PERJUMPAAN TAK SENGAJA

861 Kata
Seperti biasa Azzam berangkat ke kantor pagi-pagi sekali karena ia harus mengantar Abinya juga Era, namun hari ini Azzam berangkat agak siang karena Era sedang tidak ke sekolah dan abinya naik angkutan online sejak pagi tadi. Pukul delapan pagi Azzam baru akan berangkat ke kantornya. “Naik apa, Nak ?” Tanya Arum pada Azzam. Yang ditanya hanya sedikit mengangkat wajahnya lalu menunduk lagi, ia sibuk merapikan berkas yang harus ia bawa ke kantor. “Azzam naik motor aja, Um.” “Lho, kenapa nggak bawa mobil ?” “Enak naik motor, Um. Lebih cepat sampai.” “Hati-hati di jalan lho, ya.” Azzam mengangguk, mencium lengan umminya kemudian mengucap salam dan berangkat ke kantor. Sesampainya di kantor Azzam membuka laptop dan merapikan catatannya, ia nampak tergesa-gesa sekali. Lalu ia ingat ada satu berkas yang sudah di tanda tangani oleh kepala divisinya namun tidak terbawa olehnya, sedangkan berkas tersebut harus ia tunjukkan pada rapat pahi ini. “Kemana ya ?” tanyanya dalam gumamnya sendiri. “Kamu sibuk amat, lagi nyari apa ?” “Berkasku tertinggal di rumah.” Azzam mencoba menjelaskan pada Heru teman satu ruangan. “Ambil saja dulu kalau memang penting.” Azzam kemudian mengambil ponsel dan menghubungi umminya. “Assalamualaikum ummi.” “Waalaikumsalam, Nak.” “Um, bisa minta tolong ?” “Iya, ada apa ?” “Berkasku tertinggal di kamar, bisa tolong ummi lihatkan kah ? Nanti kalau ada aku pulang untuk mengambilnya.” “Sebentar ya...” Arum menuju kamar Azzam mencari berkas yang disampaikan oleh Azzam. Kemudian Arum mengambil gambar dari satu persatu berkas yang ada di sana. Azzam menghubungi umminy lagi. “Assalamualaikum.” “Waalaikumsalam.” “Iya betul itu berkasnya, Um. Biar aku pulang untuk mengambil.” “Lho, nggak usah pulang biar ummi yang mengantar ke kantor mu.” “Janganlah, Um. Nanti ummi capek.” “Nggak kebetulan ummi juga mau ke kota untuk membeli beberapa bahan.” Arum menutup telpon mereka kemudian berkemas hendak mengantarkan berkas yang Azzam minta. Perlahan tapi pasti Arum mengendarai mobilnya, ia biarkan langkahnya sampai di kantor tempat kerja putranya. Sebagai ibu, adalah inginnya untuk bisa sampai di kantor sang putra. Pasti bangga melihat putranya bekerja nantinya. Arum memarkirkan mobil tepat di tempat yang ditunjuk oleh juru parkir. Ia turun dari mobilnya pelan-pelan khawatir pintu mobilnya mengenai mobil mewah di samping mobilnya. Seorang lelaki membuka pintu mobil mewah itu. Sesosok wajah teduh yang berbulan-bulan ia rindukan. Arum mengerjapkan matanya tak percaya bahwa saat ini ia sedang berjumpa dengan sosok yang ada di depannya. Lelaki itupun melihat Arum, matanya berbinar, senyumnya mengembang, letihnya yang tadi menggumpal kini hilang. Dua mata itu saling bertatapan dalam gairah dan rindu yang membuncah. “Arum ?” Suara lelaki itu menyapa. Wanita yang dipanggil Arum mengangguk. Pipi putihnya mendadak merona merah. Cantik nian juga jelita. “Mas Hendrik...” Sapa Arum terbata. “Kamu pasti akan menemui Azzam kan ?” Sekali lagi Arum mengangguk. Ia terperangah saat tahu bahwa Hendrik ternyata mengetahui Azzamnya bekerja disini. “Mas Hendrik tahu kalau Azzam bekerja disini ? Atau jangan-jangan Mas Hendrik yang menerima Azzam bekerja disini ?” Arum memberondong Hendrik dengan banyak pertanyaan dan semua hanya dijawab oleh Hendrik dengan senyuman. “Kita bicara di kantin, yuk.” Ajak Hendrik pada Arum. Arum bingung harus mengiyakan atau menolak ajakan lelaki tampan ini ? “Kamu serahkan dulu berkasnya dan jangan pernah bercerita pada Azzam bahwa kantor ini milikku.” Sekali lagi Arum mengangguk. Ia tak banyak berkata-kata karena bibirnya sibuk dengan hatinya sendiri. Oh... bertemu dengan seseorang yang dirindukan dan namanya terpintal dalam doa setiap saat. Apakah ada yang tahu rasanya ? Ponselnya bergetar.. “Azzam memanggil.” Ucap Arum pada Hendrik yang masih tegak berdiri di samping mobilnya. “Kamu ke tempat Azzam, aku tunggu di kantin. Oke.” “Oke.” Jawab Arum singkat. Arum bertemu dengan putra sulungnya itu sambil menyerahkan berkas yang ia minta. "Ummi... terimakasih sudah mengantar ini kemari. " "Iya, santai saja, kerja yang baik ya. " "InsyaAllah, Um. " "Ya sudah ummi pamit pulang dulu. " "Kita minum di kantin dulu ya, Um. " Mendengar kata kantin mendadak Arum bingung, kebingungan yang tertangkap oleh Azzam namun Azzam mencoba diam. "Oh nggak usah, Nak. Ummi mau langsung pulang saja. " "Ya... Azzam pikir kita bisa ngobrol dulu di kantin. " Azzam lalu mencium lengan umminya seraya tersenyum kecil. Arum melepas Azzam hingga hilang. Ia pun segera bertanya pada satpam dimana letak kantin yang dimaksud oleh Hendrik tadi. Satpam pun mengarahkan Arum hingga sampailah ia di kantin yang dimaksudkan. Berdiri tegak di belakang lelaki bertubuh tegap, berkulit putih dan pemilik senyum manis itu membuat jantung Arum berdetak lebih kencang dari biasanya. Ada perasaan nyaman dan indah tak terkatakan namun Arum tak tahu rasa apakah itu? Lelaki itu kemudian menoleh saat menyadari ada seseorang di dekatnya. "Arum..., duduklah. " Dengan wajah yang masih bersemu merah Arum mengambil tempat di samping Hendrik. Mereka berbincang tentang banyak hal, berkisah tentang cinta dan kesetiaan. Tentang rindu dan harapan. "Ini dosa...ini dosa.. ini dosa. " beberapa kali hatinya mencoba meratap. Saat ia menyadari bahwa ia bahagia dengan pertemuan ini. Dulu, Hendrik demikian mengagungkan Arum dan tanpa Hendrik ketahui Arum pun sesungguhnya memiliki rasa yang sama, hanya saja, keinginannya untuk taat pada perkawinan membuat Arum mengubur dalam-dalam perasaan itu. Dan saat kini pertemuan tidak disengaja itu terjadi, hati Arum merasakan sesuatu yang indah, sangat indah, bahkan lebih dari yang kemarin. Itulah mengapa Arum takut. Ia takut tak dapat mengendalikan dirinya. Terlebih ketika tatapan seperti tatap mata elang itu singgah di ke dua bola matanya. Uft, ia makin terpesona.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN