BAB 8. Pertemuan kedua Hanna Vino

1242 Kata
Hanny masih tidur pulas. Sampai dia tak sengaja mendengar suara kakaknya yang berteriak. Hanny bergegas bangun dan mencari dimana sang kakak. “HANNY TOLONGIN KAKAK!” Hanna didalam kamar bapaknya. Dia masih berusaha menahan bapaknya yang mau berbuat tak pantas kepada dia. Hanny mendengar suara kakaknya di dalam kamar sang bapak. “Bapak!” Hanny tak habis pikir dengan kelakukan bapaknya itu. Hanny tak tahu harus melakukan apa. Hanny melihat botol-botol minuman berserakan di kamar bapaknya. Hanny mengambilnya dan langsung memukulkan botol itu ke kepala sang bapak. Tuk! Daras segar keluar dari kepala bapaknya. Hanny terjatuh kaget. Dia membunuh bapaknya kah? Hanna lega sekali, walaupun harus dengan cara ini, Hanna bisa lepas dari bapaknya. “kakak. Aku bunuh bapak. Hiks....” Hanny menangis melihat bapaknya yang sudah terkapar di lantai tak berdaya. Hanny tak percaya mengingat semua yang dia lakukan tadi. “gak apa-apa sayang. Bukan salah Hanny.” Hanna langsung berlari dan menghampiri Hanny. Dia memeluk Hanny yang menangis histeri. “tapi kalau nanti Hanny masuk penjara karena bunuh bapak gimana kak?” Hanny ketakutan memeluk Hanna. “bukan Hanny. Tapi kakak yang melakukannya. Ya? Ingat kakak yang melakukannya. Bukan Hanny. Jadi Hanny tak akan masuk penjara. Katakan itu jika ada polisi yang mencari Hanny, atau bertanya tentang ini.” Hanna tak punya pilihan kan. Karena dia juga Hanny melakukan itu. Hanny menangis histeris dipelukan Hanna. Tiba-tiba tangan bapaknya memegang kaki Hanny. “Kamu pukul bapak.” “Ahhh.. bapak.” “bapak tidak akan melepaskan kalian berdua.” Ancamnya setengah sadar. Hanna lega bapaknya tidak mati. Dia masih bisa sadar walau kepalanya berdarah. Hanny ketakutan dipegang kakinya oleh sang bapak. Tuk! Hanna kembali mengambil botol di kamar bapaknya. Hanna memukul tangan bapaknya agar melepaskan kaki Hanny. Pak Toni kembali tak sadarkan diri dan melepaskan kaki Hanny. “ayo sayang.” “kita pergi dari rumah ini.” Hanna menarik Hanny untuk berdiri. Hanna bergegas mengajak Hanny ke kamar. Dia mengambil tas besar dan memasukan semua pakaiannya ke dalam tas. “Sayang, jangan nangis. Bantuin kakak masukin baju kamu dan barang-barang kamu. Kita pergi dari sini. Bapak sudah keterlaluan, bapak sudah tidak waras.” Kata Hanna bergegas. Tapi Hanny masih syok. Dia hanya diam. “sayang plis jangan nangis sayang. Batuin kakak dulu.” Ujar Hanna lagi. “Iya kak.” Hanny berusaha keras menghilangkan ketakutannya yang tadi. Dia bergegas membantu sang kakak. Mereka buru-buru kabur dari rumah pak Toni, naik bus yang berhenti di halte dekat rumah mereka. “kita mau kemana kak?” tanya Hanny yang duduk bersandar kepada kakaknya. “Tidak tau.” Hanna mengusap kepala Hanny yang ada dipundaknya. Dia juga tak tau harus kemana. Kalau sewa rumah. Nanti uangnya habis untuk sewa, mereka gak bisa makan. Hanna ingat restoran. Di restoran ada gudang. Mungkin bisa digunakan. Dia akan tinggal diam-diam disana mungkin. Bus mereka sampai di dekat restoran. Restoran masih belum buka. Baru buka diatas jam sepuluh siang waktu Korea. Hanna menarik Hanny masuk. “kak. Kita bakalan tinggal disini? Memangnya nanti tidak dimarahi pemilik restorannya?” Hanny ragu mau masuk. “sebentar saja kok. Kita istirahat disini.” Kata Hanna menarik paksa adiknya masuk. Hanna dan Hanny masuk dari pintu belakang. Karena belum sarapan perut Hanny berbunyi. Hanny memegangi perutnya lapar. Hanna melihat itu. “Hanny lapar?” tanya Hanna kepada Hanny. “iya kak.” “ikut kakak.” Hanna menarik Hanny untuk ikut dengan dia. Ke. Dapurnya restoran. Hanna mengambil beberapa bahan maknan. Biasanya kan ada target penjualan. Kemarin masih ada beberapa yang sisa. Tapi masih bagus. Tapi selalu diminta chef kepala untuk mengganti bahan-bahan yang segar-segar, yang baru datang. Jadi bahannya, ada yang, bisa dibilang tidak digunakan. Akan diberikan entah kepada karyawan untuk dibawa pulang dan lain-lain. Hanna mengambil