bc

Recallove

book_age12+
68
IKUTI
1.3K
BACA
HE
drama
bxg
genius
highschool
enimies to lovers
superpower
like
intro-logo
Uraian

Alwan Navindra, cowok perfeksionis dan berotak jenius. Kebanggaan Dream High School. Selalu menjadi orang pertama baik dalam prestasi ataupun sikap disiplinnya. Namun sayang, mulut pedasnya menjadi satu hal kekurangan yang membuat para perempuan DHS menyerah untuk memiliki pangeran satu ini. Ia punya satu rahasia, dia bisa melihat masa lalu atau masa depan seseorang secara acak. Tanpa penyebab apapun.

Kemampuan anehnya itu tak pernah membuat Alwan terganggu, hingga suatu hari tepat di perpustakaan sekolah. Ia dibuat menangis hanya karena melihat masa lalu seorang siswi yang tak ia kenal. Lucunya, Alwan ada di dalam masa kecil siswi bersama seorang anak laki-laki. Hal itu membuat Alwan serta merta penasaran akan sosok perempuan yang tak sengaja ia temui itu.

chap-preview
Pratinjau gratis
Prolog
“Wan, turun yuk.” Alwan yang sedang mengamati para murid baru dari lantai 2 gedung sekolahnya, menggeleng pelan. Namun seolah tak menerima penolakan, kedua temannya malah menarik kedua tangannya menuju tangga. Bagas dan Nindi, memilih menutup telinga saat Alwan sudah menyumpah serapahi mereka. “Gue tuh mau istirahat, sebelum balik tugas. Ngerti nggak sih kalian?” Alwan berdecak, membenarkan almamaternya. Ketika ia melirik ke lapangan, teman-teman anggota OSIS yang lain sudah melambaikan tangan. Menangkap basah cowok itu, untuk kembali bergabung bersama mereka. Tak mengetahui kalau sejak kemarin, Alwan tak pernah mengambil rehat selama acara. “Punya temen aneh semua, heran.” Baik Bagas ataupun Nindi jadi meringis dibuatnya. Alwan mengacungkan kotak freshtea yang ia minum tadi, ke kedua sahabatnya. Lantas mengulurkan senyum misterius. “Pulang nanti, gue pastiin lo berdua kayak gini.” KREK Kotak Freshtea tadi langsung tak berbentuk di genggaman Alwan. Cowok itu berdecak, membuang kotak kosong itu ke dalam tong sampah lantas pergi berjalan menuju anggota OSIS yang lain. Meninggalkan kedua sahabatnya yang jadi merinding, karena untuk pertama kalinya setelah liburan berhadapan lagi dengan mulut pedas cowok itu. “Kak Alwan.” Langkah Alwan terhenti di tengah lapangan, tiba-tiba saja dua siswi yang masih mengenakan seragam putih birunya menghadang jalan Alwan. Sesaat alis Alwan terangkat, sedikit terganggu akan kemunculan siswi tersebut mendadak. “Jangan pernah hadang jalan orang lain. Nggak sopan,” sahut Alwan dingin berhasil membuat adik kelasnya jadi ketakutan. “Apa?” “Ini kak-“ “Wajah saya ada di lantai ya?” Alwan berucap lagi, tak suka apabila lawan bicara menghindari kontak mata. Dengan kikuk, kedua siswi itu jadi mendongak dan bertatapan langsung dengan Alwan. Namun saat mata Alwan bertatap dengan salah satu siswi tersebut, pandangan di sekelilingnya mendadak kabur dan suara adik kelas tersebut menghilang. Yang selanjutnya terjadi adalah, penglihatan Alwan berubah. Dirinya masih tetap di lapangan, namun bedanya di sekelilingnya sedang ramai. Dari hiruk pikuk murid, dan beberapa teman angkatannya yang sedang menunjukkan bakat di dekatnya ia menyadari satu hal. Ia tertarik ke masa depan, lebih tepatnya tertarik ke beberapa jam akan datang. Waktu di mana perkenalan ekskul dilakukan. Krak Suara samar itu, sukses membuat Alwan menoleh ke asal suara. Dia diam sesaat, lantas membulatkan mata mendapati susunan tinggi dari tongkat pramuka terlihat oleng. Tak lama setelahnya, salah satu dari ikatannya terlepas. Membuat susunan tersebut oleng dan jadi menimpa beberapa murid di dekatnya. Termasuk siswi yang membuatnya melihat kejadian ini. “Kak.” Suara tersebut, seolah menarik Alwan kembali ke masa sekarang. Tepat ketika ia berkedip, penglihatannya kembali mendapati dua adik kelas tersebut di depannya. Keduanya menatap Alwan bingung. “Kakak dengar ucapan kita?” Alwan mengusap wajahnya, mengangguk kecil. Saat tertarik tadi, dia masih bisa menangkap pertanyaan yang terlontar dari adik kelas di depannya. “Pengumuman kelas jam 12 bakal diumumin di perpustakaan. Jadi ditunggu di sana aja.” “Oke kak makasih.” Kedua siswi itu tersenyum lebar, lantas hendak pergi. Namun tertahan karena ucapan Alwan yang seolah memanggil mereka. “Kalian, nanti jangan main-main di dekat susunan tongkat.” Setelahnya Alwan berjalan pergi dengan raut wajah datar, meninggalkan kedua adik kelasnya yang mengernyit bingung akan pertanyaannya. Dia harus menyelesaikan satu hal.

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook