Cinta adalah pekerjaan hati. Kita tidak bisa memilih dengan siapa kita jatuh cinta. Tapi jodoh kita pasti lah sudah di tentukan olehNya.
_____________
"Ya Allah...kok ada ya laki-laki seperti itu ya. Hatiku rasanya sakiiiit... sekali," Rintih Naila pada peristiwa yang baru saja di alaminya, sambil terisak. "Kenapa sih nggak dari awal bilang nggak mau."
Kemudian temanya yang bernama Amara mendekap tubuhnya yang lemah, nafasnya tersengal-sengal menahan emosi.
"Sudahlah, Nai. Ikhlaskan saja," kata Amara sambil mengeratkan pelukannya.
"Kenapa nggak dari awal saja menolak proses ini? Yang bikin aku sedih adalah udah mau selangkah lagi... malah nikah sama yang lain," Sesal Naila perlahan. Dia melepaskan dekapannya dan pandangannya tampak sendu. Mungkin kesedihannya sudah memuncak karena berkali-kali di tolak atau proses perjodohannya tidak bisa lanjut.
"Tegar ya, Nai. Ini sudah menjadi kehendakNya. Insya Allah semua pasti ada hikmahnya. Ini adalah cara Allah men-tarbiyah (mendidik) kita. Yakinlah, Allah sudah mempersiapkan orang terbaik untukmu."
Naila mengangguk, meskipun air matanya masih terus mengalir membasahi pipi putihnya yang bersih.
*****
Naila Amina. Seorang gadis cantik, berhijab, dan periang, berusia 27 tahun. Ia bekerja di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang Adverdtaising. Selain itu ia hobi melukis dan menulis. Memiliki galeri lukis. Ia juga mendirikan yayasan pendidikan untuk para anak jalanan, bersama teman-temanya yang ia beri nama, Taman Belajar Cahaya Hati.
Karirnya sudah tidak di ragukan lagi. Namu berbanding terbalik dengan kisah percintaannya.
Karena sibuk bekerja dan mengurus berbagai kegiatan sosial, membuatnya tidak sempat untuk mencari seorang kekasih. Lagi pula, ia juga tak pernah berniat pacaran sejak awal. Mengingat usianya yang tak muda lagi. Beberapa tahun belakangan ia mengikuti proses ta'aruf untuk mendapatkan pendamping hidup. Tapi sudah beberapa kali ia gagal.
Dan kali ini prosesi ta'aruf nya yang ketiga kali. Sama seperti sebelum-belumnya. Kali ini pun juga gagal. Pria yang sedang menjalankan prosesi ta'aruf dengannya, tiba-tiba batal men-khitbah nya (melamar).
Pihak sang pria memang tidak berterus terang. Awalnya saat mereka di kenalkan, pihak pria seolah memberi harapan. Tapi setelah di comblangin, ternyata belum siap nikah. Proses perjodohan yang sepertinya akan final jadi bubar jalan tanpa ada konfirmasi atau info yang di sampaikan ke pihak wanita (Naila) atau perantaranya.
Tak lama kemudian, wanita cantik itu pun malah mendapat undangan pernikahan antara pria yang batal melamarnya dengan seorang wanita yang ternyata tetangga kos nya. Jadi hebohlah semua.
"Ugh...! Bilang saja dia punya kecengan!" Gerutu teman-teman kos Naila.
Jadilah hari-hari kelabu di tempat kos Naila. Mereka seakan larut dalam rasa kesal sekaligus empati. Kesal dengan Mas Haris (nama sang pria) yang tega pada Naila. Dan Empathi pada Naila yang seolah di zhalimi.
Ya, begitulah jodoh, tak bisa di duga. Rahasia Allah yang satu itu tak bisa di tebak. Sebagai manusia biasa, kita hanya bisa memfasilitasi, mengantarkan, selanjutnya takdir lah yang berbicara.
Hari-hari terus bergulir. Detik demi detik terlewati. Tapi Naila masih berusaha menyembuhkan luka yang mengaga di hatinya. Tak mudah baginya untuk melupakan peristiwa yang menimpanya kala itu. Ia sudah begitu penuh harap pada Haris, lelaki yang ia harapkan akan menjadi pendamping hidupnya. Ia merasa tertarik pada pria itu. Tapi ternyata pria itu malah memebatalkan proses ta'aruf yang awalnya terlihat berjalan baik-baik saja, tapi pada akhirnya pria itu malah pergi tanpa alasan. Dan lebih parahnya lagi malah menikah dengan orang lain.
Mimpi untuk menjadi seorang pengantin pun seolah hancur. Ia merasa seolah sedang ter hianati. Tapi ia berusaha untuk terus menabahkan hati. Mungkin Mas Haris bukanlah jodoh yang baik untuknya. Begitu pikirnya.
Kali ini Naila harus lebih bisa bersabar lagi, menunggu takdir Allah yang selanjutnya. Meskipun sedih kadang menghinggapinya. Mana kala melihat teman-temannya yang sudah menikah, bahkan memiliki anak. Ia merasa iri, dan ia sering bertanya pada diri nya sendiri juga pada TuhanNya. Mengapa sampai sekarang ia belum juga di karuniai seorang pendamping?
*******
"Nai... Datang yuk... ke acara reunian, Undangan dari kak Nathan, lho. Nih... WA-nya," Bujuk Amara sambil memperlihatkan isi percakapan di WA grup. Naila hanya diam saja, tanpa ekspresi. Sikapnya acuh tak acuh.
"Seru pasti, Nai. Udah lama kan kita nggak ketemu teman-teman," bujuk Amara antusias. "Nai, ikut ya, please...," Pinta Amara sambil membuat gerakan tangan sedang memohon.
"Peace... ya... peace." Sahabatnya itu berganti mengacungkan kedua jarinya. Sambil matanya mengerling menggoda.
Naila hanya menyeringai melihat gaya sahabatnya itu. "Ih... norak," Kata Naila yang sudah mulai terpancing. "Gimana, ya," katanya acuh tak acuh.
"Ayolah, Nai. Nanti kita ketemu sama kak Nathan dan teman-teman yang lain. Pasti seru. He he he...," Bujuk Amara seraya cengengesan. Nathan adalah senior di kampus mereka dulu. Ia juga termasuk cowok populer di kampus. Selain tampan dan pandai, ia juga sangat aktif di kegiatan kampus, salah satunya ia menjadi ketua team Rohis saat di kampus dulu.
"Gini, Amara. Aku lagi nggak mood ketemu orang. Entahlah," Kata Naila sendu. Biasanya Naila adalah gadis yang periang. "Aku belum bisa melupakan kisah pahitku ini."
"Aku...," Amara segera meraih tangan Naila. Kemudian menggenggamnya erat-erat, bermaksud menguatkan hati sahabatnya itu. Bagaimana pun juga, Naila belum mampu melupakan peristiwa waktu itu. Dan Amara mencoba mengerti.
"Aku..., ikut, tapi mungkin sebentar saja ya! Nggak lama!" Ujar Naila akhirnya. Amara tampak sumringah dan langsung memeluknya. Naila turut tersenyum meskipun tak lebar.
"Nah...gitu dong, baru sahabat aku!" Ujar Amara seraya melepaskan pelukannya dan mereka berdua pun sama-sama tertawa kecil.
"Jadi kapan Reuni nya?"
"Lusa!"
BERSAMBUNG.