“Za-Zaflan, aku bilang lepaskan aku!” bentak Lia kesal, menginjak kakinya dengan sengaja agar pria itu segera melepaskan rangkulannya, membuat sang pria menggeram tertahan menahan sakit, tapi masih saja menguatkan kedua tangannya. Lia sangat kesal, nadi di pelipisnya berdenyut-denyut. “Sungguh tidak mau lepaskan?” “Tidak. Aku belum meredakan rasa rinduku,” balas Zaflan muram. “Apa kau akan mengancamku lagi karena tidak mau melepaskan pelukanmu? Apa seumur hidup ini kau akan terus mengancamku? Begitu? Baguslah! Maka aku juga akan semakin membencimu!” Mendengar nada ancaman dingin dan cuek itu, membuat hati sang pria melunak, segera melepaskan pelukannya, dan membiarkan Lia menghambur memasuki ruangan dengan wajah ceria ke arah ranjang pasien. “Bagaimana keadaanmu, Jena? Ada apa denga