beberapa. “kakak, kakak mencuri ya? Nanti kalau kakak ketahuan pemilik restoran, malah kakak yang dimarahi dan dipecat.” Kata Hanny yang duduk di pantri. “gak apa-apa. Ini memang buat karyawan kok. Kamu jahat ih, masak nuduh kakaknya pencuri?” Hanna mencolek pipi Hanny untuk sedikit menggodanya dan menghiburnya. Hanny tersenyum kepadanya. “Hanny kira kak.” “kakak masakin ya. Tunggu sebentar.” Bekerja sebagai pelayan restoran, Hanna juga banyak melihat para chef. Tak jarang juga dia tanya-tanya soal bagaimana memasak. Kadang juga melihat dan meminta diajarkan. Hanna cukup pandai memasak dan ketika chef seniornya mencicipi, masakan Hanna termasuk yang enak. Hanny hanya menunggu diam melihat kakaknya dengan lancarnya memasak satu menu. Entah apa? “ini sayang, coba?” “ini Cuma steak sih, sama spageti. Gak apa-apa kan?” tanya Hanna kepada sang adik. Hanna sudah selesai masak. Dia menyajikan dipiring. Lalu memberikannya kepada Hanny, Hanna bahkan ingin menyuapi Hanny. Hanny pun mengangguk. Mau disuapi Hanna. Hanny makan dengan lahan karena disuapi Hanna. Sesekali Hanny juga bergantian menyuapi kakaknya. Sampai tak sadar ada cheft kepala yang sudah datang dan mempergoki mereka. “hanna, kamu ngapain sepagi ini disini?” tanya chef kepada Hanna dan melihat tas besar yang mereka bawa. “chef. Chef maaf chef, saya menggunakan meja Chef. Nanti saja janji akan membersihkannya.” Hanna berbalik dan meminta maaf kepada chef kepala. “Kenapa kamu bawa tas Segede itu. Mau kabur gitu? Apa pindah rumah? Atau gimana? Soal meja, ya harus lah kamu bereskan. Beraninya kamu memakai meja saya.” “iya chef. Maaf.” “tas ... Tas. Kenapa bawa tas dan adik kamu disini? Gak sekolah dia?” “Chef. Kita mau keluar dari rumah. Tapi tidak tau mau tinggal dimana. Jadi kita singgah disini sebentar. Tapi janji, nanti malam saya akan mencari tempat tinggal.” “oh ok. Gak masalah.” Restoran di buka. Semua sudah datang. Hanny tak berangkat sekolah karena keadaan. Dia berdiam diri di ruangan karyawan. Sementara Hanna melakukan pekerjaannya sebagai pelayan. Memberikan pesanan-pesanan pelanggan. Hanny yang bosan akhirnya jalan-jalan keliling restoran. Hanny tak sengaja bertemu tak sengaja bertemu dengan Vino, yang ada di rooftop sedang menenangkan diri. “Kamu siapa?” Vino hampir hafal semua wajah karyawannya. Tapi dia tak ingat dengan Hanny. Hanny kabur, takut dimarahi. Vino mengejarnya. Hanna yang sedang beristirahat juga mencari Hanny. Dia ingin mengajak Hanny makan siang dengan dia. Hanna tak sengaja bertabrakan dengan Hanny. Hanny langsung bersembunyi dibelakang kakaknya. “Kak, maaf. Tadi Hanny bosan, jadi gak sengaja jalan-jalan dan ketemu dia.” Hanny menunjuk vino yang ada didepan mereka. “kamu penyusup ya? Dikirim lawan bisnis saya?” tuduh vino kepada Hanny. “sini kamu.” Vino mendekati Hanna. Mau menangkap Hanny. Tapi malah kena piring makanan yang Hanna bawa. Sampai piring makanannya dan makanannya tumpah di jas dan kemeja vino. Vino menyapa Hanna dengan kesal. “kan kotor pakaian saya.” “maaf tuan. Saya tidak sengaja. Tuan yang menabrak saya sampai makanya tumpah.” Hanna mencoba membersihkan bahu vino dengan tisu yang dia kantongi. Vino menepis tangan Hanna yang menyentuhnya. “tidak perlu. Jangan sentuh saya.” Vino menepis tangan Hanna. Tapi gelang Hanna malah tersangkut dikancing baju vino. Ketika vino akan pergi, Hanna refleks ikut vino dan akhirnya mereka malah jatuh di lantai bersamaan. Vino ingat parfum Hanna. Dia yang kemarin vino peluk. Sama persis dengan parfum mamanya. Vino dan hanna saling menatap. “Berdiri! Berani-beraninya kamu jatuh diatas tubuh saya!” vino marah-marah lagi kepada Hanna. “iya maaf tuan.” Hanna bergegas berdiri dari atas tubuh vino. Vino melepaskan gelang Hanna yang tersangkut dengan kancing lengan bajunya. “kamu saya pecat!” kata vino kepada Hanna. Hah? Hanna kaget dengan ucapan vino. Dia mau cari pekerjaan dimana lagi kalau dipecat?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN