak. "Era bicara tanpa memandang wajah Azzam. "Kenapa? " "Biar aku menyelesaikan masalahku. Semalaman aku telah memikirkannya. " Era bicara dengan masih membuang muka. "Kamu mau kemana? " "Aku akan bekerja di luar kota saja sambil menunggu perutku membesar. " "Lalu kamu pikir aku akan rela kamu menanggung sendiri perbuatan jahat bapakku? " Era menatap tajam ke arah Azzam. Azzam menarik napas panjang kemudian menghembuskannya perlahan. Ia mengarahkan jemari tangannya ke arah perut Era. Ia membelai perut yang membuncit itu dengan perasaan sayang yang luar biasa. "Kita akan rahasiakan semuanya dari Ummi sambil aku menata diri. Aku berjanji akan membuat semua baik-baik saja. " Azzam berkata pada Era. Azzam tahu Era terluka dan untuk menghapus luka itu Azzam harus bicara baik-baik padanya. "Tidak kak! Aku tetap akan pergi meninggalkan rumah Kak Azzam. Aku tidak bisa berada di rumah itu setelah aku mendengar kabar kehamilanku. " "Era.... "Panggil Azzam setengah merintih. Era tidak pernah tahu betapa cinta Azzam pada dirinya. Yang Era tahu adalah perasaan bergemuruh yang demikian besar, gemuruh karena amarah yang telah tumpah ruah. Atas itu Azzam tetap berusaha bersabar. "Aku akan berbuat yang terbaik untukmu. Percayalah... " Era menunduk, Azzam menarik lengan Era dengan penuh kesabaran. Ia tidak marah melihat tingkah Era. Azzam tahu bagaimana perasaan Era hari ini. "Kita pulang ya, aku mohon jaga hati Ummiku. " Era hanya diam, mengikuti langkah Azzam menuju pintu keluar. Kemudian mereka bersisihan menuju tempat parkir. Pagi hari Azzam harus tiba di rumah sebelum Umminya menghubunginya kemudian menanyakan ia dan Era berada dimana? Azzam tidak akan bisa menjawab dan berkelit lagi. Itu sebabnya demi membuat semua tetap baik-baik saja maka Azzam memutuskan untuk pulang dan mencari aman. "Ku mohon bersabarlah sedikit saja. " Pinta Azzam sambil menggenggam jemari mungil di sampingnya. Era masih juga diam. Azzam tetap bersabar. Sebelum pulang Azzam menuju apotek, membeli plaster dan juga beberapa obat-obatan agar Ummi dan Abinya yakin bahwa Era benar-benar opname tadi malam. Sesampainya di rumah, Azzam masuk tanpa mengucapkan salam. Semua anggota keluarga sedang sarapan di ruang makan. "Kak, tumben nggak salam dulu. " Azzam tersenyum tipis. "Maaf, Um. " "Ayo sarapan dulu. " Arum meminta Azzam dan Era untuk duduk di ruang makan bersama dengan yang lain. "Alhamdulillah Era sudah boleh pulang. Kata dokter sakit apa? " "Hanya sakit perut Um, tadi malam di observasi saja, kalau pagi ini kondisinya tidak kunjung membaik maka Era harus opname. Beruntung kondisi Era makin membaik. "Azzam berusaha menjelaskan sambil matanya tajam menatap Bagas. Beberapa menit kemudian ke dua mata itu saling bertatapan. Azzam tidak menunduk sama sekali. Ia seolah ingin menyampaikan pesan lewat bola matanya bahwa ia mulai memusuhi Abinya. Bagas terkejut melihat tatapan mata Azzam. Ia tidak menyangka Azzam seberani ini sekarang. "Kalian serius ke rumah sakit tadi malam? " Tanya Bagas mulai memancing keributan. Azzam tetap tenang, ia tidak bereaksi atas kalimat yang diucapkan oleh Abinya. Azzam juga diam tidak menjawab hingga Era bersuara. "Era permisi ke kamar dulu. " Dan tanpa menunggu persetujuan tiba-tiba Era langsung pergi menuju kamarnya. Ia sedang berlomba menyelesaikan rasa sakitnya. Rasa ngilu di kisi-kisi hatinya. Era menangis terisak-isak, ia begitu kecewa membayangkan di rahimnya telah hidup janin yang di darahnya mengalir darah manusia sebrengsek Bagas. Ia merasa jijik pada dirinya sendiri. Di ruang makan, semua sedang menyelesaikan makan paginya dan berkutat dengan pikiran masing-masing. Tampak Arum membereskan piring bekas makan dan membawanya ke dapur. Azzam masih menatap Abinya dengan tatapan penuh kebencian lalu berujar. "Ada banyak orang yang bisa menyembunyikan kebusukan dirinya dari manusia lain tapi tidak dari Tuhannya !" Suara Azzam yang bernada berat itu membuat Bagas menatap ke arah asal suara. "Kamu bicara dengan Abi? " Tanya Bagas seperti orang gila. "Tidak! Aku sedang bicara dengan seorang yang amoral yang berada di hadapanku. " Azzam mulai bersikap tidak sopan. Sulit bagi Azzam mengendalikan dirinya dalam situasi saat ini. Hampir saja terjadi keributan. Beruntung Arum segera datang dan kembali bergabung bersama mereka. Arum menangkap gelagat kurang nyaman diantara ayah dan anak yang sedang duduk di depannya. Arum diam kemudian meminta Azzam menuju ke ruangannya. Azzam bangkit begitu juga dengan Bagas namun menuju ke arah yang berbeda. Azzam menuju ruang kerja Arum sedang Bagas siap-siap berangkat ke kantor. Mereka diam tak saling menyapa. Tak ada lagi rasa hormat di mata Azzam pada Abinya. Di mata Azzam saat ini abinya demikian hina. Demikian kotor dan demikian memalukan. "Aku ke kantor dulu, mobilnya aku bawa ya..." Suara Bagas pada Arum. Arum hanya mengangguk kemudian mencium punggung lengan lelaki itu. Azzam membuang muka. Begitu hormat Umminya terhadap Abinya. Andai Umminya tahu perbuatan Abinya hari ini masihkah Ummi menghormati Abi? Desis Azzam dalam hati.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN